BUMI KITA
Ini adalah sebuah cerita kami sekelompok komunitas penjaga bumi dari Universitas Jendral Sudirman Purwokerto. Tugas kami sudah pasti menjaga dan melindungi bumi agar tetap aman dari hal-hal yang dapat merusak didalamnya. Dan sekarang kami sedang membersihkan sungai Kranji yang ada di Desa Kranji Purwokerto, Jawa tengah.
Sungai ini banyak sekali sampah yang tersebar diberbagai area sungai dan sekarang aku akan memperkenalkan kalian pada teman-temanku yang sedang membersihkan sampah sungai.
Yang sedang merekam disana namanya Budi Utomo. Namanya agak unik ya seperti Pahlawan Nasional. Sifatnya pun seperti pahlawan dan sering menggunakan bahasa gaul jika sedang siaran. Ia berasal dari desa Ajibarang tidak jauh dari daerah asalku.
"Hay guys bertemu lagi dengan si Budi sang pahlawan bumi. Ini sekarang kita lagi ada di kali sing bahasa Indonesia ne sungai..... Engko disit aku takon," ucapnya menghentikan siarannya dulu.
"Heh Lam, jeneng e apa yah sungai iki?(heh Lam namanya apa ya sungai ini?)," tanyanya padaku.
Ya namaku Alam Setiawan. Orang sederhana dari Desa Cikakak, lulusan SMA Negeri Wangon yang mendapat beasiswa di Universitas Jenderal Soedirman. Budi adalah teman pertamaku di Kampus.
"Sungai Kranji Bud." sahutku memberi tahu sambil mengambil sampah dan memasukkannya ke kantong kresek.
"Ya Sungai Kranji di Desa Kranji mestinya," Budi melanjutkan tugasnya merekam kembali.
"Hih Frank, cacing. Jangan diambil ya," ucap gadis berambut panjang memohon pada temannya. Dengan perasaan jijik ia melihati cacing yang akan di ambil oleh temannya.
Cewek dengan rambut panjang terurai itu, yang membuat aura cantiknya keluar. Namanya adalah Clara Puspita sering dipanggil Clara. Dia cewek yang tak suka kotor tapi masih ikut bergabung dan hewan paling ditakutinya adalah cacing. Asal dia dari Brebes.
"Frank aja Frank... FRANKY..." Clara berteriak kenceng gara-gara takut dengan hewan melata itu.
Sedangkan bocah yang iseng kepada Clara namanya adalah Frangky Baskoro dan sering dipanggil Frank. Anak orang kaya yang mau ikut kotoran-kotoran bersama kami. Dan ia anak Purwokerto asli. Jahil itu sifat kepribadiannya.
"Heh Frank, ko ya udah tahu si Clara wedi, takut masih wae di weden wedeni tak geplak ko (heh Frank, kamu ya udah tau si Clara takut masih aja kamu takut-takuti tak pukul kamu)," bela teman Clara sambil memarahinya.
Ya teman Clara itu namanya Sinta Permatasari dia satu kota dengannya tapi beda kecamatan. Dan teman setianya si Clara. Cewek pemberani yang sering di kuncir satu ini berbeda sifat dengan si Clara. Ia bahkan tak takut dengan hewan apapun.
"Hi serem. Iya aku buang," ucap si Frank nurut.
"Weh cepetan bersihin malah asyik main," teriak seseorang.
Suara keluar dari atas jembatan. Ya itu adalah senior kami disekolah plus ketua komunitas ini. Namanya Kris Mardiana dan sering dipanggil Abang Kris oleh kami. Ia datang mengecek kegiatan kami sehabis dirinya berbicara dengan ketua RT. Bang Kris orangnya tegas dan sedikit menakutkan. Tapi walau begitu kami selalu menghormatinya dan kadang bercanda dengannya. Lupa aku! Bang Kris ini asalnya dari Yogyakarta serta orang yang mendirikan komunitas penjaga bumi ini ya.
"Iya Bang," sahutku.
"Weh udah. Lanjut na, Bang Kris wis ngomel-ngomel (Weh udah. Lanjutkan Bang Kris sudah marah-marah)," kataku menyuruh teman-teman.
"Iya Lam aku dah selesai sampahnya banyak banget yoh," lapor Franky padaku.
"Nah maka dari itu, kita harus jaga alam yoh Lam," ucap Sinta padaku.
"Bener Sin," kataku mengiyakan.
"Lam tadi si Frank nakal," adu Clara padaku sambil berteriak.
"Tapi tenang udah di geplak sinta," teriaknya memberi tahu.
Budi juga menghentikan siarannya.
"Sampai disini jumpa lagi," ucapnya mengakhiri siarannya.
"Weh....." Suara orang entah darimana mengangetkan kami kembali. Aku dan lainnya menengok ke sumber suara. Terlihat ada dua orang sedang berjalan mendatangi kami. Berhenti dulu lanjut di episode berikutnya nanti.
Ok itulah perkenalan sekilas tentang kami. Dan sekarang cerita awal kami bertemu dan bertaman dan juga penyebab ku masuk ke komunitas ini.
Lets Begins.... (Halah sok Inggris)
...🌿🌿🌿🌿🌿🌿...
'SELAMAT DATANG MAHASISWA BARU DI UNIVERSITAS JENDERAL SUDIRMAN PURWOKERTO TAHUN AJARAN 2022
Soedirman Student Summit 2022 '
Papan nama besar menyambut ku dan seluruh mahasiswa baru di pintu masuk kampus.
Aku berlari dengan cepat untuk mengikuti OSPEK pertama kuliah. Seperti dikatakan diawal aku lulusan SMA N Wangon. Alhamdulillah sekali karena aku pintar aku mendapatkan beasiswa untuk sekolah disini.
Tiba-tiba aku menabrak seseorang teman yang sedang mundur-mundur sambil ng vlog.
"Aduh kepriwe sih (aduh gimana sih?)," omelnya marah padaku.
"Maaf maaf ra sengaja (maaf maaf tak sengaja)," kataku sambil merapatkan kedua tanganku.
"Iya iya lagian buru-buru banget," ucapnya memaafkan ku sambil menurunkan tongsis ya.
"Lah kok disini mbok kumpul ning halaman (lah kok disini kan kumpul di halaman)," aku kaget sadar kalau teman itu juga mahasiswa baru.
"Lah aku kelalen (aku lupa)," celetuknya sambil menepuk dahinya.
"Hayu bareng," ajak ku.
"Iya iya jeneng mu sapa? Kenalan disit (iya iya namamu siapa? Kenalan dulu)," tanyanya menyuruhku berkenalan.
"Jenengku Alam Setiawan celuk wae Alam, (jenengku Alam Setiawan panggil saja Alam)," kataku perkenalkan diri sambil menjabat tangannya.
"Lah jenenge Alam, (lah namanya Alam),". Mahasiswa baru itu terkejut mendengar namaku. "Ra papa kenal na jenengku Budi Utomo, (tak pa kenalkan namaku Budi Utomo)," ucapnya memaafkan ku lalu memperkenalkan dirinya.
Sontak aku juga sedikit tertawa mendengar nama panjangnya.
"Ngapa ngguyu, ana sing salah karo jenengku? (napa ketawa, apa ada yang salah dengan namaku?)," protesnya.
"Oro ora jenengmu unik ya tapi apik koh, (tidak tidak namamu unik ya tapi bagus kok)," jawabku yang masih sedikit tertawa.
"Wis hayu koh. Wis telat mbok, (udah ayolah. Dah telat kan)," ajak si Budi padaku.
Aku dan Budi berlari ke halaman. Untung saja belum dimulai dan masih menunggu sesuatu. Lagipula juga tampak mereka yang sama seperti ku seorang mahasiswa baru masih mengobrol dengan teman disebelahnya.
"Huh untung bae rung keri (huh untung saja belum terlambat)," kataku lega.
"Iya Lam, untung bae. Nyong wis deg degan (iya Lam, untung saja. Aku dah deg-degan)," ucapnya sambil ngos-ngosan.
Aku dan Budi langsung ikut berbaris mengikuti yang lainnya.
"Nungguin apa ya?" tanyaku sedikit heran.
"Katanya lagi nunggu Pak Ganjar," cewek cantik berambut panjang terurai di sebelahku memberi tahu.
"Oalah Pak Gubernur datang toh," kataku mengerti.
Budi melihat kearah cewek itu "Ayu tenan sapa jenenge?(cantik sekali siapa namanya?)," Budi terlihat kagum dengan paras cantik cewek itu hingga menggoda dan bertanya padanya.
"Hush sembarangan takon aran (hush sembarangan tanya nama)," aku menegur Budi dengan senggolan sikuku.
"Tidak apa, namaku Clara Puspita panggil wae Clara. Asalku dari kota Brebes," ucapnya memperkenalkan diri.
"Weh pada karo ku (wih sama kaya ku)," Gadis kuncir satu menimpalinya dari belakang.
"Kamu dari Brebes juga," kata Clara terkejut tak menduganya.
"Iya iya kenalkan jenengku Sinta Permata ora takut karo apapun (iya iya kenalkan namaku Sinta Permata tak takut dengan apapun)," ucapnya memperkenalkan sifatnya yang pemberani sambil menjabat tangan Clara.
"Heh bocah ganteng sing duaan wae sapa jenenge?(heh bocah ganteng yang berduaan saja siapa namanya?)," panggilnya sambil bertanya yang mengarah padaku dan Budi.
"Weh Lam aku di panggil ganteng," kata Budi kegirangan karena panggilannya.
Sambil menjabat tangan Sinta aku memperkenalkan diriku. "Jenengku Alam Setiawan celuk wae Alam (namaku Alam Setiawan panggil saja Alam)," kataku.
"Aku aku Lam," kata Budi padaku tak sabar sambil menyingkirkan diriku.
"Sabar jan (sabar lah)," ucapku sambil geleng-geleng.
"Aku jenengku Budi Utomo, di celuk Budi (aku namaku Budi Utomo, di panggil Budi)," ucapnya tak sabar memperkenalkan diri juga.
Sontak Clara dan Sinta tertawa terbahak-bahak mendengar nama panjangnya.
"Sin namanya lucu ya ," ucap Clara memberi tahu sambil tertawa.
"Heh Bud itu aran dawa mu?(heh Bud itu nama panjang mu?)," tanya Sinta yang juga tertawa terbahak-bahak.
"Lah ngapa pada gemuyu miki si Alam ya gguyu koh kiye maning (lah napa pada ketawa tadi si Alam ya juga ketawa, kok ini lagi)," katanya heran dengan namanya sendiri.
Clara dan Sinta masih saja tertawa sampai terpingkal-pingkal.
Tiba-tiba seseorang mengagetkanku dari belakang Budi sambil tertawa. Entah darimana mana asal cowok itu.
"Lah aran mu kaya pahlawan sekang Surabaya. Keren (lah namamu kaya pahlawan dari Surabaya)," katanya sambil tertawa dan mengacungkan jempolnya.
"Sapa sih ko? melu-melu wae (siapa sih kamu? Ikut-ikutan saja)," tanya Budi sedikit kesal.
"Nyong..? (Aku..?)," ucap mahasiswa tadi menunjuk dirinya.
"Iya," jawab Budi ketus.
"Wis lah nyong kenal na wae namaku Franky Baskoro bocah Purwokerto asli (dah lah aku kenalkan saja namaku Franky Baskoro Anak Purwokerto asli)," ucapnya memperkenalkan dirinya pada kami.
"Ko ko pada sekang ngendi? Nyong pengin ngerti (kalian semua dari mana? Aku mau tau)," tanyanya.
"Tambah arane ya (tambah namanya ya)," pintanya pula.
"Nyong sekang Ajibarang jenengku lah wis ngerti mbok (aku dari Ajibarang namaku lah udah tau kan)," ucap Budi yang tak menyebutkan namanya lagi.
"Nek aku sekang Desa Cikakak Kec Wangon aran ku Alam Setiawan (kalau aku dari Desa Cikakak Kec Wangon namaku Alam Setiawan)," kataku memperkenalkan sambil memberi tahu daerah asalku dan juga namaku.
"Aku ngerti desamu sing akeh ketek e mbok? (aku ngerti desamu yang banyak monyetnya kan?)," tebak si Frank padaku.
"Lah terkenal ya desaku," pikirku tak menyangka kalau desaku terkenal.
"Kuwe cah loro ayu sekang ngendi asale? Karo jenenge sapa?(itu berdua yang cantik dari mana asalnya? Sama namanya siapa?)," tanyanya lagi merujuk pada Clara dan Sinta.
"Aku Clara dari Brebes," jawab Clara memperkenalkan diri.
"Aku Sinta, pada tapi beda kecamatan," timpalnya sambil mengangkat tangannya.
"Oh ya ya salam kenal semoga dadi kanca sing apik kita ya (oh ya ya salam kenal semoga bisa jadi teman yang baik kita ya)," ucap Frank pada kami berempat.
"Heh kae apa Pak Gubernur wis teka (heh itu apa pak Gubernur sudah datang)," ucapku memberi tahu teman-teman.
"Gagian baris maning (cepatan baris lagi)," suruh Franky pada kami.
Aku berbaris didepan Budi. Sedangkan Clara dan Sinta dibarisan sampingku dan di depanku si Frank.
Pak Gubernur Banyumas, Ganjar Pranowo ternyata hadir menjadi pembicara pada rangkaian mahasiswa baru.
“Soedirman Student Summit 2022” Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Selasa, 9 Agustus. Bapak Ganjar disambut ribuan mahasiswa baru Unsoed. Hadir juga Rektor bersama para Wakil Rektor, dan juga Bupati Banyumas.
Dihadapan 5.800 mahasiswa baru, Pak Ganjar mengawali penyampaian materi dengan berdialog dengan mahasiswa baru, yang salah satunya adalah mahasiswa dari Papua. Pak Ganjar pun bercerita ketika ia berkunjung saat PON Papua 2022 dan melihat anak anak papua menyanyi. Seketika ganjar mendaulat beberapa mahasiswa asal papua untuk bernyanyi, dan mereka pun kompak bernyanyi daerahnya.
"Lah ana wong Papua toh jauh ya," bisik Budi padaku dari belakang.
"Iya Bud hayu ikut nyanyi hafal mbok," ajak ku menyuruhnya ikut bernyanyi.
"Iyalah," jawabnya.
Aku dan Budi bersama mahasiswa baru lainnya bernyanyi lagu Yamko Rambe Yamko mengikuti anak-anak asal Papua itu.
Setelah bernyanyi sampai selesai Pak Gubernur mulai memasuki penyampaian materinya, Pak Gubernur menyampaikan "Bahwa kondisi pandemi kemarin, menyebabkan terbatasnya dialog tatap muka. Pandemi membuat kelompok rebahan, tetapi bagi yang kreatif tidak akan pernah merasa dirinya tidak bisa sekolah. "Maka Pandemi sudah memaksa kita semua untuk adaptif," ungkap Gubernur. Dalam situasi seperti kemarin muncul inovasi yang luar biasa, salah satunya zoom yang semua orang menggunakannya."
"Syukur pandemi dah ilang," ucap Budi lega dengan suara pelan.
"Iya Alhamdulillah," timpal ku.
Lebih lanjut Bapak Ganjar menyampaikan bahwa diprediksikan oleh McKinsey, Indonesia akan menjadi negara ekonomi terbesar dunia nomor 7 atau 4, bisa di tahun 2030 atau 2045. "Tantangan untuk menuju tahun 2045 itulah maka anda harus menjadi agent of change / menjadi agen modernisasi / menjadi agen pembangunan," jelasnya.
"Beberapa negara sedang mencari sumber energi baru dari luar planet, dan meriset bisakah planet itu diisi oleh umat manusia. Kalian yang mikir, kalian yang riset, dan dosen-dosen di Unsoed inilah yang akan membantu kalian," ujarnya.
Pada pidato Pak Ganjar juga menyampaikan berbagai prestasi yang diraih oleh mahasiswa Unsoed.
Satu jam berlalu akhirnya upacara penyambutan selesai. Acara OSPEK masih berlanjut hingga tiga hari ke depan dan akan ada banyak kegiatan seru pastinya.
Aku dan Budi diajak ke kantin oleh Frank. Clara dan Sinta juga diajak olehnya.
"Weh meng kantin yuh kesel janggleng ngrasa kencot aku (weh ke kantin yuk lama berdiri aku jadi lapar)," ajaknya sambil memegangi perutnya.
"Iya pada aku (iya aku juga)," ucap Budi yang juga lapar."
"Hayu Lam melu,(ayo Lam ikut)," Budi mengajakku dan aku masih berpikir tentang ikut atau tidak.
"Hayu lah tenang nyong sing bayarin (ayo lah tenang aku yang bayarin)," bujuk si Frank padaku.
"Iya iya aku melu (iya iya aku ikut)," ucap ku mengiyakan ajakannya.
Aku terpaksa setuju. Sebenarnya Alhamdulillah dapet makanan gratisan di hari pertama OSPEK.
"Wih wong sugih tengan (wih orang kaya ternyata)," ucap Sinta kaget.
"Aku karo Clara melu ya (aku sama Clara ikut ya)," pintanya sambil mengajak Clara.
"Ya hayu tenang duitku akeh (ya ayo tenang uangku banyak)," jawab si Frank menyetujuinya sambil memamerkan duitnya.
"Aja sombong (jangan sombong)," kataku memperingatinya.
"Iya lah. Dah hayu," ajak si Frank kembali.
Aku dan teman-teman pergi ke kantin bareng-bareng.
...🍀🍀🍀🍀🍀🍀...
Sore harinya di Kos Kosan Cempaka Purwokerto. Ibuku ternyata masih ada di kos-kosan ku. Aku yang baru pulang langsung menyapa ibuku yang lagi bersiap akan pulang.
"Bu urung bali?(Bu belum pulang?)," tanyaku.
"Durung nak, be kiye rep bali (belum nak, ini baru mau pulang)," jawab Ibuku.
"Wis sholat Ashar?(udah sholat Ashar?)," tanyanya.
"Sampun Bu ning kampus (udah Bu di kampus)," jawabku memberi tahu. Aku sepulang dari kampus memang sudah sholat Ashar berjamaah disana.
Ku perkenalkan pada kalian Ibuku yang cantik jelita namanya Sri Fatmawati panggil wae Bu Sri.
"Bu Sri sampun rampung durung (Bu Sri sudah selesai belum)," teriak Bapak Bapak di depan gerbang kos.
"Sampun sampun (udah udah)," sahut Ibuku.
"Wis ya nak mbok kewengen ibu tak balik sit. Jaga awakmu sing sehat-sehat (ya udah nak takut kemalaman ibu pulang dulu ya. Jaga dirimu yang sehat-sehat)," aku memeluk Ibuku sebelum Ibuku pulang.
"Nggih Bu (iya Bu)," ucapku mengiyakan pesan Ibu. Aku penasaran dengan orang yang memanggil Ibu dan bertanya.
"Lah Ibu balik karo sapa?(eh Ibu pulang sama siapa?)," tanyaku.
"Lah kae mbok Kang Badri (lah itu kan Kang Badri)," jawab Ibuku menunjuk orang yang sedang berdiri menunggu ibu di gerbang.
"Apa iya Bu? Lah deneng dudu Bapak,(Apa iya Bu? kok bukan ayah)," protes ku karena ternyata ibu di jemput Kang Badri tetanggaku.
"Bapamu kae sibuk mancing mbuh siki wis balik pa rung (ayahmu itu sibuk mancing entah tak tau sekarang udah pulang atau belum)," jawab Ibuku sedikit kesal.
"Ya wis lah, kae ana wajik kletik ko bagi na meng tanggamu (ya udah, itu wajik kletik kamu bagiin ke tetangga mu)," pesan Ibuku mengingatkan. Lalu aku mengantar Ibuku sampai depan gerbang.
"Nggih Bu. Ati-ati (iya Bu. hati-hati)," aku melambaikan tangan ke ibuku yang sudah naik motor.
Aku kembali ke dalam dan tak sengaja melihat Budi yang sedang memasukkan barang-barang kedalam kamarnya.
"Bud..." panggilku.
Budi menengok kebelakang dan terkejut melihatku. "Lah kowe ngekos ning kene (lah kamu ngkost disini)," jawabnya.
"Iya aku tes jujug Ibuku balik (iya aku habis ngantar Ibuku pulang)," ucapku.
"Ooh.. heh Lam bisa ngrewangi aku ora,(ooh...heh Lam bisa bantu aku nggak)," pinta si Budi padaku.
"Bisa, aku kon ngapa?(bisa, aku harus apa?)," tanyaku balik.
"Hayu ngrewangi pindah na pot gede kue (ayo bantu pindahkan pot besar itu)," pintanya sambil menunjuk ke sebuah pot besar didepannya.
"Lah masa dewekan ra bisa (masa sendiri nggak bisa)," kataku menyindir.
"Abot koh (berat)," keluhnya.
"Ya ya," ucap ku sambil berjalan menghampiri si Budi.
"Kiye apa?(ini apa?)," tanya ku yang sudah sampai di depan pot yang dimaksud si Budi.
"Iya hayu aku hitung tekan telu angkat ya (iya ayo aku hitung sampai tiga angkat ya)," perintahnya yang sudah memegang sisi pot.
"Siji loro telu,(satu dua tiga)," aku dan Budi mulai mengangkat pot besar tersebut.
"Arep digawa ngendi kiye?(mau dibawa kemana ini?)," tanyaku sambil menjujung pot.
"Selah kana Lam (Taruh situ Lam)," suruhnya. Budi mengerakkan kepalanya merujuk ke sebuah pohon kering didepan.
"Kae deket wit alpukat (itu dekat pohon alpukat)," ucapku memastikan dengan menggerakkan kepalaku yang juga merujuk ke pohon alpukat depan kamar Budi itu.
"Iya iya," jawab si Budi manggut-manggut.
"Huh abote (huh beratnya)," kataku lega setelah meletakkan pot tersebut sambil mengelap keringat ku.
"Berat mbok? Ra percaya (berat kan? Tak percaya)," sindir si Budi padaku.
"Iya abot gara-gara akeh lemah e kiye (iya berat gara-gara banyak tanahnya ini)," jawabku.
"Heh Lam apa kiye wit alpukat?(heh Lam apa ini pohon alpukat?)," Budi bertanya tentang pohon yang tampak tandus itu.
"Lah ko ra ngerti. Mbok iya tengok wit-e garing tapi ana buah-e (lah kamu gak tau. Kan iya lihat pohonnya kering tapi ada buahnya)," ucapku menunjukkan ciri pohonnya.
"Aneh deneng (kok aneh)," kata si Budi heran karena baru tahu.
"Lah genah siap-siap tali gari metu ulere (lah memang iya siap-siap nanti tinggal muncul ulatnya)," ucapku menakutinya.
"Apa iya? Wah bahaya nek meng umah ku (Apa iya? Wah bahaya kalau ke rumahku)," Budi kaget mengetahui kalau pohon alpukat banyak ulatnya dan bisa membahayakan dirinya.
"Ra percaya tunggu wae sih pas waktu ne (tak percaya tunggu saja pas waktunya)," kataku memberi tahu si Budi.
"Saiki gari aku sing minta tolong (sekarang aku yang minta tolong)," ucapku.
"Tulung apa?(tolong apa?)," tanya si Budi.
"Ko mesti seneng (kamu pasti senang)," jawabku.
"Kae dirumah ku ana oleh-oleh kang ibuku sekang desa (itu dirumah ku ada oleh-oleh dari ibuku dari desa)," aku memberi tahu tentang makanan yang Ibu berikan padaku.
"Hayu meng umah bantu mangan (ayo ke rumah bantu makan)," ajak ku ke Budi mengingat pesan ibu untuk berbagi makanannya.
"Wih asyik e ," ucapnya senang.
"Seneng mbok (seneng kan)," sindir ku.
Aku dan Budi pergi berjalan ke kamarku.
"Lah kur jarak rong kamar (ternyata hanya berjarak dua kamar)," katanya terkejut mengetahui letak kamarku.
"Lah iya mbe ngeh (lah iya baru sadar)," ucapku baru tersadar jarak antar kami ternyata cukup dekat.
"Hayu mlebu (ayo masuk)," ajak ku.
"Set, jagong sit aku tak jimot wajik kletik e (tunggu, duduk dulu aku mau ambil wajik kletik nya)," ucapku menyuruh Budi menunggu sementara aku mengambil wajik kletik di dapur dan menaruhnya di piring.
"Iya iya. Kamar mu wis rapi Lam (iya iya. Kamar mu sudah rapi ya Lam)," ucapnya kagum dengan kamarku yang berbeda dengannya.
"Iya ibuku sing ngrapik na (iya Ibuku yang merapikannya)," jawabku.
"Lah asyik. Bapak ku bar nganter ku ya langsung balik ra ngrewangi (lah asyik. Ayahku hanya mengantarku lalu langsung balik lagi nggak bantuin)," tuturnya.
"Sabar wae, nah wajik-e (sabar aja, nah wajiknya)," ucapku sambil memberikan makanannya.
"Matursuwun aku cicip ya (makasih aku coba ya)," katanya lalu mengambil sepotong wajik.
"Silahkan. Kurang, esih akeh (silahkan. Kurang, masih banyak)," aku mempersilahkannya.
"Kie panganan kang asalmu?(ini makanan dari daerahmu?)," tanyanya.
"Iya gawea ne Ibuku (iya buatan lbuku)," jawabku.
"Ibumu dagang?" tanyanya lagi.
"Ra, kur asal gawe (tak, hanya asal buat)," jawabku kembali.
"Lah tapi enak," katanya.
"Iya sih. Aku rung jajal soal-e (iya sih. Aku belum coba soalnya)," ucapku yang memang belum sempat mencicipinya.
"Lah piwe sing duwe malah durung manga (lah bagaimana yang punya malah belum makan)," katanya heran denganku. Budi menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Lam lam kebangetan," sindirnya.
"Lah mbok aku mbe balik ya durung jajal (lah kan aku baru pulang ya belum coba)," protes ku.
Lalu aku ikut mengambil sepotong wajik kletik dan memakannya dan ternyata memang enak.
"Wih enak Ibuku pinter gali gawe tengan (wih enak Ibuku pinter ternyata bikinnya)," ucapku kagum dengan wajik kletik buatan ibu.
"Lam kie karo ngopi tali enak (Lam ini kalau sama kopi pasti enak)," ujarnya.
"Iya aku ana kopi (iya aku ada kopi)," jawabku.
"Set tak buatkan sekalian (tunggu aku buatkan sekalian)," kataku lalu beranjak untuk membuatkan kopi di dapur.
"Kesuwun Lam ko memang kanca apik (makasih Lam kamu memang teman baik)," ucapnya.
Aku membuat dua kopi kapal api satu buat ku yang satunya buat si Budi. Kopi sudah jadi aku membawa kopi menggunakan nampan dari rumah.
"Nah batir mangan wis teka (nah teman makan sudah datang)," kataku sambil membawa dua kopi diatas nampan.
Aku dan Budi memulai menyeruput kopi sambil memakan makanan buatan ibuku. Tak terasa kami mengobrol sampai magrib.
"Hayu meng Mesjid (ayo ke Masjid)," ajak ku.
"Hayu tapi aku rep balik sit jimot sarung (ayo tapi aku mau pulang dulu ambil sarung)," ucapnya setuju sambil meminta izinku untuk pulang terlebih dahulu.
"Iya iya," jawabku mengiyakan.
Budi pulang mengambil sarungnya sedangkan aku menunggunya di luar. Kami berdua pergi ke masjid bersama yang tak jauh dari kos kosan.
Sesampainya di masjid, kami menunaikan ibadah sholat Maghrib dan Isya berjamaah. Sekitar pukul 8 malam kami baru pulang dan sampai di kos-kosan.
"Aku disitan ya Lam. Kesuwun panganane. Oh ya nek Ibumu meng ngrene tulung omong na kon gawa maning ya (aku duluan ya Lam. makasih makanannya. Oh ya kalau ibumu kesini bilangin supaya bawa lagi ya)," pamitnya sambil meminta maaf dan meminta ku mengatakan pada Ibuku untuk membawa wajik kletik nya lagi.
"Ok siap aku balik sit ( ok siap aku pulang dulu)," ucapku setuju lalu pamit balik ke kamar.
"Ok lah ngesuk mangkat bareng ya (ok lah besok berangkat bareng ya)," ajak si Budi padaku.
"Siaplah," jawabku sambil mengacungkan jempolku.
Sekarang aku sudah berada dikamar dan bersiap untuk tidur dan sudah membersihkan sisa makanan dan minumannya. Sebelum tidur aku mau telepon dulu ke Ibu ku. Aku mencet nomor Ibuku, ditunggu sebentar telepon sudah tersambung. Aku mulai berbicara dengan Ibuku di telepon.
"Assalamualaikum Bu," sapaku di telepon.
"Waalaikum salam ana apa nak? (Waalaikum salam ada apa nak?)," jawab Ibuku yang langsung bertanya. Ibu ku yang tadinya sudah mau tidur jadi kebangun gara-gara telepon dari ku.
"Ora ana apa-apa. Alam ku rep ngucap na matursuwun sanget wis kesel-kesel gawek na wajik kletik nggo Alam (tidak ada apa-apa. Alam cuma mau bilang makasih sama ibu sudah capek-capek buatin wajik kletik untuk Alam)," ucapku.
"Iya Lam, ibu malah seneng. Kepriwe enak ra gawean ibumu iki?(iya Lam, ibu malah senang. Bagaimana enak tidak buatan ibumu ini?)," tanyanya padaku.
"Wih enak tenan Bu, nyampe kanca ku kurang (wih enak banget Bu, sampai temenku kurang)," jawabku membanggakan Ibuku.
"Iya alah aku kudu gawe maning kiye,(iya alah aku harus bikin lagi ini)," batin Ibuku senang tahu kalau buatannya disukai.
"Ko wis duwe kanca Lam?(kamu udah punya temen lam?)," tanyanya lagi.
"Sampun Bu, cah Ajibarang (udah Bu, Anak Ajibarang)," jawabku.
"Lah cedek, kapan-kapan ajak dolan meng umah ya (lah dekat, kapan-kapan ajak main ke rumah ya)," pinta Ibuku.
"Nggih Bu. Bu, nek Ibu tilik Alam maning aja kelalen gawa wajik kletik maning ya (iya Bu. Bu, kalau Ibu kesini lagi tengok Alam, jangan lupa bawa wajik kletik nya lagi ya)," jawabku sambil menyampaikan pesan si Budi.
"Iya ibu bakal gawa sing akeh karo nggo kanca mu (iya bakal Ibu bawa yang banyak untuk temanmu juga)," ucap Ibu seneng.
"Oh ya miki Kang Badri jujug pit mu tapi kowe ra nang ngumah (oh ya tadi kang Badri ngantar sepedamu tapi kamu ya nggak ada)," ucap Ibuku lagi memberi tahu bahwa sepedaku sudah diantarkan olehnya.
"Iya miki aku nu lagi nang masjid bu, ngomong suwun ya meng Kang Badri,(iya aku tadi lagi di masjid bilangin makasih ya ke Kang Badri)," jawabku sambil menyuruh Ibuku untuk menyampaikan terimakasih kepadanya.
"Iya tak omong na mengko, wis ibu tutup sit, rep turu. Kowe cepet turu aja kewengen (iya tak sampaikan nanti, dah Ibu mau tidur. Kamu cepat tidur jangan kemalaman)," Ibuku mengakhiri percakapannya denganku sambil memberi pesan.
"Nggih Bu, sepisan maning matursuwun. Wassalamu'alaikum (iya Bu sekali lagi makasih. Wassalamu'alaikum)," ucapku mengakhiri pembicaraanku juga.
"Nggih nggih. Waalaikum salam (iya iya. Waalaikum salam)," jawab Ibuku. Ibuku lanjut tidur lagi.
Aku juga membaringkan badanku untuk tidur. Ini hariku, pertamaku masuk kuliah lalu ketemu teman baru ditambah ada yang satu kos dengan ku. Senengnya hatiku. Sekarang aku tinggal tidur menunggu esok datang.
Bersambung.........🍁🍁🍁
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
IbuNaGara
namany yg gmpng biar bisa di ingt🤭🤭
2023-10-05
0
IbuNaGara
aku mampir
2023-10-05
0
🔵Ney Maniez
namany aneh2,, tp gpp gmpng di inget🤭🤭
budi alam clara Sinta😂
2023-09-07
0