BAB 3 "Candaan Malam"

Malam harinya di Kos-Kosan Cempaka.

Jam 20.00 WIB.

Aku dan Budi setelah shalat Isya tidak pulang dulu ke rumah. Kami berdua nongkrong terlebih dahulu di bawah pohon alpukat yang sudah diberikan tempat untuk nongkrong. Aku dan Budi mulai mengobrol tapi sebelum itu harus ada teman yang menemani. Sahabat setia orang ngobrol yang pasti kopi. Aku menyuruh Budi untuk buatkan kopi, gantian sekarang giliran aku yang minta kopi padanya.

"Bud kaya ana sing kurang. Alah iya kopi Bud, kopi (Bud kaya ada yang kurang. Alah iya kopi Bud, kopi)," ujarku sambil menepuk tanganku agar si Budi mengerti maksudku.

"Ko nyuruh nyong gawek na kopi ceritane gentenan kuwe (kamu nyuruh aku buatkan kopi ceritanya gantian gitu)," sindirnya dengan menyeringai tipis padaku.

"Iya Bud, ana kopi mbok?(iya Bud, ada kopi kan?)," ucapku menanyakan kopi padanya.

"Ya ana leh sit tunggu (ya ada lah, nanti tunggu)," jawabnya.

Budi masuk ke dalam kamarnya dan membuatkan kopi untuk kita berdua. Saat Budi membuatkan kopi untuk teman ngobrol. Bu Kos, yang namanya Bu Las kebetulan banget memberikan sepiring gorengan padaku.

"Lam iki Ibu kebetulan gawe gorengan mendoan. Yah nggo batir ngobrol (Lam ini Ibu kebetulan buat gorengan mendo. Yah buat teman ngobrol) ucap Bu Las sambil memberikan sepiring gorengan tempe mendo padaku.

"Alah matur nuwun sanget Bu, ngerti bae Ibu ne iki (aduh makasih banget Bu, tau aja Ibunya ini)," jawabku seneng sambil tersenyum padanya.

"Ya wis Ibu tak balik lagi, nek entek ngomong wae ning warung esih bera (ya udah Ibu mau balik lagi, kalau habis ngomong wae di warung masih banyak)," pamit Bu Las yang berjalan kembali ke warungnya.

Bu Las selain menjalankan bisnis kos-kosan, dia juga berjualan aneka gorengan tak jauh dari tempat tinggalnya yang juga berada di dalam area kos-kosan.

Bu Las kebetulan tadi pulang kerumah dan kebetulan juga melihat ku dengan si Budi yang hendak nongkrong. Jadi, Bu Las kembali ke warungnya untuk mengambil gorengan sepiring dan diberikan kepada kami.

Si Budi sekarang sudah keluar kamar sambil membawa dua gelas kopi. Ia agak terkejut melihat ku yang sedang mencomot satu gorengan dan hendak dimakan.

"Lam kowe olih gorengan sekang ngendi? (Lam kamu dapat gorengan darimana?)," tanyanya terkejut karena mendapati ku sedang memakan selembar tempe mendo.

"Kuwe Bud akeh, Bu Kos sing aweh meng dewek (itu Lam banyak, Bu Kos yang berikan ke kita)," jawabku sambi menunjukkan mataku ke arah sepiring tempe mendo di bangku.

"Alah kebeneran pisan, ana kopi ana gorengan cocok kuwi (Aduh kebetulan sekali, ada kopi ada gorengan cocok itu)," ucapnya senang sambil menaruh dua gelas kopi ke bangku.

Tiba-tiba saat aku dan Budi menyeruput kopi masing-masing, suara motor bobrok berhenti di depan kami.

"Treng eteng eteng eteng.... " suara motor Supra yang sudah bobrok berhenti tepat didepan kami dengan suara yang nyaring.

"Hei Bro," sapanya.

"Kowe (kamu) Frank," ucap si Budi.

Frank kebetulan sudah tahu kalau aku dan Budi satu Kos-Kosan di jalan Sudirman.

"Berisik temen motormu iku, ngebul maning. Polusi ngerti (berisik banget motormu itu, ngebul juga. Polusi tau)," kataku menegur si Frank yang memang motornya membuat bumi kotor.

"Iya iya maaf," ucapnya lalu mematikan mesin motornya.

"Ya kowe jere wong sugih tapi motore bodol (ya kamu katanya orang kaya tapi motornya rusak)," sindir si Budi padanya.

"Lah anane. Aku be nu nyilih motore kakine (lah adanya. Aku juga ini minjem motornya kakek)," jawab si Frank yang terlihat pasrah.

"Walah udu duwe mu (walah bukan punyamu)," ucap si Budi kaget karena menyadari dirinya ternyata salah paham.

"Iya leh duwe ku nu lagi di servis (iya lah punyaku soalnya lagi di servis)," katanya dengan nada sombong.

"Ya wis ngeneh gabung melu ngopi (ya sudah sini gabung ikutan ngopi)," ajak ku padanya.

"Asyiknya," ucap si Frank senang.

Si Frank turun dari motornya dan bergabung bersama kita.

"Lah endi (mana) kopi ne?" tanyanya heran karena melihat hanya ada dua kopi disana.

"Ya sabar leh dadak gawe (bikin)," jawabku sambil menyeruput kopi milikku.

"Set aku gawe siji maning, (tunggu aku buatkan satu lagi)," suruh si Budi sambil beranjak dari duduknya.

Si Budi kembali lagi membuatkan kopi untuk si Frank.

Kita bertiga sudah kumpul kembali dan mulai bercakap mengenai asal muasal nama kita bertiga ini. Bangku lebar dibawah pohon alpukat yang sangat luas disana kita bertiga duduk. Ditambah dengan kopi dan sepiring gorengan pelengkap ngobrol. Candaan malam siap dimulai.

Cerita diawali dengan asal muasal nama si Budi.

"Bud aku arep takon kowe deneng bisa di arani Budi Utomo kuwe kang ngendi? (Bud aku mau tanya kamu kok bisa di namai Budi Utomo itu darimana?)," tanyaku yang memang penasaran dari awal.

"Iya Bud ceritakan nyong penasaran sama jenengmu (namamu) kok bisa arane (namanya) Budi Utomo," timpal si Frank yang juga penasaran sambil mengambil selebar tempe mendo yang hendak dimakan.

"Ya wis tak ceritakan," jawab si Budi menyetujuinya.

"Kaya kiye dulu Ibuku pas hamil aku katanya, Ibu ku itu seneng (suka) nglihatin gambar pahlawan Budi Utomo. Kebetulan banget Ibuku itu wong (orang) Surabaya, karo (sambil) pandangi gambarnya Ibuku sok gumam 'Nak kowe nek lair kudu kaya bapak Budi Utomo ya' ('Nak kamu kalau lahir harus punya sifat kaya Pak Budi Utomo ya'). Lah kebetulan Ibuku nglahirna ku pas tanggal 10 November kaya hari pahlawan. Dah lah Ibuku jadi namai aku Budi Utomo sing simpel karo kon punya sifat kaya pahlawan aslinya. Kaya kuwe ceritane" jelasnya mengakhiri ceritanya sendiri.

"Oh begitu toh, gara-gara Ibumu ngefans sama Bapak Budi Utomo dadi aran mu melu melu begitu," ucap si Frank menyimpulkan sambil mangut-mangut.

"Iya," jawab si Budi sambil menyeruput kopinya.

"Ibumu bener-bener ati pahlawan, ngidam be gambar pahlawan, ngelahirin mu ya butuh perjuangan kaya pahlawan, hebat Ibumu Bud," ucapku sambil membanggakan Ibunya Budi.

"Lah ko piwe Lam, deneng aran mu Alam kaya Semesta wae?(lah kamu gimana Lam, kenapa namamu Alam seperti semesta saja?)," tanya si Budi yang mulai penasaran dengan namaku.

Sekarang giliran aku yang cerita tentang sejarah namaku.

"Ya gara-gara Ibuku pada (sama) kaya ko (kamu) Bud," jawabku sambil menyeruput kopi ku sebelum memulai cerita.

"Ibumu ngefans karo Alam Mbah Dukun dadi melu jenenge Alam kaya kuwe?(Ibumu ngefans sama Alam Mbah Dukun jadi ikut namanya Alam gitu?)," tebak si Frank asal.

Sontak aku hampir saja tersedak kopi ku sendiri "Udu kaya kuwe frank (bukan seperti itu Frank)," ucapku menyangkal tebakannya. Si Budi juga sedikit tertawa mendengar tebakan asalnya itu.

"Dasar si Frank doyan ngasal, ngeringokna disit mulane (dasar si Frank suka asal, dengerin dulu makanya)," omel si Budi padanya.

"Iya iya aku salah, terus piwe (gimana) sebenere Lam?" ucap si Frank sadar terus bertanya kembali.

"Jadi, ceritanya Ibuku itu pas wektu hamil aku Ibuku itu suka main ke sawah karo (sambil) nunggoni (temani) Bapaku macul (nyangkul)," aku memulai ceritaku.

"Lah Ibuku iku suka ngomong 'Anakku semoga nek lair doyan nglestarikna alam, kon seger dihirup kaya saiki, duwe kanca ya kudu setia kawan ya,' (Anakku semoga kalau lahir suka melestarikan alam, supaya seger kata sekarang, punya teman ya harus setia ya') kata Ibuku dulu. Terus Bapaku jawab 'Ya wis nek lair arane Alam Setiawan wae sing artinya Cinta Alam dan Setia Kawan.' ('Ya dah kalau lahir namanya Alam Setiawan saja yang artinya Cinta alam dan Setia Kawan')," jelasku.

"Ibu semaur 'Apik arane, sepakat ya arane kuwi nek anak kita lair, ya Pak,' ('Bagus namanya, sepakat ya namanya itu kalau anak kita lahir') omong Ibuku. Nah makanya saiki aku lahir karo nama Alam Setiawan. Begitu cerita sejarah aran ku," aku mengakhiri ceritaku dengan cerita yang detail di setiap bagian.

"Wah aku baru tau Alam Setiawan ada singkatannya. Apik kuwi Bapak mu pinter gali namai yah," sekarang giliran si Budi yang memuji orang tuaku.

"Iya mantes awakmu sifate apik jaga alam banget iki toh penyebabe," timpal si Frank yang sudah memperhatikanku dari awal bertemu.

"Ya. Apik mbok (Bagus kan)," ucapku membanggakan diriku ini.

"Iya lah iya, kanca (temen) ku yang setia, semoga benar setia kawan ya," jawab si Budi menimpali ucapanku sambil mengangkat alisnya diakhir kata.

"Mesti leh (pasti lah)," jawabku mengiyakan.

Si Frank malah asyik ngopi dan makan gorengan sambil manggut-manggut mendengar ceritaku dan Budi. memang sesekali dirinya menimpali setiap cerita sambil mengunyah gorengan.

"Dah jangan makan mulu siki giliran mu, ngapa namamu Franky kaya wong luar, padahal jere APA?" suruh si Budi kepadanya sambil bertanya tentang kisah namanya juga.

"Bud maksud mu APA kuwi (itu) apa ya?," tanyaku yang rada-rada bingung dengan pertanyaan si Budi.

"Maksude Budi itu, Anak Purwokerto Asli disingkat ya APA," jawab si Frank menjelaskan.

"Alah dadi mumet (aduh jadi pusing)," ucapku yang masih belum mengerti.

"Gak sah mumet mumet dengarkan ceritaku saja," suruhnya padaku.

"Aku kuwi sebenerne ada campuran karo (sama) darah Papua. Masalahe Bapak ku iku asalnya dari Papua. Ya aku juga APA (Anak Papua Asli)," jelasnya diawal cerita.

Aku hanya mendengarkan cerita si Frank sambil mengangguk rambutku karena agak sedikit bingung dengan singkatan 'APA' itu.

"Makanya nyong (aku) namanya Franky Baskoro, Franky dari nama mburi (belakang) Bapakku sing wong Papua terus Baskoro dari jeneng (nama) mburi Ibuku sing wong Purwokerto. Alhamdulillah saiki wong tua ku semua tinggal di Purwokerto. Begitu," jelasnya lagi.

"Oh mantes kowe mandan ireng rai ne,(pantas kamu sedikit hitam mukanya)," canda si Budi padanya.

Sontak aku yang tadi hanya termenung seketika tertawa mendengar perkataan si Budi.

"Sembarangan ireng kaya awakmu putih Bud Bud,(sembarangan hitam kaya kamu putih saja Bud Bud)," sangkalnya sambil menepuk pundak si Budi.

Si Budi hanya terkekeh mendengarnya sedangkan aku hanya ikut-ikutan tertawa walau masih sedikit tak mengerti.

"Gyeh aku sebenare sedikit gak mudeng (maksud) tapi ya di pikir-pikir kowe memang rada ireng mungkin gara-gara keturunan bapakmu sing wong Papua ya," ucapku menyimpulkan.

"Lah Lam ikut-ikutan ngatain aku ireng (item). Ireng ireng kaya gini banyak duite lan senyumku ini manis toh," jawabnya menyombongkan dirinya sendiri.

"Hue hue hue," seketika aku dan si Budi mual-mual mendengar ucapannya yang pede itu.

"Nyong malah dadi (jadi) enek ngelihatnya," kata si Budi yang merasa jijik dengan ucapannya.

"Iya manis darimana ini baru item item manis, kopi," sambil menyeruput kopiku.

"Seger maning (lagi) hehehe," ucapku lagi sambil tertawa.

Si Budi dan si Frank ikut tertawa terbahak-bahak. Kita bertiga jadi tertawa bersama memenuhi suasana malam.

"Jam pira iki ngesuk esih ana jadwal maning mbok?(jam berapa sekarang besok masih ada jadwal lagi kan?)," tanyaku yang terkejut karena melihat hari makin larut saja.

"Lah masih awal baru jam 9 nanti dulu lah," jawab si Budi yang menghasut ku untuk tidak mengakhiri candaan ini

"Tapi kopine entong mbok (kopinya habis kan)," ucapku.

"Lah Lam habis ya bikin lagi, kopi banyak koh" kata si Frank membujuk ku.

"Sini aku siap buat, nanti ngelanjut ngobrol lagi. Ada yang mau ku ceritakan pada kalian," si Budi unjuk tangan sambil memunguti gelas kopi dan ganti yang baru. Si Budi sudah seperti pelayan saja hehehe.

...🍃🍃🍃🍃🍃🍃...

Lanjut Cerita....

Kopi ada, gorengan tinggal separo nanggung kan. Lanjut ngobrol lagi. Mata juga masih seger gara-gara kopi. Lengkap sudah kan.

Si Budi sudah kembali membawa tiga cangkir kopi menggunakan nampan. Si Budi duduk kembali dan langsung mulai pembicaraan.

"Nyong rep takon Mas Kris seneng apa karo Mba Lili? (aku mau tanya Mas Kris naksir apa sama Mba Lili?)," tanyanya seketika yang membuat aku dan si Frank terkejut.

"Alah ko olih gosip kang ngendi Bud?(aduh kamu dapat gosip darimana Bud?)," jawabku tidak percaya.

"Udu gosip, menurutku tok. Perhatikna mau pas kita nandur wit, nyong ngelihat Mas Kris karo Mba Lili pada mesem-mesem dewek. Mas Kris bahkan ra ketok galak pas deketnya Mba Lili," jelasnya mendeskripsikan keadaan.

"Iya yah jangan-jangan ada apa-apa ini," timpalku menebak.

Si Frank yang dari tadi diam mulai berbicara "Tapi nyong gak setuju," ucapnya mengutarakan pendapat yang berbeda.

"Ngapa (kenapa) sih Frank?" tanyaku penasaran dengan jawabannya.

"Nyong sebenere mandan (sedikit) naksir karo Mba Lili," jawabnya sambil mesem-mesem sendiri.

Aku dan Budi yang sedang meminum kopi masing-masing sontak langsung tersedak mendengar pengakuan itu.

"Uhuk uhuk uhuk," aku dan Budi batuk bersamaan.

"Lah ngapa keselek salah pa kalau nyong suka?" tanyanya karena meragukan ku dan si Budi.

"Gak salah sih cuma nyong rasa kaget," jawabku.

"Gyeh Frank aku takut nek Mba Lili kuwe ra nerima ko," ucap si Budi meremehkannya.

"Iya nek ditolak aja sedih ya. Ikhlas na," timpal ku yang malah ikut ikutan meledeknya.

"Halah kata kanca malah gak dukung piye sih. Nyong balik lah kalau begitu," ucapnya marah pada ku dan si Budi sambil beranjak untuk pulang.

"Lah aja kesuh kita hanya canda tok," membujuk si Budi padanya.

"Dah duduk lagi gak usah kesuh. Lihat aja nanti," ucapku yang ikut membujuknya.

"Iya masa Mba Lili gak ngelihat rupaku sing ganteng ini, mesti kesemsem apalagi ditambah senyumanku iki," timpalnya yang membuat kita berdua merasa jijik kembali padanya ditambah dengan membuat senyuman di akhir kata.

"Hih hih pede temen," ucap aku dan si Budi berbarengan.

"Ya belih leh," katanya.

"Lah nyong sih mau pas lagi nandur wit weruh cah bule awake putih banget kaya glepung (aku sih tadi pas lagi nanam pohon lihat bule tubuhnya putih seperti tepung aci)," ucapku memberi tahu pada mereka apa yang baru saja ku lihat tadi pagi.

"Alah kudu kenalan ini," pikir si Budi sambil senyum-senyum.

"Bud wong bule gak doyan cah ndeso kaya mu," canda si Frank sambil mengejeknya.

"Aja (jangan) Bud orangnya jorokan masa sampah aja gak di guang malah di biarkan, malah jadi aku yang buang ke tempatnya" ucapku melarangnya karena tadi sore melihatnya membuang tisu bekas lap keringatnya tak dibuang dan si tinggalkan begitu saja.

"Ya biarlah di berita juga akeh (banyak)," bantahnya.

"Tapi ra teyeng (bisa) jaga kebersihan kamu mau sih," ucap si Frank yang juga menghalangi untuk menyukai bocah bule itu

"Ya jor na nyong sing bakal nglatih kon jaga kebersihan (ya biarkan bakal aku latih supaya bisa jaga kebersihan)," ucapnya tetep kuat pendirian tidak goyah samasekali.

"Dasar ngeyel," ucap si Frank kesal.

"Heh cah sebenarnya itu mah tergantung nasib," ucapku memberi tahu bahwa jodoh itu tergantung nasib diatas.

"Bener Lam bener itu," kata si Budi membenarkan perkataan ku.

...🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂...

Jam 21.30 sudah berlalu tapi kami bertiga masih ada saja bahan omongan yang di bicarakan. Sampai Bu Las pulang kami masih saja nongkrong.

"Bu, sampun tutup pa? (Bu, udah tutup apa?)," tanyaku yang melihat Bu Las yang kembali dengan menenteng keranjang dagangannya.

"Nggih, kowe pada rung rampung gali ngobrol? (iya, kalian semua belum selesai ngobrolnya)," jawabnya berbalik tanya pada kami.

"Urung esih asyik Bu e (belum masih asyik Bu)," jawab si Budi mewakili.

Bu Las menghampiri kami bertiga dan memberikan sekotak makanannya. "Oh.. Yah martabak lewihan," Bu kos kembali memberikan makanannya pada kami.

"Alah gak usah Bu, tapi sering-sering lah hehehe," ucap si Budi yang menerima martabak Bu Kos.

"Dasar kowe, malah ngelunjak," ucap Bu Las geregetan sampai ingin memukul si Budi. Si Budi seketika tersenyum padanya yang membuat dirinya tak jadi memukul.

"Yah habisin" suruhnya menekankan perkataannya karena greget dengan tingkah si Budi.

"Nggih Bu matursuwun (iya Bu makasih)," ucap kami bertiga senang.

"Ya wis Ibu tak balik, aja kewengen (ya sudah Ibu mau pulang, jangan kemalaman)," pamit Bu las sambil berpesan pada kami bertiga.

"Iya Bu siap," jawab kami bertiga sambil memberikan hormat padanya.

Bu Las berjalan pergi meninggalkan kami bertiga untuk pulang ke rumahnya.

"Matur nuwun (terimakasih)," teriakku mengucapkan terimakasih kembali padanya.

Kita bertiga akhirnya tambah semangat untuk ngobrol kembali.

Sekarang aku yang memulai percakapan di candaan malam ini.

"Kalian niat e mau masuk jurusan apa? Nyong tah wingi daftarnya jurusan MIPA," tanyaku karena penasaran dengan jurusan yang diambil oleh kedua temanku ini.

"Pada Lam aku juga," jawab si Budi menimpali.

"Lah samaan lagi, kita bertiga jodoh berteman apa ya?" ujar si Frank yang merasa nasib kita memang dipertemukan.

"Iya si Clara karo (sama) Sinta masuk jurusan apa katanya?" tanyaku yang juga penasaran dengan kedua teman cewek ku.

"Kae cah loro mbuh aku ra ngerti durung takon (itu anak dua tak tau aku belum tanya)," jawab si Frank tak tahu.

"Ternyata murid sing (yang) masuk Unsoed banyak yah," pikir si Budi tiba-tiba.

"Iya sampe wong (orang) luar juga ada," timpalku.

"Ya contoh e bocah bule tadi pagi sing putih," ucapku menambahkan.

"Sekolah hebat ya, gak disangka kita pada bisa sekolah di sana," kata si Frank sambil membanggakan kampus Unsoed.

"Iya bersyukur banget nyong," timpalku lagi.

"Oh ya Bud kata Ibuku aku kon (supaya) ngajak kalian dolan (main) ke rumahku kapan-kapan," ucapku menyampaikan pesan Ibuku padanya.

"Ibumu ngomong kaya kuwi (begitu), jadi gak sabar. Kapan ya?" katanya seneng sambil memikirkan waktu yang pas untuk berkunjung ke rumahku.

"Paling nek (kalau) liburan, aku melu (ikut) ya," usul si Frank menjawab sambil unjuk diri untuk ikut berkunjung ke rumahku.

"Iya ya, tapi ya gak tau engko (nanti)," jawabku.

"Kira-kira ngesuk (besok) kita kegiatan ne ap ya?" aku mengubah topik pembicaraan.

"Mbuh deleng wae sesuk (gak tau lihat saja besok)," jawab si Budi.

"Jam berapa saiki (sekarang)?" tanyaku yang ingat waktu.

"Lah gak kerasa mau jam sewelas (sebelas)," jawab si Budi melihat jam di tangannya.

"Udahan pa dah malem," usulku untuk mengakhiri candaan malam ini.

"Iya lah, dah malem juga. Ya wis aku tak balik (pulang) ya," jawab si Frank sambil berpamitan pulang.

"Nanti dulu sebelum balik aku rep takon (tanya), kowe apa gak wedi (takut) pake motor bodol begitu?", ucapku menghentikan si Frank yang sudah akan menyalakan mesin motornya.

"Wedi karo (takut sama) apa Lam?" tanyanya.

"Polisi leh, kalau kedikep (ketangkap) gimana?," jawabku sambil bertanya lagi.

"Tenang wae aku gak jog (lewat) Prapatan aku lewat e dalan (jalan) setapak," jawabnya kembali.

"Ooo oh ya syukur," ucapku lega.

"Dasar e iki motor cok digawa kaki ku ngalas, (dasarnya ini motor sering di bawa kekek ku ke hutan)," jelasnya lagi.

"Oh kaya kuwe (begitu)," ucapku mengerti.

"Heh nanti malem Minggu main yuh meng (ke) Alun-Alun Pwt," usul si Frank tiba-tiba pada kita berdua

"Ya kena aku rung tau ngambah (ya boleh aku belum pernah ke sana)," jawabku menyetujui.

"Asyik kuwi mesti akeh wong ayu (asyik itu pasti banyak orang cantik)," timpal si Budi seneng.

"Arep (mau) cari jodoh pa?" tanya si Frank padanya.

"Ya mbok menawa ana sing gelem (ya kan kalau ada yang mau)," jawabnya.

"Iya lah Bud," jawabku mengiyakan perkataannya.

"Janji ya, tak samperin mengko (nanti) kalau gak dateng," ucap si Frank memberikan janji pada aku dan si Budi.

"Iya iya," jawab kita berdua menurut sambil mangut-mangut.

"Wis bali sana mbok (takut) kemalaman besok masih ana OSPEK lagi mbok (kan)," suruhku padanya karena hari semakin malam saja.

"Ya dah aku balik. Suwun (makasih) ya ," pamitnya lagi.

"Iya," jawabku dan si Budi berbarengan.

Si Frank mulai menyalakan motor bobroknya yang berisik.

"Treng eteng eteng eteng.....," si Frank menyalakan mesin motornya.

"Dah.... ngesuk maning (besok lagi)," ucapnya sambil mengangkat tangan lalu meluncur ke jalan.

Si Frank pergi dan hanya meninggalkan bekas asap knalpot yang lebat. Sampai aku dan Budi terbatuk-batuk.

"Jan si Frank motore polusi temen (ih si Frank motornya polisi banget)," ucapku heran.

"Iya Lam ngebul kabeh, berisiki tanggane pula (iya lam ngebul semua, bikin berisik tetangga)," timpalnya.

"Deleng rasa martabak iki bisa-bisa berubah rasa dadi rasa knalpot kie (lihat rasa martabak ini bisa-bisa berubah jadi rasa knalpot ini)," canda si Budi lagi.

"Iya Bud hehehe. Wis lah balik dah..(iya Bud hehehe. Dah lah pulang dadah)," pamit ku setelah tertawa sambil mengangkat tanganku.

"Heh Lam deneng balik kiye sapa sing ngrewangi nyong (heh Lam kok pulang ini siapa yang bantuin aku)," ucapnya terkejut karena melihatku sudah pergi berjalan. Si Budi jadi bingung sendiri sekarang.

"Lah aku wis ngantuk, atis dasar e (lah aku sudah ngantuk, dingin juga)," teriakku.

Aku memberikan alasan yang memang diriku sudah ngantuk dan suasana malam yang tampak dingin. Aku juga menaikan sarung yang ku kenakan keatas agar menutupi seluruh tubuhku.

"Jere setia kawan lah iki apa?(katanya setia kawan lah ini apa?)," omelnya sambil berteriak padaku.

"Setia kawanku prei disit, kesuwun Bud. Maaf (setia kawan ku libur dulu, makasih Bud. Maaf)," jawabku yang juga berteriak supaya terdengar olehnya.

"Halah dasar," omelnya lagi mulai kesal.

Si Budi terpaksa membereskan sisa-sisa makanan dan minuman sendirian. Karena jam yang sudah larut, ia jadi merinding sendiri karena suasana sudah berubah sepi. Angin malam juga menyambar dirinya yang sedang membereskan bangku tongkrongan sendirian.

"Hih deneng merinding (hih kok merinding)," gumamnya. Ia dengan cepat membersihkan sisa makanannya lalu langsung masuk kedalam.

Sedangkan aku sekarang sudah berada dikamar ku dan hendak pergi ke kamar mandi untuk bersih-bersih.

"Waregee (Kenyang nyaa)," ucapku sambil berjalan kearah kamar mandi dengan memegangi perutku.

Aku pergi ke kamar mandi bersih-bersih terus tidur. Waktu menunjukkan pukul 23.15 aku mulai tidur untuk hari esok.

Malam yang indah dan mengenyangkan bukan. Candaan malam bersama teman tersayang maksudnya terdekat. Asyiknya tertawa bersama riang tak tertandingi. Ini yang dinamakan perut kenyang hati bahagia.

Bersambung..........🍃🍃🍃

Notice : Ini hanya sekedar selingan cerita ✌️

Terpopuler

Comments

🥀⃟ʙʟᴀᴄᴋʀᴏsᴇ

🥀⃟ʙʟᴀᴄᴋʀᴏsᴇ

aduh kang, kopi yaa, mudah²an budi ngerti

2023-10-05

0

🍒⃞⃟🦅🥑⃟kolorijo𝐕⃝⃟🏴‍☠️

🍒⃞⃟🦅🥑⃟kolorijo𝐕⃝⃟🏴‍☠️

trnyta belibett ya bcanya 😁✌🏿🤘🏿

2023-09-23

0

𝓐𝔂⃝❥Ŝŵȅȩtŷ⍲᱅Đĕℝëe

𝓐𝔂⃝❥Ŝŵȅȩtŷ⍲᱅Đĕℝëe

Duh enak nih, ngopi di bawah pohon. Sama pisang goreng enak juga 🤭

2023-07-08

1

lihat semua
Episodes
1 BAB 1 "Pengenalan Tokoh dan Awal Pertemanan"
2 BAB 2 "Ketemu Senior Galak"
3 BAB 3 "Candaan Malam"
4 BAB 4 "Musuh Alam Mulai Muncul"
5 BAB 5 "Ndaftar UKM"
6 BAB 6 "Weladalah! Ada Aja Masalahnya"
7 BAB 7 "Malam Minggu"
8 BAB 8 "Jiwa Para Penjelajah"
9 BAB 9 "Akar Permasalahan Lingkungan"
10 BAB 10 "Kunjungan Desa Kranji"
11 BAB 11 "Perencanaan Bank Sampah"
12 Bab 12 "Warga Desa Mulai Aktif Mengumpulkan Sampahnya"
13 BAB 13 "Buat Dan Jual"
14 BAB 14 "STOP! Penebangan Liar"
15 BAB 15 "Hemat Listrik Dan Air Itu Penting"
16 BAB 16 "Kondisi Bumi Kita"
17 BAB 17 "Alam Di Landa Kebingungan"
18 BAB 18 "Marah Budi Padaku"
19 BAB 19 "Budi Dan Aku Baikan"
20 BAB 20 "Si Samsul Potek Ati dan Datangnya Saudara Onel"
21 BAB 21 "Liburan Semester"
22 BAB 22 "Kebakaran Hutan Pinus"
23 BAB 23 "Reboisasi"
24 BAB 24 "Kabar Angin Si Samsul Keluar Negeri"
25 BAB 25 "Badrol Si Perusuh Baru"
26 BAB 26 "Hari Bumi Sedunia"
27 BAB 27 "Camping"
28 BAB 28 "Prank Ala Frank dan Apesnya Geng Badrol"
29 BAB 29 "Gimana kabar Samsul???"
30 BAB 30 "Tugas Dadakan Ke Luar Kota"
31 BAB 31 "Memulai Kegiatan"
32 BAB 32 "Bank Sampah Diaktifkan Warga Protes"
33 Bab 33 "Balik Ke PWT"
34 BAB 34 "Bang Kris x Mba Lili"
35 BAB 35 "Frank Ditolak"
36 Bab 36 "Samsul Ikut Komunitas Pecinta Alam Di Singapura"
37 BAB 37 "Bang Kris dan Mba Lili Terciduk Lagi"
38 BAB 38 "Frank Sembuh Dari Patah Hati"
Episodes

Updated 38 Episodes

1
BAB 1 "Pengenalan Tokoh dan Awal Pertemanan"
2
BAB 2 "Ketemu Senior Galak"
3
BAB 3 "Candaan Malam"
4
BAB 4 "Musuh Alam Mulai Muncul"
5
BAB 5 "Ndaftar UKM"
6
BAB 6 "Weladalah! Ada Aja Masalahnya"
7
BAB 7 "Malam Minggu"
8
BAB 8 "Jiwa Para Penjelajah"
9
BAB 9 "Akar Permasalahan Lingkungan"
10
BAB 10 "Kunjungan Desa Kranji"
11
BAB 11 "Perencanaan Bank Sampah"
12
Bab 12 "Warga Desa Mulai Aktif Mengumpulkan Sampahnya"
13
BAB 13 "Buat Dan Jual"
14
BAB 14 "STOP! Penebangan Liar"
15
BAB 15 "Hemat Listrik Dan Air Itu Penting"
16
BAB 16 "Kondisi Bumi Kita"
17
BAB 17 "Alam Di Landa Kebingungan"
18
BAB 18 "Marah Budi Padaku"
19
BAB 19 "Budi Dan Aku Baikan"
20
BAB 20 "Si Samsul Potek Ati dan Datangnya Saudara Onel"
21
BAB 21 "Liburan Semester"
22
BAB 22 "Kebakaran Hutan Pinus"
23
BAB 23 "Reboisasi"
24
BAB 24 "Kabar Angin Si Samsul Keluar Negeri"
25
BAB 25 "Badrol Si Perusuh Baru"
26
BAB 26 "Hari Bumi Sedunia"
27
BAB 27 "Camping"
28
BAB 28 "Prank Ala Frank dan Apesnya Geng Badrol"
29
BAB 29 "Gimana kabar Samsul???"
30
BAB 30 "Tugas Dadakan Ke Luar Kota"
31
BAB 31 "Memulai Kegiatan"
32
BAB 32 "Bank Sampah Diaktifkan Warga Protes"
33
Bab 33 "Balik Ke PWT"
34
BAB 34 "Bang Kris x Mba Lili"
35
BAB 35 "Frank Ditolak"
36
Bab 36 "Samsul Ikut Komunitas Pecinta Alam Di Singapura"
37
BAB 37 "Bang Kris dan Mba Lili Terciduk Lagi"
38
BAB 38 "Frank Sembuh Dari Patah Hati"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!