Sementara itu di tempat berbeda, Zainalando, atau yang sering di sapa Zain, seorang model dan juga aktor papan atas, menatap tajam pada Zivilando, putri semata wayangnya, setelah dia memberikan sebuah amplop padanya, yang ternyata dari pihak sekolah sang putri.
"Apa yang kamu lakukan lagi Zi?" tanya Zain, setelah membaca isi amplop tersebut, yang mengharuskannya untuk menemui pihak sekolah, dimana sang putri menempuh pendidikan di sekolah menengah atas.
"Aku tidak melajukan apa pun, Pa,"
"Jika kamu tidak melakukan apa pun, untuk apa pihak sekolah memanggil Papa?"
"Mana aku tahu,"
"Zi, katakan pada Papa, jangan membuat papa marah, apa kamu berkelahi lagi?" tanya Zain, karena bukan kali ini saja dia di panggil pihak sekolah.
"Aku hanya membela diri, Pa,"
"Katakan pada papa, apa yang kamu lakukan kali ini,"
"Hanya menjambak rambut siswi lain,"
"Ya, Tuhan. Kenapa kamu melakukan hal itu, papa tidak pernah mengajari kamu melakukan tindak kriminal, Zi,"
"Ini semua karena Papa,"
Zain memicingkan matanya menatap pada sang putri yang sedang duduk di sebuah sofa yang ada di dalam kamarnya.
"Kanapa kamu menyalahkan Papa, di mana salah Papa, katakan?"
"Salah Papa itu, kenapa Papa tidak menikah lagi, agar aku tidak diejek, karena tidak mempunyai seorang mama," jawab Zi, benar adanya.
Karena dia tidak pernah mengenal sosok seorang mama, dan tidak pernah merasakan kasih sayang dari seorang mama, dan hanya mendengar cerita, jika sang mama meninggal dunia setelah melahirkannya.
Hembusan nafas kasar meluncur bebas dari bibir Zain, karena itu lagi, dan itu lagi kenapa sang putri berkelahi di sekolah.
"Papa sudah pernah mengatakan padamu, lihat itu," Zain menunjuk sebuah foto pernikahan dirinya dan juga sang istri, yang sangat dia cintai, dan saking cintanya, hingga saat ini, setelah kepergian istrinya untuk selamanya enam belas tahun lalu, setelah melahirkan Zi, tidak terbesit sedikit pun bagi Zain untuk menikah lagi.
"Tahu, itu mama aku kan, dan itu yang selalu papa katakan," sambung Zi. "Meskipun aku tidak tahu, itu benar atau tidak,"
"Tentu saja benar, Zi. Dia adalah mama kamu,"
"Entahlah, aku merasa aku hanya anak pungut,"
"Zi, apa yang kamu katakan, hah!" kesal Zain mendengar ucapan sang putri. "Kamu anak papa dan juga mama kamu, paham!"
"Tidak, kecuali papa menikah lagi,"
"Tidak mudah untuk menikah lagi bagi Papa,"
"Kenapa? Apa Papa takut, aku mengetahui jika aku hanyalah anak pungut, dan bukan anak kandung Papa, karena papa ini sebenarnya impoten,"
Zain sekarang memicingkan matanya, mendengar ucapan dari sang putri.
"Kenapa? Papa terkejut? Aku tahu semuanya?"
"Siapa yang mengatakan itu padamu, jawab jujur,"
"Tante Jane,"
Zain pun menggelengkan kepalanya mendengar nama sang sahabat di sebut oleh sang putri, sahabat yang tahu segalanya tentang dirinya.
"Jangan pernah dengarkan Tante Jane, oke,"
"Kenapa? Apa papa tidak ingin aku mengetahui, jika papa itu impoten, dan ternyata aku hanyalah anak pungut, begitu?"
"Zi!" seru Zain. "Jangan bicara seperti itu lagi, kamu anak papa,"
"Ya sudah, jika aku anak Papa, aku ingin Papa menikah lagi, TITIK!" tegas Zi, yang ingin sekali memiliki sosok seorang mama di sampingnya, lalu beranjak dari duduknya dan meninggalkan sang papa, yang sedang memijat keningnya sendiri.
Dan kini Zain menatap kearah pintu kamarnya yang baru saja di tutup oleh sang putri, kini di buka lagi oleh Jane, wanita yang sudah tidak asing lagi baginya.
"Untuk apa kamu mengatakan tentang impoten pada putriku, Jane?"
Bukannya menjawab pertanyaan Zain sang sahabat, Jane malah tersenyum, dan mendekatinya.
"Itu kenyataannya kan?"
"Itu dulu,"
"Pasti sekarang juga iya, kan? Buktinya, setelah enam belas tahun kepergian istri kamu, kamu belum juga menikah, tidak mungkin kan, setiap kamu ingin memenuhi kebutuhan biologismu, kamu harus bermain dengan Miss lux, madam giv dan sejenisnya kan?"
"Aku pria setia,"
"Pret, tidak mungkin Zain, jika kamu normal, pasti kamu membutuhkan pawang untuk ularmu itu,"
"Aku bisa melakukannya dengan caraku sendiri,"
Jane memicingkan matanya menatap pada sang sahabat. "Apa kamu suka jajan di luar?" tanya Jane penuh selidik.
"Tentu saja tidak,"
"Terus?"
"Membayangkan istiku,"
"Dan lima jari bermain?"
"Iya, apa salahnya," jawab Zain jujur, karena persahabatan keduanya yang sudah terjalin sangat lama, membuat keduanya tidak malu menceritakan tentang hal yang bisa di bilang intim.
Mendengar jawaban Zain, Jane pun langsung tertawa.
"Ya Tuhan, Zain. Jatuh harga dirimu, sebagai model dan juga aktor papan atas, jika penggemar kamu tahu, idolanya sinting, di dunia ini tidak kekurangan lubang, Zain,"
"Lubang apa?"
"Paralon!" kesal Jane.
Bersambung.....................
Yang ngikutin novel aku, pasti tahu, siapa Zain dan Jane ya guys!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
Erina Munir
gendeng pda.../Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/
2025-01-14
0
Puji Rahayu
su jane nih..mang bener2 yak...
ampuunn dahh...
2023-07-20
0
Puri Naluritasari14
wahh wah wahhh ternyata hazel jodohnya Zain...ga nyangka ternyata bu polisi meninggal setelah melahirkan ya🥺
2023-06-29
0