“Syil, liat deh, artis baru.” Andi menyenggol kaki Syila, otomatis Syila menengok, artis yang dimaksud Andi adalah wanita berumur 30 tahunan, namanya berkibar tahun ini, walau dia memulai karir dari umur belasan, tapi karir perfilmannya hanya datar saja, terakhir dia main film layar lebar, yang sedikit vulgar, lalu film itu membawa namanya semakin dikenal. Makanya dibilang artis baru, maksudnya baru naik kelas.
“Gila, kasar banget Syil, dia lempar gitu aja tuh tas ke asistennya, beda banget kalo di TV.” Andi mengoceh, Syila sempat kesal karena sedang menulis.
“Wah bagus tuh buat jadi peran utama, gue mau minta bos casting dia ah.”
“Eh Gila! Cewek begitu lu mau jadiin peran utama, udah tau kelakuannya begitu, lu nggak takut, kalau dia susah diajak kerjasama?” Andi protes.
“Kenapa susah?” Syila pura-pura tidak tahu.
“Ya, liat aja, pantas aja baru setahun ini dia sukses, padahal dari umur belasan mulai karir, kelakuannya begitu, kebayang nggak kalau dia bakal gede kepala kayak apa kalau ikut syuting film kita.”
“Itu dia, biasanya orang kayak gitu, tingkat munafiknya tinggi dan dia akan bisa menjadi siapapun dengan sangat baik, yang kadang orang susah lakuin karena nggak masuk akal, tapi karena sifat munafik itu, dia bisa memerankannya dengan lebih baik, dibanding yang baik hatinya beneran.” Teori yang Syila yakini, tapi sebenarnya mungkin saja tidak benar.
“Au ah, serah lu.” Andi melanjutkan makan mereka.
“Syil, Juna kemaren dateng ke rumah mami, gue sempet nguping sih.” Andi memang terkadang menginap beberapa hari di rumah Syila.
“Ngapain dia!” Syila kaget.
“Kayaknya bermaksud ngelamar lu deh.”
“Wah, Juna!!!” Syila kesal dia akan memarahi Juna karena sudah melakukan sesuatu yang keterlaluan.
“Syil, mau kemana!” Andirberteriak karena Syila berlari saja, tanpa menoleh, nasi gorengnya juga tidak dihabiskan.
Syila bermaksud akan ke apartemen Juna, dia tidak suka caranya kasar dalam hubungan mereka, Juna rupanya sudah melewati batas dari yang Syila gariskan untuknya agar bisa dilewati, batasan itu jelas dan sekarang Juna seenaknya melewati garis itu.
Syila menyetir dengan kasar, untung dia pandai menyetir. Tidak lama kemudian Syila sampai di apartemen Andi, dia langsung menuju lift tanpa melapor dahulu, karena dia sudah punya kartu untuk naik ke unit Juna, kartu itu harus ditempelkan di lift ketika akan memencet tombol lift menuju unit apartemennya.
Saat pintu lift akan menutup, ada seorang lelaki berlari ke arah pintu dan menahan pintu lift, Syila lalu menyingkir, karena sedang kesal dia tidak memperhatikan lelaki yang baru saja masuk ke lift adalah Izraa.
[Dimana lo!] Syila menelpon Juna yang sedari tadi tidak mengangkat telepon.
[Di kantor, kenapa sih? Kok kasar banget?] Juna pura-pura tidak tahu.
[Gue di apartemen sekarang, balik sekarang juga!] Syila kesal.
[Sorry gue nggak bisa.] Juna menolak.
[Jun, elu udah bener-bener keterlaluan!] Syila marah, tanpa peduli ada orang di sampingnya, terlebih sadar bahwa itu Izraa.
[Kenapa sih?]
[Jun, selama ini gue berusaha mempertahankan hubungan kita, karena gue sayang sama lu, tapi sayang gue itu cuma sebatas sahabat atau keluarga! Kayak gue sayang ke Andi, ke Kakak gue, Alzam. Tapi, cara lu dateng ke mami papi, bener-bener udah keterlaluan!!!] Syila berteriak tanpa sadar.
[Syil .... ] Juna terdengar lembut, [gue nggak tau caranya bisa menyentuh hati lu.] Juna masih berusaha menggapai hati Syila.
[Lu nggak perlu repot menyentuh hati gue Jun, karena cinta itu nggak bisa dipaksa, cinta itu datang bahkan hanya dengan sekali pertemuan, sentuhan tanpa sengaja atau sekedar mendengar suara, ketika hati tidak mampu merasakan seperti yang kamu rasakan, artinya hatiku tidak memilihmu, itu kenyataannya, jangan temui gue dulu, lu bener-bener bikin gue kecewa.] Syila lebih tenang mengatakannya, tapi cukup dalam.
Sementara Izraa yang tidak tertarik dengan perempuan temperamen ini dan cukup terganggu dengan teriakannya, menjadi lebih tertarik dengan Syila karena kata-kata terakhirnya, begitu dalam dan mengena, salah satu kemewahan bagi Izraa yang tidak pernah mampu merasakan, tersentuh hatinya oleh siapa pun.
Karena kalimat terakhir Syila itu, Izraa langsung memperhatikan Syila yang mukanya terlihat merah padam, dalam pandangannya, Syila biasa saja, cantik pada umumnya, bertubuh mungil dan terkesan kuat, cara pakaiannya sederhana, kaus lengan panjang, celana jeans panjang dan sepatu kets, terakhir backpack kecil di punggungunya, semuanya terasa biasa saja, tapi kalimat terakhir Syila pada Juna, cukup membuat Izraa tertarik.
Pintu lift terbuka, Izraa keluar, Syila masih tidak memperhatikan lelaki yang ada di sebelahnya, saat Izraa keluar, Syila melihat punggu Izraa, lalu mencoba menutup pintu lift, tapi sebelum pintu lift tertutup sempurna, Izraa berbalik dengan kasar, Syila kaget karena itu dan terpaksa memandang wajah lelaki yang sedari tadi bersamanya di dalam lift, seketika melihat wajah itu, Syila mundur, dia baru sadar, itu adalah Izraa, lalu Izraa memberikan senyum pada Syila tepat sebelum pintu lift benar-benar tertutup.
Setelah itu, Syila terduduk lemas, dia menyesal karena telah bersikap kasar tadi, Syila berharap Izraa tidak akan menyadari wajahnya jika bertemu nanti.
...
“Artis kebiasaan di lokasi syuting dibawa-bawa nih, udah jam segini belum datang, telat.” Bos Ammar marah karena Izraa belum datang juga, padahal mereka sudah menunggu lama, sekitar 30 menit.
Hari ini adalah jadwal Izraa untuk casting formalitas di hadapan Bos Ammar, Bang Aji Ariawan, dia adalah Sutradaranya dan Syila sang penulis yang suka ikut campur.
Mereka bertiga duduk di bangku yang berjejer, sedang di depannya sudah ada spot green screen dengan standnya, tempat untuk Izraa casting.
“Selamat sore semua.” Izraa datang dengan setelan kemeja dan celana bahan yang slim fit, Syila tidak bisa menyangkal bahwa Izraa sungguh tampan.
“Sore, langsung aja Za.” Bos Ammar terlihat sedikit ketus.
Izraa mulai mengucapkan dialog perdialognya sesuai dengan skrip yang sudah diberikan beberapa hari yang lalu, semua orang yang ada di sana terpukau, Syila biasa saja, karena dia sudah tahu dan mampu membayangkannya bahkan sebelum hari ini terjadi, Syila puas karena semua orang terlihat seperti terjebak dalam imajinasi yang Izraa buat, dunia yang Syila hadirkan untuk Izraa, seperti sebuah bejana yang menemukan tuannya.
15 menit Izraa membaca dialog, semua orang bahkan tidak sadar bahwa dia sudah selesai, Syila bertepuk tangan, mengingatkan bahwa dialognya sudah selesai, Bos Ammar terlihat kaget karena dia begitu menikmati, sedang Bang Aji terlihat kaget, karena dia sebenarnya sedang membuat struktur dari plot dan juga situasi plot tersebut, semua orang benar-benar merasa yakin bahwa film ini akan menjadi film berkualitas dengan standar akting dari Izraa yang mumpuni.
“Mas Izraa, pada beberapa kata di awal kalimat, seharusnya lebih ditekan lagi, di situ bukannya Syila udah kasih tanda dengan hurufnya di-bold ya?” Syila protes, karena dia juga yang menyusun dialog bersama dengan sang sutradara.
“Saya pikir pelafalan lembut lebih masuk akal, makanya saya tidak mengikuti arahan.” Izraa menjawab.
Syila tersenyum licik, dia menjatuhkan untuk membuat Izraa semakin naik.
“Tapi Mas, itu .... “
“Syil bagus begitu kali, lebih lembut, karena kan ini scene romantis, udah bener Izraa, kalau dia tekan di beberapa kata, nanti kesannya bukan kayak dalem gitu, tapi lebih ke marah.” Bang Aji membela Izraa, dalam hati Syila berkata, kena!
“Iya Syil, saya fikir juga begitu, lebih baik dibuat lembut saja.” Bos Ammar ikut membela Izraa, Syila pura-pura memasang muka kesal, padahal dia bersorak, akhirnya dua orang penting di film ini menerima pilihannya, karena kalau mereka sampai akhir tidak suka Izraa, pasti akan sulit untuk Syila fokus pada film mereka.
“Ok, Izraa, kita ngomong di ruang meeting ya, soal surat kontrak kerja sama dan jadwal syuting.” Bos Ammar terlihat bersemangat.
“Bos, Syila nggak ikut ya, Syila ada keperluan.” Syila menyelak Bos Ammar yang mengajak semua orang ke ruang meeting.
“Katanya mau ikut proses syuting, baru mulai udah nyerah?” Bos Ammar meledek.
“Enak aja! Syila udah 5 jam nggak nulis, nanti idenya kabur dari otak nih, Syila harus pergi sekarang.” Saat Syila mengatakannya Izraa sedikit melirik pada penulis itu, dalam pikirannya, sombong sekali penulis ini, dia tidak mau ikut meeting, tapi di detik berikutnya, Izraa seperti menyadari sesuatu dan tersenyum sinis.
“Yaudah, tapi lusa dateng ya, kita akan mulai workshop reading hari pertama, bareng semua pemain.” Bos Ammar mengingatkan.
“Iya.”
“Syil, yakin besok nggak mau ikut casting pemeran lain?” Asisten Bos bertanya.
“Nggak, kan Syila udah janji nggak akan ikut campur, yaudah, Syila sama Andi pamit ya.” Lalu Syila pergi bersama sepupu yang juga Managernya itu.
“Ndi, Syila mau ke toilet ya, tunggu sini.” Syila berlari, dia sebenarnya sudah dari tadi ingin ke toilet, tapi ditunda karena takut, takut kalau Izraa datang dan dia terlambat melihat kualitas aktingnya.
“Jangan lama-lama!” Andi lalu berjalan mencari bangku untuk duduk di sekitar toilet.
Saat sudah selesai dengan urusannya, Syila bergegas untuk keluar, dia berlari kecil agar lebih cepat, maklum dia itu wanita mungil, jadi langkahnya pendek. Saat sudah keluar toilet dia masih berlari kecil, tapi langkahnya terhenti karena seseorang menarik tangannya dan membuat tubuhnya terpelanting ke belakang, lalu menubruk tubuh seseorang, Syila reflek menyikut perut orang itu dan membuat gerakan kuncian, sekarang posisinya terbalik, Syila sudah di belakang orang yang menarik tangannya dan tangan orang itu dikunci ke belakang tubuhnya oleh Syila, dalam hitungan detik, Syila mampu mengubah keadaan, dia memang seorang wanita mungil yang mampu membela diri.
“Siapa lu! Mau apa lu!” Syila menarik tangan orang itu semakin ke belakang, lelaki itu biasa saja, tidak terlihat kesakitan atau mencoba melepasnya, dia malah tertawa pelan.
“Ini gue Syila.” Syila baru sadar bahwa itu adalah Izraa, dia melepas kunciannya yang erat, lalu mendorong tubuh Izraa, sikapnya jadi kaku dan formal.
“Kamu, kecil-kecil bisa nahan badanku yang tinggi begini ya.” Izraa sudah berbalik dan menatap Syila dengan tegas.
“Sorry, Syila fikir kamu orang jahat yang mau rampok atau apa.”
“Nggak apa-apa, ilmu bela diri kamu cukup baik, tapi kalau aku beneran orang jahat, aku nggak akan selembek tadi.”
Izraa lalu pergi setelah mengatakannya, Syila dibuat bingung, dia merasa aneh, ngapain tadi narik, trus sekarang pergi begitu aja, beneran aneh nih orang, tapi Syila pikir itu masih bisa diterima, dia akhirnya melanjutkan lari kecilnya dan menghampiri Andi, untuk segera ke suatu kafe, dia ingin buru-buru menulis.
___________________________________
Catatan Penulis :
Aku tidak pernah tahu, kekuatan besar dari tubuh semungil itu, cara bicaranya saja seperti anak remaja, tapi saat tangannya mencengkram tubuhku, sungguh dia bukan wanita biasa, dia seseorang yang istimewa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 173 Episodes
Comments
Hana Nisa Nisa
topppppppp
2024-12-18
0
YuWie
baru nemu novel ini..dan sampai bab ini sangattt menarik untuk lanjut baca
2024-09-03
0
Ririn Santi
izra klik di pertemuan pertama
2024-06-10
0