SPELL-02

...❄️...

...❄️...

...❄️...

...DE LUNE MENSION...

"Kau sudah berpakaian rapi rupanya. Syukurlah karena aku tidak harus memukul bokong mu agar kau segera bersiap-siap." Viloen masuk ke kamar Rain untuk sekedar memastikan jika adiknya sudah melakukan yang seharusnya seperti permintaan Daddy mereka.

"Kak, bukankah aku sudah berjanji untuk bersikap manis? aku akan menepati janjiku. Janji seorang pria pantang untuk diingkari." Rain tersenyum penuh percaya diri. 

"Apa aku terlambat?" Rain kembali mematut dirinya di depan cermin. "Apakah mereka sudah tiba di sini kak?"

Viloen bersikap tenang seperti biasanya lalu melirik sebentar pada jam yang melingkar dengan apik ditangannya, "Sepertinya sebentar lagi."

"Hem, baguslah. Apa aku terlihat tampan, manis dan juga menggemaskan seperti keinginan kalian?" Rain tersenyum dengan mimik wajah seperti bocah belasan tahun. Oh.. memang saat ini ia masih berusia belasan.

Viloen hanya tersenyum menanggapi tingkah adiknya. Sambil berbincang, kini keduanya sudah tiba diruang bersantai dilantai teratas mension keluarga De Lune.

''Rain, apa kau tau..?" Rain menaikan kedua alisnya, menunggu Viloen melanjutkan kata-katanya. "Hari ini lagi-lagi namamu berada di urutan pertama sebagai pembuat onar. Aku juga banyak mendapat keluhan tentang fans mu yang semakin tak terkendali itu." Viloen tersenyum masam.

''Aku tidak menginginkan itu kak, sungguh. Hanya saja aku tidak peduli pada kegilaan yang mereka lakukan.'' Rain bersikap acuh.

Ia memang tak pernah ambil pusing dengan tingkah para gadis yang mengagumi dirinya, karena bagi Rain, mereka hanyalah angin lalu. Tak ada yang benar-benar berarti, selain...

"Aku tahu. Tapi setidaknya, kau bisa sedikit tersenyum lalu meminta para gadis itu agar mengurangi sedikit kekonyolan mereka.'' Jujur saja, Viloen hampir tak berdaya menangani permasalahan yang selalu bermunculan akibat kepopuleran adiknya di kampus.

"Apakah tidak ada satupun diantara para gadis itu yang menurutmu sedikit manis, atau mungkin kau bisa.. "

"Tentu saja ada kak." sela Rain mengerti apa yang di maksudkan oleh kakaknya.

Viloen memajukan badannya, antusias. "Benarkah? boleh aku tau siapa?"

"Rahasia." ah, sialan. Rain tersenyum sengaja menggoda Viloen.

"Apa gadis itu cantik?" bujuk Viloen lagi. Rain hanya tertawa kecil.

"Ayolah kak, jangan mulai ikut campur dengan urusan pribadiku. Kita punya kesepakatan bukan? atau perlu ku sarankan agar kakak juga segera mengutarakan perasaan kakak pada..-

"Rain." Viloen mengingatkan adiknya agar tak melanjutkan kata-kata tersebut. Pasalnya, Viloen sendiripun masih tak yakin ingin bagaimana dengan perasaan yang dipendamnya selama ini.

Disela-sela perbincangan mereka, Philip sang penjaga menghampiri keduanya, "Tuan muda, tuan besar dan tamunya sudah tiba." Philip mengingatkan keduanya agar bergegas turun dan menyambut tamu istimewa tersebut.

"Baiklah Philip, terimakasih. Kami akan segera turun." Viloen menyudahi pembicaraannya dengan Rain.

"Kak, kakak duluan saja menemui Daddy dan juga tamu spesial kita." Rain berkedip. "Aku akan kembali ke kamarku sebentar, ada sesuatu yang harus ku siapkan." Rain bergegas dan meninggalkan Viloen seorang diri.

"Tapi Rain Daddy bilang agar..

"Tidak lama kak. Aku hanya ingin mengambil hadiah yang sudah ku siapkan." Setelahnya, Rain pun menghilang di balik pintu.

Mau bagaimana lagi, pada akhirnya Viloen lah yang harus menyambut Daddy dan juga tamu spesial mereka.

Dari kejauhan Viloen sudah bisa melihat siapa wanita yang Daddy nya maksudkan. Seorang wanita muda. Mungkin hampir seumuran dengan dirinya. Viloen sedikit terkejut, namun buru-buru mengubah raut wajahnya.

"Dad..?"

Travis tersenyum cerah saat melihat Viloen, "Kemarilah Son,'' Travis langsung melingkarkan tangannya di pinggang wanita cantik yang saat ini berdiri dengan begitu memukau disebelahnya, seolah mengatakan jika ayah mereka akan melindungi wanita itu apapun yang terjadi malam ini.

Sifat posesif sang ayah tak luput dari pengamatan Viloen. Membuat Viloen sedikit mengulum senyum.

Wanita di samping Daddynya juga tersenyum dengan hangat mengikuti arah pandang Travis, "Mera perkenalkan ini putra pertamaku, Viloen." ujar Travis.

Mera mengulurkan tangannya sedikit ragu namun Viloen menyambutnya dengan senang hati. Meskipun Viloen bisa merasakan keterkejutan yang sama dari wanita itu saat melihat dirinya, namun Viloen tak akan membahasnya sekarang.

"Senang bertemu dengan mu, Viloen.'' Jantung Mera berdebar cepat saat melihat dan mengetahui kebenaran tentang pria yang dicintainya selama ini.

Sejak menjalin hubungan dengan Travis, Mera memang tahu jika pria itu adalah seorang duda yang memiliki dua orang putra.

Namun Mera tak pernah menyangka jika Travis yang dicintainya, adalah seorang yang berasal dari keluarga DE LUNE.

Keluarga yang memiliki nama termasyur di seluruh pulau Arandelle. Bodohnya Mera yang menyangka jika pria itu hanyalah seorang pria biasa seperti kebanyakan orang pada umumnya.

"Dengan anda juga nona Mera." Viloen menyambut Mera dengan ramah. "O, ya. Dimana adikmu Viloen?" Travis mencari-cari sosok anak bungsunya, Rain.

"Sebentar lagi juga akan turun Dad." Travis mengangguk lega. "Baiklah." Travis langsung berpaling pada Mera,

"Nah sayang, sebentar lagi kau akan bertemu dengan putra bungsuku.. maafkan aku jika nanti anak itu sedikit bersikap tak sopan.." ujar Travis mengantisipasi bagaimana putra bungsunya akan berkelakuan nanti.

Mendengar kecemasan Travis, Mera hanya menanggapinya dengan senyuman.." Aku akan baik-baik saja." katanya meyakinkan Travis.

Sambil menunggu kedatangan Rain, Travis pun mengajak Mera untuk berpindah ke Living room yang ada di lantai dua mension tersebut.

"Sayang, apakah tidak apa-apa jika aku meninggalkanmu sendiri sebentar? aku ingin mengganti pakaianku.." sejak tadi Travis memang sudah merasa gerah dengan jas yang ia kenakan.

Pasalnya sejak pulang dari kantor, Travis langsung menjemput Mera dan tak ada waktu membersihkan diri. .

Mera tersenyum penuh pengertian, "Pergilah. Aku akan menunggu di sini."

Setelah Travis pergi, Viloen kembali memenuhi perannya untuk membuat Mera merasa nyaman saat berada di kediaman mereka,

"Nona Mera, silahkan. Anda bisa pergi kemana saja yang anda mau untuk melihat-lihat. Sementara itu, aku minta maaf karena harus pergi untuk memeriksa makan malam." Viloen pun ingin undur diri.

"Tunggu.." Mera menghampiri Viloen lalu tersenyum canggung, "Bisakah kau tidak memanggilku nona? maksudku karena kelihatannya kita.."

Viloen mengerti maksud Mera, dan mengerti mengapa wanita itu bersikap canggung saat ini. Viloen tersenyum menanggapi Mera, "Itu sudah peraturan dirumah ini nona Mera. Lagi pula anda adalah tamu penting ayah kami. Tentu saja kami harus bersikap sopan" tolak Viloen.

Ia tak mau mempermalukan Daddy nya, meskipun Viloen juga menyadari jika wanita yang dibawa Daddy nya hampir berusia sama seperti dirinya. Tapi tetap saja, wanita itu kekasih ayahnya.

"Aku permisi."

"Baiklah."

Meskipun merasa sedikit canggung dengan situasi yang dialaminya, namun sebisa mungkin Mera tak menunjukan rasa tak nyaman yang tiba-tiba saja menjalari punggungnya.

"Dad...?" Suara lain menyita perhatian Mera. Seorang pria lainnya. Putra lain dari kekasihnya, mungkinkah itu putra kedua dirumah ini?

Mera bersiap untuk tersenyum seperti seharusnya. Tapi baru saja ia berbalik senyuman itu langsung menghilang, tergantikan oleh rasa terkejut yang luar biasa menghantam kesadaran Mera..

"Mera?"

"Rain?"

Mera menghampiri Rain dan langsung bertanya pada pemuda itu, meskipun di dalam otak Mera kini sudah meneriakkan sebuah kenyataan yang hampir tak terelakkan. "Rain apa yang..?"

"Ini benar-benar kau Mera?" Pria itu tersenyum senang. Mera nya terlihat sangat cantik dan mempesona. Rain bahkan masih terpukau saat melihat sosok Mera yang seperti ini.

Namun sebaliknya, rasa cemas justru tengah melanda Mera.. "Apa yang membawamu datang kerumah ku? sejak kapan kau tau jika aku tinggal di.."

"Rumah mu? jadi bunga itu..?" Mera menatap bunga yang ada ditangan Rain. "Hem, terima kasih untuk bunganya. Cantik sekali." Rain masih belum menyadari hal besar yang terjadi diantara mereka berdua..

Tiba-tiba saja Mera terlihat aneh. Wanita itu memucat seketika. Melihat raut wajah Mera, Rain pun mulai menyadari sesuatu... "Rain aku.." Mera tak sanggup mengatakan sendiri dengan mulutnya jika saat ini..

"Son?" Suara Travis menginterupsi keduanya. Seperti biasa, Travis selalu tampil mempesona. "Dad..?" Rain tersenyum, namun kali ini perasaannya mulai tak nyaman.

"Kalian sudah bertemu sayang?" Sayang? siapa yang dimaksud Daddy nya dengan sayang? tapi setelahnya, pertanyaan itu langsung dijawab sejelas mungkin, saat Travis berdiri di samping Mera, melingkarkan tangannya dengan posesif, lalu memperkenalkan keduanya..

"Son. Perkenalkan, ini Mera, wanita yang akan Daddy nikahi dalam waktu dekat."

Apa? Menikah? Dengan Mera? Daddy....

Seharusnya itu adalah kabar bahagia bagi Rain, bagi keluarga mereka, tapi sekarang sudah tidak lagi. Kabar bahagia itu bagaikan bom atom untuk dirinya.

Wajah Rain dan Mera sama-sama memucat. Rain sedang menahan perasaan yang berkecamuk di dalam hatinya..

"Hai.. senang bertemu denganmu?" Mera mengulurkan tangannya dengan suara terbata. Jadi seperti inikah yang wanita itu inginkan?

Setelah hubungan tanpa status yang terjalin hampir dua tahun lamanya, sekarang Mera memutuskan untuk menganggap Rain sebagai orang asing? Apa katanya? Hai..? Brengsek!

Rain hanya bisa mematung menatap tangan Mera yang terulur.. "Son..?" Travis menatap heran pada putranya.

"Dad, aku.." Rain bahkan tak bisa berkata-kata. Kepala Rain bagaikan dihantam benda tumpul, dan kini terasa menyakitkan. Rain berusaha tersenyum agar bisa menyeimbangi Mera. Tapi Rain tak bisa seperti wanita itu. Bahkan matanya terasa panas. Rain sungguh ingin berteriak saat itu juga.

Ia ingin memarahi Mera yang mengabaikan dirinya, namun kini justru menggandeng mesra ayahnya. Sialan.

"Ini." Rain menyerahkan buket ditangannya, bunga yang sama yang disiapkan Mera untuk Rain tadi pagi. "Untuk anda." Setelah memberikan bunga itu pada Mera, Rain tak bicara sepatah katapun lagi.

"Rain! Mau pergi kemana kamu?" seru Travis dengan suara meninggi.

Rain memilih pergi meninggalkan Mension. Rain sudah tak perduli pada etika, ataupun kehormatan keluarganya. Rain bahkan tak perduli pada kemarahan Daddynya.

Mendengar sedikit kebisingan dari lantai dua, Viloen pun bergegas keluar dan sempat menyaksikan bagaimana Rain yang pergi dengan wajah pucat pasi..

''Rain!" panggil Travis. Namun kini bayangan pemuda itupun bahkan tak terlihat lagi. "Dad.." Viloen menyela, "Biar aku saja." kini Viloen mengambil alih tugas untuk mengejar Rain.

Tak seperti rencana awal, makan malam yang seharusnya berjalan dengan baik pun harus berakhir seperti yang Travis takutkan. Putra bungsunya lagi-lagi membuat kekacauan. Bahkan dipertemuan penting yang sudah mereka rencanakan sebelumnya.

"Mera, maafkan aku sayang. Seharusnya kami menjamu mu dengan baik, tapi.." Travis tak bisa berkata-kata untuk menjelaskan bagaimana perilaku putranya. Sedangkan Mera sendiri, ia tak memiliki keberanian untuk mengatakan yang sebenarnya pada Travis.

Mengatakan jika dirinya dan Rain sudah saling mengenal sejak lama. Jika pemuda itu yang tidak lain adalah putra dari kekasihnya adalah pria sudah mencintainya sejak dua tahun lalu.

Dan juga mengatakan jika bunga yang saat ini ada ditangannya adalah bunga yang dibuatnya dengan sepenuh hati, Mera tak bisa mengatakan semua itu dengan mulutnya sendiri. .

"Tidak apa-apa Trav. Aku bisa memahami putramu. Kita masih punya banyak waktu." Mera tersenyum samar menyembunyikan kegugupannya.

...ANOTHER PLACE...

Rain yang sedang terbakar api cemburu mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Melewati pegunungan, lereng, hingga tiba di pinggir pantai.

"Sialan..! Brengsek! Brengsek!" Rain memukul setir mobilnya keras. Di pikir bagaimanapun dan sampai kapanpun, Rain tak akan bisa menerima kenyataan jika wanita yang dirinya dan Daddy nya cintai adalah wanita yang sama, yaitu Mera.

"Sialan.. Sialan! Bagaimana bisa kau mempermainkan aku seperti ini Mera.. bagaimana bisa kau begitu tega?" Rain merasa kecewa. Hatinya benar-benar terluka.

Sementara itu, Viloen yang sejak tadi mencari Rain, tak juga bisa menemukan keberadaan adiknya. Ponsel Rain tak pernah dijawab, pesan yang Viloen kirimkan tak satupun dibaca.

"Dimana dirimu sebenarnya Rain?"

...❄️...

...❄️...

...❄️...

Terpopuler

Comments

Anna Tampu Bolon

Anna Tampu Bolon

sini sini rain , kakak peluk sini ....

2023-01-28

0

@ Teh iim🍒🍒😘

@ Teh iim🍒🍒😘

Duh Rain hati nya pasti ancur bngt neh ...

2023-01-25

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!