Wanita yang terpasung

" Apa maksudmu ?" Tanyaku.

Tentu saja aku terkejut atas apa yang di katakan parmyin.

" Kau jangan asal bicara! Katakan dengan benar ! " Bentak Bara sambil menarik kerah baju Parmin.

" Kalian akan di jadikan tumbal malam Jum'at. Dimana akan ada 10 orang yang mati. Termasuk kalian, dan aku. "

" Tumbal apa !! Katakan. !" Emosi Bara tidak tertahan. Pasalnya, Parmin berbicara setengah-setengah. Aku melepaskan tangan barat dari kerah baju Parmin.

" Katakan Pak. Jika kau mengatakannya, aku berjanji kita semua tidak akan mati. " Ucapku pelan.

Parmin malah berlari pergi. Larinya sangat cepat walaupun dia kurus. Kami semua menjadi diam. Tidak berbicara, tidak juga saling menatap.

Hujan turun, angin berhembus kencang dan beberapa kali petir terlihat menyambar.

Hari semakin gelap, arlojiku menunjukan pukul 17:23. Angin kencang, kilat, dan hujan yang deras membuat susana semakin mencekam di tengah tengah lamunanku dan ke empat temanku.

" Kita harus bagaimana ?" Suara Dina yang datar dengan tiba tiba membuyarkan lamunan ku.

" Bagaimana apanya !? Kita sudah terancam mati dan kau masih bisa bertanya bagaimana hah ? " Sahut Ambar dengan emosi.

" Kalau saja kamu tidak berambisi untuk pergi ke sini kita tidak akan jadi seperti ini Mbar. Jangan egois, kita disini karena keinginan kuat mu itu. " Lanjut Dina.

" Diam ! Kita cari jalan keluarnya. Bukan saling menyalahkan, jika saling menyalahkan kita semua salah. Kita pergi berlima dan harus pulang juga berlima. Jaga ego kalian masing-masing! " Bentak Reza.

Aku diam tidak menghiraukan pertengkaran mereka.

" Ini sudah gelap. Kita harus segera kembali ke rumah bu darsih, kalian tenang. Aku akan mencari jalan keluarnya. " Ucapku tenang meski otak ku berfikir keras.

Kami berlima menerjang air hujan yang sudah tidak terlalu deras ini. Kabut semakin tebal, dan dingin.

Kami terus berjalan agar cepat sampai. Untungnya kami mengingat jalanan yang kami lewati waktu bersama parmin.

Setelah sampai kami langsung masuk rumah bu darsih lewat pintu samping. Mataku menatap ruangan kayu kecil itu lagi,

" Temui aku Ningsih " ucapku dalam hati.

Hari yang sudah gelap dan dingin tidak memungkinkan kami untuk mandi, jadi kami hanya berganti pakaian di kamar bergantian.

Sebenarnya aku ingin beristirahat, namun hatiku yang tidak tenang ini membuat mataku tidak bisa terpejam.

Hujan mulai reda. Sedari tadi aku tidak melihat Bu Darsih dan Pak Darman. Kemana mereka ? Ambar dan Dina tertidur pulas, mungkin Bara dan Reza juga sudah tidur.

" Mau kemana Mbar ? " Tanyaku pada Ambar yang tiba tiba berdiri dan berjalan keluar kamar.

" Ke kamar mandi "

" Aku temani ya ? " Tawarku.

" Tidak usah. Kamu istirahat saja, " jawabnya. Dia berjalan keluar kamar.

Perasaan ku tidak enak. Bulu kudukku meremang tinggi. Ku lirik arloji di lenganku sudah pukul 01.00

Aku khawatir dengan Ambar yang pergi sendirian ke kamar mandi. Aku langsung bangun dan keluar kamar untuk melihat Ambar, meninggalkan Dina yang sudah tertidur pulas.

Aku keluar pintu samping yang langsung berhadapan dengan kamar mandi itu. Jaraknya sekitar sepuluh kaki orang dewasa.

Aku menghampiri kamar mandi, pintunya masih tertutup.

Aku terkejut saat sudut mata kananku menangkap seorang wanita berbaju putih panjang sedang berdiri di depan ruangan kayu itu.

"Ningsih ! " Panggilku.

Aku berjalan menghampiri wanita itu. Baru dua langkah, wanita itu tertawa melengking sama seperti suara yang selalu datang di telingaku. Ia tertawa beberapa saat lalu tubuhnya melayang ke atas, dengan cepat tidak terlihat lagi di mataku.

Aku ingin mengejarnya, banyak sekali pertanyaan yang harus aku tanyakan padanya.

" Mbar cepat ! " Aku menghentikan langkahku sebentar di depan kamar mandi dan mengetuk, memperingati Ambar agar cepat keluar dari kamar mandi.

Aku berlari mengikuti arah kemana wanita itu terbang tadi. Ningsih tidak terlihat, tapi suaranya tawa nya masih terdengar menggema. Aku mengikuti kemana arah suara itu, sampai berhenti di sebuah rumah.

Rumah ini tidak terlalu besar. Pasalnya, ukuran rumah di desa ini semuanya sama. Hanya rumah Bu Darsih dan Pak Darman yang besar.

Dari dalam rumah ini terdengar suara jeritan wanita yang seperti sedang melahirkan. Suara teriakannya besar, namun semua pintu bahkan jendela tertutup rapat.

Itu Ningsih!

Ningsih berjalan ke arah belakang rumah itu. Sekarang dia berjalan, tidak lagi melayang seperti tadi. Aku mengikuti Ningsih sampai ke pekarangan belakang, ternyata ada pintu belakang yang terbuka. Sudah pasti Ningsih masuk lewat sini.

Ku dorong sedikit pintu ini lalu masuk.

" Ningsiihh?! "

Terdengar suara teriakan lagi dari arah dalam, aku bergegas untuk masuk. Aku mencari dimana sumber suara tadi berasal.

Suara itu ada di sebuah ruangan tidak terlalu jauh dari pintu yang kumasuki ini, aku berjalan lagi.

Ada sepasang kaki tergeletak dari ruangan lain yang tidak ada pintu nya.

Seorang wanita tua yang juga berpakaian khas adat jawa dengan sebuah topi rajut di kepalanya ini tergeletak, ruangan ini ternyata kamar mandi. Ada banyak darah di lantai kamar mandi berwarna biru muda itu.

Dia pingsan atau mati ??

Otakku kembali berfikir keras. aku berlari masuk ke ruangan tempat tadi aku mendengar suara teriakan.

Di sana ada satu orang laki laki dan satu orang perempuan.

Ningsih menggendong seorang bayi ?

Bayi itu masih telanjang dan penuh darah di tubuhnya, laki laki dan wanita itu menangis.

Bukannya tidak ingin merebut kembali bayinya, tapi posisi tubuh Ningsih dan bayi itu melayang.

" Ningsih hentikan! " Teriakku.

" Jangan ganggu aku dan anakku! " Mata nya melotot ke arahku, sebenarnya apa yang terjadi ??

" Ningsih kembalikan bayi itu kepada bapak dan ibunya, aku sudah berjanji padamu akan membantumu Ningsih. Kau tinggal mengatakan apa yang bisa aku bantu, aku akan membantu mu keluar dari ruangan itu ?! "

*

Flashback on

Sebelum Ambar ke kamar mandi. 

Sepulangnya aku dari gubuk bersama Parmin tadi, aku tidak bisa tidur. Memikirkan banyak hal yang terjadi selama beberapa hari ini. Rasa takut, cemas, dan khawatir menguasai hati dan fikiranku.

" Kebelet pipis lagi. " Umpatku.

Aku berjalan pelan ke arah pintu kamar, tidak ingin mengganggu tidur siapapun. Belum sampai aku meraih gorden yang menutupi kamar yang aku tempati ini, aku mendengar suara dua orang yang sedang berbincang.

Aku memutuskan berdiam di balik gorden dan menguping. Tadinya kufikir itu Reza dan Bara, ternyata itu suara Bu Darsih dan Pak Darman. Aku sedikit mengintip mereka dengan membuat sedikit celah dari gorden.

" Sabar bu, ini baru malam Rabu. " Ucap Pak Darman.

" Bagaimana jika mereka keburu pulang pak, apa bapak tidak memikirkan aku ? "

" Sudah sudah buk. Sabar saja dulu, lebih baik kita temui anak itu. "

Mereka keluar lewat pintu samping, tentu saja aku mengikuti mereka. Arah mereka jelas ke arah ruangan kayu kecil itu. Mereka membuka pintu, masuk lalu menutupnya lagi.

Aku yang sedari tadi berdiri di balik pintu samping berjalan dengan kaki telanjang agar tidak menimbulkan suara. Aku menghampiri bangunan kayu itu, mencari selah untuk mengintip.

Aku baru terfikir, kenapa dari kemarin aku hanya menatap bangunan ini ? Kenapa aku tidak berusaha mencari tahu tentang apa isi di dalamnya ??

Aku mendapat celah kecil, bangunan kayu ini sudah tua. Lubang ini terbentuk bisa jadi karena rayap atau lapuk karena hujan dan panas.

Ku tampalkan wajahku ke kayu ini, membiarkan mataku menjamah ke dalam ruangan walau tidak leluasa.

Aku melihat Pak Darman dan Bu Darsih,.

Apa itu ??

Seorang wanita berambut panjang dengan gaun model lama berwana merah, duduk dengan tangan dan kaki terpasung.

Buk darsih berjongkok di samping gadis itu, mencengkram dagu gadis itu hingga sedikit mendongak ke atas. Wajah nya tidak terlihat karena tertutup rambut panjang yang berantakan.

Siapa dia ? Bukan kah Ningsih bilang ini adalaah rumah nya ? Tapi aku tidak melihat ada orang lain lagi selain Pak Darman, Bu Darsih dan wanita yang terpasung itu.

" Dengar kau anak pembawa sial. Jum'at ini ku harus membayar lagi hutangmu padaku. Dan kau tenang saja, hanya tinggal empat pekan lagi hutangmu padaku akan lunas. " Ucap Bu Darsih lagi.

Bu Darsih yang ku lihat baik ternyata kejam juga. Wajah ayu nya benar benar membuatku tertipu.

Bu Darsih menyingkirkan rambut yang menutupi wajah wanita itu. " Dan yang terakhir nanti, itu adalah kau. "

Wajahnya terbuka, benar benar jelas mataku melihat.

Wanita yang duduk dengan tangan dan kaki terpasung itu Ningsih !!

Terpopuler

Comments

❤️‍🔥ℝ❤️‍🔥

❤️‍🔥ℝ❤️‍🔥

takut v penasaran pngn bca

2024-05-20

0

Putrii Marfuah

Putrii Marfuah

mengerikan

2023-01-24

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!