Pagi-pagi sekali setelah sholat subuh Tari bersiap-siap untuk kembali ke Surabaya untuk bekerja. Sebelum berangkat ke Surabaya Tari menyempatkan diri untuk ke rumah pakdenya dulu yang kebetulan berada di samping rumahnya.
“Assalamualaikum pakde bude”.
Tok..tok..tok...
Beberapa kali Tari mengetuk pintu rumah tersebut belum ada jawaban.Bethari kembali mengucapkan salam.
“Assalamualaikum”.
“Ya Allah susah sekali bangunin mereka”. Ucap Tari dalam hati.
Beberapa saat kemudian pakde datang membukakan pintu.
“Hoam”. pakde masih menguap dan merenggangkan tubuhnya.
“Waalaikumsalam, ada apa pagi-pagi bener ke rumah orang?”.
“Tari ma pamit pakde, mau kembali kerja”. Seraya meraih tangan pakde dan budenya yang kebetulan ikut menyusul ke ruang tamu.
“Mau balik ke Surabaya aja bikin repot, pake bangunin orang segala mana masih ngantuk”. Gerutu bude tanpa memfilter ucapannya.
“Ya Allah pamit salah, gak pamit juga salah katanya sombong, serba salah”. Ucap Tari dalam hati.
Memang benar pepatah mengatakan tepung serbaguna kalau dalam keluarga ini jadi tepung serba salah.
“Ya sdah pakde bude Tari pamit dulu ya”. Seraya mencium tangan kedua pakde dan budenya.
‘He’em hati-hati, jangan boros-boros jadi orang perbanyak menabung benerin tuh genting rumah”.
Aku hanya menganggukkan kepala saja dan berlalu meninggalkan mereka berdua, lama-lama berada di samping mereka bisa hipertensi di usia dini.
***
Sesampainya di Surabaya aku kembali menjalankan aktivitas seperti biasanya. Aku kembali ke kos dulu sebelum berangkat kerja. Hari ini ada meeting penting projek baru yang akan di laksanakan di Bandung. Kemungkinan dalam beberapa bulan yang akan datang aku akan sering ke tugas ke Bandung.
Setelah bersiap dengan memakai kemeja berkerah warna putih yang aku padukan dengan bawahan rok plisket warna marun dengan memakai pasmina warna pink. Tak lupa aku sedikit memoles wajahnya agar terlihat lebih fresh.
Sesampainya di kantor aku lekas menuju lantai tiga tempatku bekerja, sepanjang perjalanan menaiki tangga tampak pekerja yang sedang sibuk hilir mudik naik dari lantai satu ke tiga begitu sebaliknya. Aku lekas menuju meja kerjaku dan memulai aktivitas seperti biasa.
Menjelang makan siang.
“Tari nanti setela istirahat makan siang tolong ke ruangan saya sebentar”. Titah dari sang atasan yang kebetulan sepupu Fitri sahabatnya.
“Baik pak”.
Tari melanjutkan makan siangnya dalam ruangan tersebut dengan menyantap bekal yang dibawa dari kosan tadi, nasi dengan lauk telur dadar dan sambal tomat.
“Makan udah kayak gini masih saja tdi protes suruh hemat”. Ucap Tari dalam hati dengan nelangsa seraya mengunyah makanan yang ada di depannya.
Ya seperti itulah Tari.
Layaknya kehidupannya yang dulu di Jakarta, Tari sedikit membatasi untuk bergaul dengan teman-teman kerjanya. Tari akan menarik diri dari peredaran teman-teman kantor, dia lebih memilih untuk istirahat sendiri menyantap bekal yang ada, dari pada harus ikut dengan teman-temannya yang makan di cafetaria.
Tak jarang dengan sikapnya yang seperti ini sering mendapat gunjingan dari beberapa rekan kerjanya.
“Tari mana mau di ajak makan d luar”.
“Tari itu orangnya pelit sekali sama diri sendiri, mana mau di ajak nongkrong diluar, jajan di depan kantor saja dia tidak mau”.
‘Tari di ajak shoping? Gak mungkin mau, mana mau orang perhitungan banget git”.
“Ah mungkin banyak tanggungan hidupnya”.
Dan masih banyak lagi perkataan yang berseliweran di telinga Tari yang terkadang cukup membuat telinga terasa panas dan gatal.
“Ah biarlah mana tau mereka rasanya menjadi aku”. Ucap Tari dalam hati dan melenggang begitu saja meninggalkan mereka yang masih membicarakan dia.
“Selamat siang pak, ada yang bisa saya bantu”.
Ucap Tari ketika selesai istirahat siang dan lekas menuju ruangan sang atasan.
“Begini Tar untuk beberapa bulan ke depan akan ada peluncuran produk baru dengan segmen pasar mahasiswa. Dari tim research and development menyarankan untuk mengambil sampel di kota Bandung atau Malang kebetulan di sana banyak kampus dan cuacanya dingin”.
“Kalau di sini kan juga banyak mahasiswa dan kebetulan cuaca di sini panas jadi untuk produk kita sdah tidak diragukan lagi penerimaannya, tapi kala di Malang dengan hawa yang dingin apa produk kita masih bisa di terima dengan baik oleh konsumen”.
Pak Randi mejelaskan panjang lebar permasalahan yang ada.
“Jadi kemungkinan mulai minggu depan kita akan sering ke Mang atau Bandung, dan jam kerja kamu akan bertambah lebih dari biasanya. Jadi apa kamu siap”.
“Alhamdulilah”. Ucap Tari seketika.
Pak Randi tampak menatap heran jawaban Tari, biasanya karyawan akan murung jika di suruh untuk bekerja lebih dari jam kerja yang di tentukan tapi tidak dengan Tari dia malah menerima dengan lapang dada bahkan tampak bersyukur sekali.
‘Kenapa Tar?”.
“Tidak papa pak saya bersedia”.
“Baiklah kalau begitu, terima kasih silahkan kembali ke ruangan kamu, nanti saya kabari lagi”.
Tari meninggalkan ruangan itu dengan wajah berseri-seri.
‘’Alhamdulilah bisa buat tambahan tabungan”. doa Tari di depan pintu kelar.
Banar saja atu minggu kemudian Tari bekerja lebih keras dari biasanya, Jika biasanya Tari bekerja delapan jam sehari kini dia bekerja dua belas jam dalam sehari. Tari juga bekerja di hari minggu untuk menemani sang atasan terjun langsung ke Malang tentu saja dengan beberapa anggota tim yang lannya.
Sudah hampir satu bulan seperti ini kerja pagi plang malam, tapi sampai saat ini Tari tak mengeluh sama sekali. Bagi dia ini rezeki titipan yang kuasa untuknya.
***
Di Rumah Ibu Tari.
“Mar kok Tari beberapa minggu ini tidak pernah kelihatan lagi?”. Tanay bude yang sedang menyantap sarapan pagi urap-urap daun pepaya di rumahku.
“Iya mbak Tari sekarang sibuk”. Jawab ibu dengan membereskan beberapa peralatan dapur yang berserakan habis masak.
“Minggu tidak libur tah Mar? Kan deket Surabaya sini masak gak menyempatkan diri untuk pulang jenguk ibu dan mbahnya tersayang”.
“Tari lembur mbak setiap minggunya”.
“Wah lembur terus ya Mar?”. bude kembali menegaskan ucapannya.
“Iya mbak”.
“Wah bisa pinjam uang ini”. ucap bude dalam hati.
“Ingetin Mar suruh banyak-banyak nabung tuh si Tari sekalian suruh lekas benerin gentingnya”.
“Atau gini aja, kamu minta sama Tari suruh kirim uang ke rumah buat benerin genting, nanti biar pakdenya yang aturin tuh mumpung belum hujan besar datang”.
“Begitu ya mbak”.
“Iya Tari kan jarang pulang sekarang, suruh saja dia kirim uangnya biar nanti pakdenya yang bantu ngurusin tuh genting”.
“Kalau belum terkumpul semuanya, suruh kirim seadanya saja uang itu Mar, biar aku bantu bawa. Nanti habis kalau di pegang anak muda”.
Ibu terdiam tampak memikirkan omongan bude tersebut.
“Nanti aku telon Tari dulu ya mbak”,.
“Iya bilangin tuh anak suruh lekas kirim uang, bilang saja di sini kala hujan airnya mask semua”.
“Kala Tari anak yang baik sih pati langsung di kirim uangnya’. Ucap bude dengan nada mencibir.
Bude kembali menikmati ati sarapan yang ada, beberapa saat kemudian anggota penjajah yang lain tampak turut serta hadir meramaikan meja makan tersebut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 178 Episodes
Comments
Dafiyah Dafiyah
duuh thor ayo dong kapan tari bisa bahagianya... kasihan aku jadinya.. gereget sendiri kok ada keluarga kayak begitu
2023-01-30
0