Belok

"Sial," umpat Ev lagi. "Basahkan," gerutunya, lalu melempar ponsel yang berada di tangannya, kesembarang arah. Setelah melihat vidio biru yang baru saja di kirim oleh kekasih barunya.

Namun, setelahnya mengambil ponselnya kembali ketika ada yang menghubunginya, lalu mengangkatnya, ketika tahu sang kekasih lah yang menghubungi.

"Halo Ev, sayang. Apa kamu sudah menonton vidio yang aku kirim?" tanya Evan dari balik sambungan ponselnya.

"Iya sudah, kenapa kamu mengirim vidio seperti itu, menjijikkan sekali," gerutu Ev, yang tidak menyukai jika Evan mengirim vidio biru padanya, meskipun tadi Ev jelas-jelas menontonnya dan menikmatinya.

"Aku ingin mengajak kamu mempraktekannya besok sepulang sekolah, mau ya,"

"Ogah,"

"Kenapa sayang, kamu sendiri selalu memancing aku saat di sekolah,"

"Aku tidak memancingmu," elak Ev, padahal jelas sekali Ev lah yang selalu agresif pada kekasihnya.

"Tapi aku terpancing, dengan apa yang kamu lakukan, sayang,"

"Siapa suruh terpancing," dengan entengnya Ev mengatakan hal semacam itu, seolah tidak merasa bersalah dengan apa yang sudah dia lakukan.

Evan tidak menanggapi ucapan Ev, membuat Ev langsung menjauhkan ponselnya, melihat panggilannya masih tersambung atau tidak, dan tahu jika panggilannya masih tersambung, Ev menempelkan ponsel di telinganya lagi.

"Evan, kenapa diam saja!"

"Apa kamu tidak ingin melakukan hal yang sama, dengan yang di vidio?" tanya Evan penasaran.

"Pengin sih,"

"Ya sudah, besok kita coba besok,"

"Nanti dulu, punya kamu lurus apa belok?" tanya Ev.

"Apanya?" tanya balik Evan.

"Burung kamu lah,"

"Memangnya kenapa?"

"Aku mau yang belok, yang lurus kurang mantap,"

"Apa kamu sudah pernah melakukan hal seperti itu, Ev?"

"Tentu saja belum,"

"Kenapa kamu tahu?"

"Hanya katanya,"

"Oh begitu, ya sudah. Besok lihat sendiri punyaku lurus atau belok,"

"Harus belok, jika tidak belok aku tidak mau, oke!"

"Apanya yang belok Ev?" pertanyaan dari Hazel yang baru saja masuk ke dalam kamar Ev, membuatnya langsung menutup sambungan ponselnya, kemudian membalik tubuhnya untuk menghadap pada sang mama yang kini berjalan mendekatinya.

"Mama mengagetkan aku saja," ujar Ev. "Kapan Mama pulang?"

"Baru saja, oh ya, tadi mama dengar, kamu bilang belok, apanya yang belok?" tanya Hazel penasaran.

"Oh itu Ma, Mama tadi pagi ketemu Mr. Joni kan?"

"Iya, apa hubungannya belok dengan dia?"

"Karena dia yang belok Ma,"

"Maksud kamu apa?"

"Mama pasti tahu Mr. Joni belum menikah di usianya yang sudah matang?"

"Iya,"

"Ternyata dia belok Ma, tidak suka sama wanita," bohong Ev.

"Masa sih?"

"Iya Ma,"

"Pantas saja dia sangat menyebalkan,"

"Iya Ma, Mr. Joni memang sangat menyebalkan tahu," ucapan yang baru saja Ev katakan, itu benar dari dalam hatinya, karena dia sering berurusan dengannya. "Kebetulan, Mama ada disini, dan ada yang ingin aku sampaikan pada Mama,"

"Apa itu?"

Ev tidak menjawab pertanyaan dari sang mama, karena dia langsung berlari menuju meja belajarnya yang berada di dalam kamarnya, dan kembali mendekati sang mama, sambil memberikan amplop di tangannya.

"Apa ini Ev?" tanya Hazel.

"Dari pihak sekolah Ma,"

Hazel langsung menatap pada sang putri. "Apa kamu berkelahi lagi?" tanya Hazel penuh selidik.

"Bukan Ma,"

"Terus?"

"Undangan makan malam, dari pihak sekolah besok malam, dan seluruh wali murid harus datang,"

"Harus?"

"Iya Ma, Mama harus datang ya?"

"Oke,"

"Terima kasih Ma," Ev pun langsung memeluk sang mama, sambil tersenyum lebar.

Keesokan harinya, Ev pura-pura sakit perut, dan dia tidak mengikuti pelajaran kedua. Hanya karena sang kekasih sudah menunggunya di uks.

"Mau ke mana kamu?" tanya Mr. Joni yang mendapati Ev berjalan menuju uks yang letaknya berada di ujung sekolah.