“Jadi, kapan ketemu nyokap, bokap?”Juna bertanya dengan ragu.
“Jun, kok balik ke situ lagi sih? Kan lu tahu, gue tidak akan pergi sejauh itu, ini tentang hubungan kita Jun.”
“Paling enggak, temuin orang tua gue dulu, mereka cuma ingin ketemu sama lu Syil.”
“Sebagai apa Jun? anak angkat?” Syila tertawa, tapi itu bukan lelucon bagi Juna.
“Sebagai seseorang yang membuat anaknya, nggak bisa pergi kemana pun, selain tetap bertahan dan menunggu.”
“Jun .... “ Syila menatap dengan mata khawatir, dia takut bahwa perkataan Juna bisa saja menjadi beban untuknya, sejahat itu kah dia?
“Gue kasih waktu ya, gue bakal cuma tungguin lu setahun ini, kalau lu masih aja nggak bisa kasih jawaban, YA, gue terpaksa melupakan janji gue, untuk menunggu lu.”
Syila bukannya tidak memberi jawaban, Syila selalu menolak, tapi tidak tegas, ketidaktegasan ini dianggap sebagai celah oleh Juna, dia merasa Syila ragu atas penolakannya itu.
Ini kesalahan Syila karena terlalu sayang pada Juna, rasa sayangnya itu sebagai keluarga, karena sepanjang SMA sampai sekarang, Juna adalah seseorang yang selalu ada di masa sulit dan senang, sejak Syila memutuskan menjadi penulis, ditolak banyak penerbit, sampai seperti sekarang ini, Juna tidak pernah meninggalkannya sama sekali, Juna juga terkadang menjadi seseorang yang menolong secara diam-diam.
“Jun, gue fokus ke kontrak dulu ya, sorry.” Syila memelas, Juna hanya terdiam dengan wajah kecewa, cintanya tidak pernah dianggap serius oleh Syila.
“Kali ini gue serius Syil.” Juna meminum kopinya lalu pergi. Syila pura-pura tidak mendengar dan tetap fokus pada pekerjaannya, setelah Juna pergi, dia menghembuskan nafas, dia ingin bertanya pada Andi atau keluarganya, tapi mereka pasti suruh Syila untuk menerima Juna, karena menurut keluarga Syila, Juna adalah Calon Menantu terbaik.
Di tengah kegalauan ini, Syila melihat sesosok yang dia kenal, sebenarnya hanya dia yang kenal, sosok itu tentu tidak benar-benar mengenalnya. Ya, dia adalah Izraa Erdhana, artis yang menjadi inspirasi atas buku best sellernya dan sekarang, lelaki itu menjadi incaran Syila, untuk menjadi peran utama dalam film dari buku tersebut, tujuan Syila memang bertemu dengannya, tapi tidak seperti Juna yang memakai cara kasar untuk bisa bertemu Syila, yaitu memaksa salah satu pegawai menjadi informan, Syila lebih cerdas, dia datang satu minggu penuh ke kafe tersebut dan mencatat pola dari jadwal kedatangan Izraa, ternyata Izraa orang yang sangat struktural, dia selalu datang pada hari minggu jam 8 malam, hari rabu jam 10 pagi dan hari jumat jam 11 malam, kafe ini memang buka 24 jam.
Karena itulah, di waktu-waktu tersebut, Syila datang dan melihat incarannya. Tidak, Syila tidak naksir lelaki itu, sama sekali tidak. Dia fokus pada wajah, karakter dan kemampuan actingnya saja, dia sangat memuja cara Izraa mendalami karakter, ditambah, Syila memang membuat buku ini sembari memvisualisasikan karakter utamanya sebagai Izraa, memasukkan gesture, sikap dan prilaku Izraa yang ditangkap netranya saat bertemu diam-diam, tepatnya bertemu dalam diam, pura-pura menulis, padahal memperhatikan Izraa, itulah bagusnya Syila, selalu tepat memilih karekter, tidak heran dia disebut bertangan dingin.
Saat melihatnya, Syila sibuk membayangkan adegan peradegan dari film yang akan dibuat, sungguh lelaki ini benar-benar masuk kategori lelaki yang sempurna di mata Syila, tentu sempurna sebagai tokoh dari karyanya.
“Mbak Syila, ini kue baru, kata Ibu, dicobain aja, nggak usah review di sosmed, cuma buat tester.” Seorang pelayang memberi Syila cookies coklat.
“Oh, ok, terima kasih ya.” Syila lalu memakannya, enak sekali, saat Syila makan, matanya dan mata Izraa berpandangan secara tak sengaja, cara mereka menyupa mirip sekali, Syila kaget dan tersedak, sementara Izraa terlihat tenang, mungkin karena dia seorang Artis, sehingga dia bisa mengendalikan sikapnya.
Syila langsung minum air mineral di dalam gelas yang memang dia minta tadi, membereskan semua barangnya, lalu pergi begitu saja, dia berharap semoga lelaki itu tidak memperhatikannya.
Syila masuk ke mobil, dari kaca kafe dia mencoba melihat Izraa, memastikan bahwa dirinya tidak terlalu terlihat gugup, tapi ternyata Syila salah, Izraa masih memperhatikannya, memperhatikan mobil Syila tepatnya.
“Mati gue! Keliatan nggak sih gue merhatiin dia? Nggak bisa ke kafe ini lagi dong, ah, sudahlah.” Syila akhirnya pulang ke apartemennya.
...
Kontrak sudah ditanda tangani dua hari lalu, tapi Produser terlihat marah, karena Syila mengajukan nama yang akan menjadi peran utama, saat ini mereka sedang meeting.
“Aku kan bilang, untuk pemeran wanita terserah, mau casting silahkan, mau pilih silahkan, tapi untuk pemeran pria, tidak boleh yang lain, harus, kudu, mesti, wajib, Izraa Erdhana, titik.” Lagi-lagi Syila keras kepala.
“Syil, kamu boleh deh masukin nama tu orang, tapi casting Syil, lihat dulu beberapa orang yang kami ajukan, jangan main sikat aja.” Bos Ammar terlihat kesal.
“Ya silahkan, lakukan pada pemeran lain, tapi tidak pada peran utama, harus Izraa Erdhana.” Syila mengatakan dengan tenang, sementara Andi sudah menunduk saja, dia terintimidasi saat tadi Bos Ammar sempat membanting skrip, sementara Syila sama sekali tidak bergeming, mentalnya cukup kuat.
“Syil, bukan apa-apa ya, saya tahu actingnya bagus, wajahnya tampan, tubuhnya juga pas, tapi kamu tahukan gosip itu? film kamu bakal anjlok! Kita bakal gulung tikar, ingat saya menginvestasikan dana yang tidak sedikit pada film ini.” Bos Ammar mulai masuk ke ranah profesional.
“Pada pasal pertama jelas, Syila ikut memilih pemeran dalam film ini, jangan melanggar kontrak dong Bos, Syila nggak akan mundur untuk yang ini, diantara semua pemain, Syila cuma ikut campur untuk yang satu ini, yang lain Bos pilih sendiri, Syila janji.”
“Syil! Masalahnya, itu gosip udah ancurin namanya yang lagi gemilang, kita tuh kayak ambil kotoran di tempat sampah, trus mau dibersihin juga percuma, kotoran tetaplah kotoran, bakal tetap bau walau dibersihkan dengan cara apa pun!” sebuah korelasi yang cukup kasar untuk Syila.
“Syila jaminannya, kalau film ini bermasalah, Syila akan kembalikan semua dana yang sudah kalian transfer, termasuk membayar pinaltinya, tapi jika film ini sukses, kalian harus membayarku 2 kali lipat, bagaimana? Mau gambling?” Syila yang keras kepala ini memang tidak ada tandingannya, Produser kawakan ditantangin.
“Kamu beneran bikin kepala saya pusing Syil, kamu udah pasti kalah deh, kita promosiin aja, pasti akan banyak yang hujat, banyak yang negativ, akhirnya nggak ada yang mau nonton.”
“Bapak lupa, saya punya fans fanatik, mereka bisa menjadi penyebar berita yang handal, tanpa diminta, percaya saya Pak, saya pasti menang, deal? Perlu buat kontraknya? Saya akan langsung tanda tangani.” Syila mengulurkan tangan, dia mempunyai percaya diri yang sangat tinggi, bahkan seperti melesat ke atas langit.
“Bikinin surat kontrak terpisah, kita tanda tangan sekarang juga.” Bos Ammar mengatakannya dengan cukup dingin, dia yakin Syila pasti kalah, dan proyek ini yang tadinnya dianggap proyek besar, sepertinya akan menjadi kehancuran dari Perusahaannya, tapi terlalu memalukan kalau dia membatalkan kontrak ini, karena sudah ada berita dari tim humas mereka yang menyebarkan bahwa Syila dan Perusahaannya sudah bekerja sama, hal ini disebar sebagai upaya untuk membuat proyek mereka lancar, tapi sekarang malah terasa seperti kalah sebelum bertarung, Penulis ini benar-benar membuat perusahaan seseorang terancam bangkrut, sementara dia hanya senyum-senyum saja karena merasa menang.
Bos Ammar keluar, sementara Asisten Produser sedang menyiapkan draft yang akan langsung diprint di tempat, Syila menunggu dengan tenang.
“Bos, nggak pernah loh selunak ini, cuma sama Mbak Syila dia bisa ngalah terus.” Asisten itu memuji atau sedang menyindir Syila tidak perduli.
“Emang penulis mana yang biasanya kalah sama Bos?” Andi iseng bertanya.
“Semua buku yang dijadiin film, kalah sama syarat Bos.” Asisten itu memberi informasi yang cukup mencengangkan, Syila berfikir, pantas saja rekor film mereka biasa saja, semua penulisnya diikat.
“Bisa jadi, aku karmanya.” Syila tertawa, yang lain juga.
Setelah kontrak selesai ditanda tangani mereka berdua, selaku pihak Perusahaan dan juga Syila, Andi dan Syila pamit pulang.
“Syil, nongkrong di tempat makan sini dulu yuk, mayan cuci mata.” Andi mengajak sepupunya untuk makan di sini, karena ini Production House pasti banyak Artis yang datang dan tidak sedikit yang makan di tempat ini juga.
“Ok, tapi sekalian nulis ya.” Yang Syila perdulikan memang hanya menulis.
Tidak lama kemudian mereka sampai di tempat makan gedung ini, lumayan besar, ada areal untuk karyawan, ada areal yang bebas untuk pengunjung, areal karyawan lebih tertutup, mereka memilih menu yang cukup aman, nasi goreng dan kopi hitam.
“Syil, liat deh, Artis baru.” Andi menyenggol kaki Syila, otomatis Syila menengok, Artis yang dimaksud Andi adalah wanita berumur 30 tahunan, namanya berkibar tahun ini, walau dia memulai karir dari umul belasan, tapi karir perfilmannya hanya datar saja, terakhir dia main film layar lebar, yang sedikit vulgar, lalu film itu membawa namanya semakin dikenal.
“Gila, kasar banget Syil, dia lempar gitu aja tuh tasnya ke asistennya, beda banget kalo di TV.” Andi mengoceh, Syila sempat kesal karena sedang menulis.
“Bukan Artis baru, tapi baru terkenal, wah bagus tuh buat jadi peran utama, gue mau minta Bos casting dia ah.”
“Eh gila! cewek begitu lu mau jadiin peran utama, udah tau kelakukannya begitu, lu nggak takut, kalau dia susah diajak kerjasama?” Andi protes.
“Kenapa susah?” Syila pura-pura tidak tahu.
“Ya, gitu deh, pantas aja baru setahun ini dia sukses, padahal dari umur belasan mulai karir, kelakuannya begitu, kebayang nggak kalau dia bakal gede kepala kayak apa kalau ikut syuting film kita.”
“Itu dia, biasanya orang kayak gitu, tingkat munafiknya tinggi dan dia akan bisa menjadi sebaik apapun, yang kadang orang susah lakuin karena nggak masuk akal, tapi karena sifat munafik itu, dia bisa memerankannya dengan lebih baik, dibanding yang baik hatinya.” Teori yang Syila yakini, tapi sebenarnya mungkin saja tidak benar.
“Au ah, serah lu.” Andi melanjutkan makan mereka.
“Syil, Juna kemaren dateng ke rumah Mami lu, gue sempet nguping sih.” Andi memang terkadang menginap beberapa hari di rumah Syila.
“Ngapain dia!” Syila kaget.
“Kayaknya bermaksud ngelamar lu deh.”
“Wah, Juna!!!” Syila kesal dia akan memarahi Juna karena sudah melakukan sesuatu yang keterlaluan.
___________________________________
Catatan Penulis :
Memaksa cintaku, sama saja, mencekikku dengan kalung emas yang dihiasi berlian, walau mewah, tapi rasanya sesak sekali.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 173 Episodes
Comments
YuWie
teges bener tuh si syila
2024-09-03
0
Diankeren
bda tipis lah as 😁
2023-12-29
0
Nunuk Bunda Elma
lepaskan berlian itu
lepaskan kemewahan nya
sehingga lehermu terasa bebas dan lega
2023-02-14
1