Mendem kangen

Saat Naia sedang menenangkan diri di area bong cina sekitar tempat tinggalnya. Bunyi Notifikasi WhatsApp beruntun membuat Naia meraih benda pipih yang sudah ketinggalan zaman di dalam tas cangklong miliknya.

Mata Naia kembali gerimis membaca deretan percakapan grup keluarganya. Selain untuk ajang pamer, grup itu juga di gunakan oleh Kaka dan Kaka iparnya untuk ajang memperolok dirinya. Astagfirullah.

["Mas Wahid kena musibah. Si Naia malah bikin malu mas Wahid di depan umum."] Tulis Akun yang bernama Mba Ines di kontak Naia. Ines juga melampirkan sebuah foto yang memperlihatkan Naia yang sedang marah pada Wahid. Foto yang di ambil dari belakang punggung Naia tak memperlihatkan sudut bibir Naia yang berdarah.

Tak lama tanggapan dari Duwi datang.

"Bikin ulah apa lagi si Nai, Kak?" tulisnya.

"Parah deh pokoknya. Dia lebih membela tukang becak ketimbang Mas mu. Bahkan sampai berani nampar mas Wahid. Kurang ajar sekali anak itu " Balasan dari Ines secepat kilat.

"Makin kurang ajar memang si Naia ini. Makin ngelunjak. Kemarin juga dia tu nelpon minta uang sama Mas Trio. Kalau ada maunya baru nelpon. Pantes jauh dari jodoh la kelakuannya nggak ngenah gitu." Kali ini Istri Trianto, Puput ikut berkomentar.

Naia membaca sederet pesan dengan sendu. Saat dia sedang seperti ini, Kakak kandung dan Kakak iparnya justru membahas perihal prilakunya. Kenapa mereka tidak bercermin pada diri sendiri? Lupakah mereka siapa yang mereka bicarakan?

Lagian nyatanya tak sepeserpun mereka memberi bantuan. Tetapi justru Naia di gunjing seperti itu.

Niat mau menenangkan pikiran malah gagal gara-gara baca obrolan grup. Akhirnya Naia membawa langkahnya untuk datang ke tempat kerjanya. Sampai di tempat kerja Naia tercenung melihat tiga temannya sedang sibuk menaikkan barang ke sebuah truk kontainer.

Naia buru-buru menghampiri temannya.

"Wan, mau dikirim ke mana?" Tanya Nai pada temannya yang bernama Wawan.

"Kamu baru datang Nai?" Wawan berbisik di dekat Naia."Toko ini mau dipindah ke kota Nai, tempat ini nantinya mau di renovasi lebih besar, katanya mau dijadikan toko perlengkapan onderdil mobil."

Deg!

Hati Naia langsung was-was.

"Jadi kita kehilangan pekerjaan. Wan?"

"Kata Pak Samsul sih kalau kita mau bisa jadi pegawai tetap, tapi harus siap pindah."

Semua karyawan sudah di suruh berkumpul semua di pantry. Ternyata Pak Samsul juga menyuruh anak shift sore untuk masuk juga.

Setelah menyampaikan apa yang seharusnya, Pak Samsul memberikan amplop coklat pada semua karyawannya sebagai pesangon dan meminta karyawan yang ikut pindah menyerahkan kartu identitasnya. Hanya Nai yang tidak melakukannya. Dan semua tau alasan Nai tidak ikut pindah meski di iming-imingi gaji naik dan tempat tinggal.

Pak Samsul menyayangkan dengan Naia yang harus keluar, tetapi beliau juga tau Naia memiliki tanggung jawab yang tidak setiap anak mau melakukannya.

Di sebuah rumah yang terletak di pinggiran kota, seorang wanita sedang membereskan bekas makan siang majikannya.

Nirmala merasa pilu menyaksikan kondisi lelaki tampan di depannya. Seandainya ia lebih bersemangat, barang kali nasibnya akan berbeda. Lelaki itu seakan kehilangan nyawa. Diam dan dingin. Meskipun sebenarnya dia bukan sosok lelaki yang banyak bicara tetapi dulu sikapnya lebih hangat. Setelah kecelakaan itu kehangatannya menghilang membuatnya menjadi dingin dan semakin pendiam.

Takdir terkadang sangat membingungkan. Lelaki ini memiliki segalanya, uang berlimpah yang bisa dia gunakan untuk membeli kebutuhan bahkan ketenaran, dia juga sangat rupawan, wajahnya tampan yang semua orang mengakuinya. Namun, Takdir mengambil kekuatan kakinya, menjadikan itu sebagai kekurangannya. Bukan kah paripurna itu hanya sebuah kata kiasan? Manusia tidak akan pernah sempurna, karena kesempurnaan hanya milik Allah.

"Saya tidak bisa melarang, Saya juga sangat berterimakasih karena Mbok begitu banyak membantu keluarga saya." Suara lembut tapi tegas itu membuat Nirmala merasa tidak enak karena harus mengundurkan diri dengan terburu-buru seperti ini. Tapi apa boleh buat Suaminya sedang sakit setruk, dan membutuhkan kehadirannya sepanjang hari.

"Nanti Mbok pasti bawa orang untuk mengantikan si Mbok ya Mas,"

"Iya Mbok, Si Mbok istirahat dulu, nanti sore biar diantar Pak Beni ke stasiun." Tutur lelaki itu santun.

Nirmala ingin bersalaman dengan pria itu, akan tetapi lelaki Ras Kaukasia itu malah memeluknya erat.

"Si Mbok bakal kangen sama Mas Adam."

Adam terseyum. Senyum yang selalu menawan bagi orang-orang yang mengenal nya sejak dulu.

Sayang senyum itu sekarang jarang sekali terlihat, meski dia masih ramah dan sangat sopan pada orang yang lebih tua.

Banyak sekali kenangan di rumah ini, dan pasti sulit untuk Nirmala lupakan begitu saja.

Nirmala sangat menyayangi Adam. Dia sudah puluhan tahun kerja di keluarga besar Adam, untuk itu Nirmala akan segera mencarikan orang yang cocok untuk mengantikan dirinya nanti.

☘️☘️☘️☘️

Naia membawa langkah kakinya untuk kembali kerumah. Harusnya dia sudah mulai mencari pekerjaan baru, tetapi dia memilih pulang.

Jam masih menunjukkan waktu sebelas siang, rumah tertutup rapat karena Tanti pulang mengajar jam satu siang, biasanya Nai pulang kerja jam empat sore, pastilah hanya ada kedua orang tuanya di rumah.

Naia bersiap mendorong pintu pelan dan hendak mengucapkan salam saat tiba-tiba suara Ibunya terdengar lebih dulu.

"Ibu kangen sama Wahid, Dewi dan Trianto, tapi Ibu mau minta Nai hubungi mereka, Ibu takut Naia sedih Pak, Padahal Ibu cuma pingin dengar suara ke empat anak-anak kita,"

Tidak ada jawaban dari Pak Subhan, Naia melihat Bapaknya menarik napas lalu menghembuskannya pelan. Wajahnya mendongak dengan mata berkaca-kaca.

Air mata Naia luruh, tak dapat dibendung lagi. Dadanya terasa amat sesak mendengar keinginan sederhana kedua orang tuanya.

Harta, tahta dan jabatan nyatanya bisa membuat orang lupa dengan segalanya. Terlalu silau dengan kenikmatan dunia sampai tega melupakan orang tua dan saudara sendiri.

Sesibuk apa pun, sejauh apa pun pergi, Harusnya keluarga menjadi tempat untuk jalan pulang. Uang beserta dengan popularitas tak mampu membayar kebersamaan bersama dengan keluarga.

Naia nelangsa, Hatinya bertanya-tanya. " Kenapa kakak - kakaknya pada berubah setelah mereka sukses?

Berapa kali Nai menghapus sudut matanya yang berair, tetapi air mata itu tetap jatuh menitih kembali.

Naia urung mengucapkan salam, dia memilih duduk di teras sambil memijit pelipisnya yang berdenyut. Dadanya kembali nyeri ketika mengingat ucapan dan perlakuan Si sulung tadi pagi.

"Naia kamu sudah pulang?"

Naia menghapus air matanya dengan cepat agar Bapak dan Ibunya tidak melihat ia menangis. Namun terlambat, Pak Subhan dan Bu Sari sudah terlanjur melihat mata Naia yang basah.

Terpopuler

Comments

delis armelia

delis armelia

sedih banget,banyak kisah nya anak bahagia blm tentu orang tua bahagia.

2023-03-19

0

Lela Lela

Lela Lela

semoga cepat berjodoh sm mas adam naina ... liatin sm saudara ny

2023-02-22

0

Agna

Agna

Sedih aku... kami ditinggal meninggal oleh kedua ortu saat msh kecil2 jd blm sempat membahagiakan mereka stlah kami besar dan bisa dikatakan sukses. Jd kdg aku berkata pd teman2 yg msh hidup ortux "berbakti dan hormati, bahagiakanlah ortumu selama mereka hidup agar tidak ada penyesalan"

2023-01-21

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!