Bab 4

Shakira menghempaskan tubuhnya di ranjang empuk, melepaskan segala kepenatan setelah seharian mengurusi pembukaan Panti Asuhan yang akan di resmikan beberapa hari lagi.

Beruntung ada banyak orang yang mendukung dan membantu melancarkan niat baiknya itu. Hingga dalam hitungan hari saja ia bisa mewujudkan keinginannya.

Salah satu yang mendukung dan membuatnya makin bersemangat yaitu Alif. Pria yang jelas-jelas berbeda keyakinan dengannya semakin hari makin membuatnya tak bisa berhenti untuk memikirkan pria tersebut.

" Tuhan ampuni aku. " Shakira menyimpan telapak tangan di atas dahi dengan memejamkan mata mencoba mengusir bayangan Alif yang terus menari di dalam benaknya.

Semenjak kejadian di lift tempo hari, sikap Alif terasa makin canggung padanya. Sikap canggung itu bisa jadi dua kemungkinan, antara Alif menjaga jarak dengannya atau sebaliknya Alif memiliki perasaan yang sama dengannya.

Shakira mengacak rambut merasa kesal dengan dirinya yang tak henti memikirkan Alif, padahal sudah berusaha untuk berhenti namun lagi-lagi ia memikirkan pemuda itu.

Di tempat lain Alif pun demikian halnya dengan Shakira. Seusai shalat ia terus memegang dadanya sendiri, merasakan getaran aneh yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Apalagi mengingat kejadian dimana dirinya bersentuhan dengan Shakira, hal yang tak pernah ia rasakan.

" Astagfirullahaladzim. " Alif mengusap kasar wajahnya. Dia bergegas bangkit dari sajadah berjalan keluar kamar melihat keadaan Ayahnya yang sudah sakit-sakitan.

Perlahan Alif membuka pintu kamar seraya mengucap salam dan melemparkan senyuman terbaiknya, meski dalam hati merasa tersayat-sayat melihat sosok tua renta yang tampak tak berdaya. Sang Ayah terbaring lemah dengan kulit yang membungkus tulang tanpa daging. Zainal Ayahnya itu mengalami stroke sejak beberapa bulan terakhir.

Alif berjalan mendekat dimana Siti sang Ibu sedang duduk di tepian ranjang menemani suami tercinta.

" A-lif. " Zainal mengucapkan nama Alif dengan susah payah dengan sedikit cadel dan hampir tak bersuara.

" Iya Ayah. Alif di sini. " Ia pun duduk di samping Zainal menggantikan posisi Siti yang sebelumnya duduk di sana.

Manik mata Zainal kini mulai berair, menggenang air mata yang perlahan mulai berlinang jatuh di sudut matanya.

Alif mengusap tetesan air mata itu dengan lembut, ia berusaha menahan kepedihan melihat sang Ayah menangis pilu di hadapannya kini. Alif tau apa yang beliau rasakan. Zainal Ayahnya pasti merasa tersiksa dengan penyakit yang di deritanya, beliau sering kali merasa merepotkan keluarga terutama anak dan juga istrinya. Padahal Alif, Siti dan Hafizah sama sekali tidak pernah merasa terbebani oleh Zainal.

Sosok yang dulu begitu kuat dan pekerja keras, mengeluarkan banyak tetesan keringat demi bisa menafkahi keluarganya. Mana mungkin Alif merasa di repotkan olehnya.

" Ayah mu masih menginginkan sesuatu yang dari dulu sering ia sampaikan, permintaan yang sama. Ingin melihatmu segera menikah sebelum ia pergi. " Siti mengusap air matanya, namun berulang kali ia usap air mata itu terus saja membasahi wajahnya yang keriput.

Alif terdiam dengan mata memerah terasa panas menahan air mata yang terus berdesakan ingin keluar.

Alif menoleh pada Zainal sambil mengusap helaian rambut putih yang memenuhi seluruh kepala Zainal.

" Ayah pasti sembuh. Alif yakin Ayah pasti akan terlepas dari penyakit ini. Ayah kembali sehat hingga nanti bisa menyaksikan Alif menikah. Kita pasti akan bahagia, Ayah, Aku, Ibu, Kak Hafizah. Semua akan bahagia di acara itu. " Alif tak kuasa menahan air mata yang akhirnya jatuh juga. Terasa perih dan sesak dadanya saat berkata demikian.

Zainal semakin terisak tanpa suara. Pemandangan seperti ini sering kali Alif saksikan, terasa mencabik-cabik hatinya.

" Ayah sabar ya, dari penyakit mungkin Allah melunturkan semua kesalahan dan dosa-dosa manusia. Begitupun dengan Ayah, meski Ayah adalah sosok yang tak pernah ada cela di mata Alif. Tapi yang namanya manusia tak pernah lepas dari kesalahan, dan Allah akan mengampuni semua kesalahan Ayah lewat penyakit ini. InsyaAllah,, " lirihnya.

" Alif yakin Ayah kuat dan akan sembuh lagi, '' lanjutnya dengan air mata terus mengalir tak bisa di hentikan.

Siti sang Ibu pun demikian. Bahunya nampak bergerak-gerak karena terisak.

Bahkan Siti merasa hidup Zainal suaminya sudah tak lama lagi. Bisa ia lihat setiap hari keadaan Zainal semakin memburuk. Hanya obat-obatan yang sementara waktu meredakan rasa sakit yang di derita suaminya.

Namun lain dengan Alif yang selalu optimis dan memberi suport agar Zainal terus berjuang melawan penyakit yang di derita.

Alif pun selalu mendoakan Ayahnya di setiap doa yang di panjatkan selalu terselip nama Zainal di dalamnya.

Alif tau kematian adalah takdir yang tak dapat di pungkiri. Namun ikhtiar adalah cara manusia untuk memperbaiki semuanya, sebelum akhirnya bertawakal.

Mata Zainal seketika terpejam. Wajahnya yang keriput masih basah karena sisa air mata.

Zainal tertidur setelah efek obat yang ia minum berekasi. Alif berjalan keluar kamar di ikuti Siti ibunya.

Di ruang tengah sudah ada Hafizah bersama Adam suaminya. Mereka duduk di kursi ruang tengah dengan mata saling memberi kode satu sama lain.

" Duduk nak. Ada yang ingin kami bicarakan. " Siti memerintahkan Alif duduk bergabung bersama mereka.

Alif pun menurut, ia memilih duduk di salah satu kursi singel, sedang ibunya duduk di kursi lain.

" Alif. Ibu ingin kamu segera melakukan ta'aruf dengan Aisyah. Ibu rasa usia Ayah sudah tak lama lagi, jadi sebelum ia pergi ada baiknya turuti keinginannya dulu. " Siti mulai angkat bicara.

Alif terdiam, ini bukan kali pertama ia diminta berta'aruf dengan Aisyah. Baginya pernikahan bukanlah hal yang harus di lakukan secara tergesa-gesa hanya karena sesuatu hal yang mendesak.

" Maaf Bu. Alif masih belum siap, bukan berarti Alif menolak keinginan Ayah. Tapi Alif ingin Ayah sembuh dulu, baru Alif bisa memikirkan hal lain, " jawabnya dengan sangat hati-hati tak ingin menyakiti ibunya.

" Nak, apa kamu tidak mau berkorban untuk Ayah mu. Kamu akan menyesal jika sampai Ayah pergi sedang kamu belum bisa mengabulkan permintaan terakhirnya. " Bibir Siti bergetar menahan tangis.

Hafizah mendengus kesal, kali ini ia makin gemas dengan sikap Alif yang terus membangkang.

" Biar aku yang bicara Bu ! " Hafizah menatap tajam adik laki-lakinya.

" Alif, mau sampai kapan kamu terus membantah pada orang tua mu? Kamu tak melihat bagaimana keadaan Ayah sekarang? Kemungkinan sembuh sangat tipis, kematian merupakan takdir yang kita tidak pernah tau kapan akan datang. Bisa besok, lusa atau mungkin malam ini. Jangan membuang waktu jika tak ingin menyesal kelak, " tegas Hafizah yang di kenal memiliki sifat keras kepala.

" Astagfirullah Kak nyebut ! Ucapan adalah doa kenapa kakak bicara hal buruk tentang Ayah. Harusnya kakak katakan yang baik-baik saja. " Alif kecewa mendengar perkataan Hafizah tadi yang memvonis kematian Ayah mereka.

" Kamu yang harusnya nyebut. Kakak bicara apa adanya. Kamu lihat sendiri keadaan Ayah. Sebelum takdir merenggut nyawa beliau sebaiknya kamu segera turuti permintaan terakhirnya, " sungut Hafizah.

" Kakak bicara takdir? Bagaimana jika Aisyah bukan jodoh ku? Kakak atau siapapun tak akan bisa memaksakan jodoh seseorang apalagi jika aku dan Aisyah tidak di takdirkan untuk bersama. Maaf, aku belum siap menikah. " Alif berdiri hendak pergi dari hadapan mereka.

" Kamu dan Aisyah berta'aruf bukan menikah. Kamu bisa memutuskan apapun nantinya jika memang merasa tak cocok dengan Aisyah. " Siti menahan langkah Alif.

" Alif tidak ingin menyakiti hati perempuan. Bagaimana jika Aisyah berharap banyak sementara Alif sebaliknya, tentu ia akan kecewa. Jadi Alif mohon hargai keputusan Alif, " ucapnya memelas.

" Banyak alasan kamu ini. Sudah Bu, jangan terlalu berharap banyak pada manusia meski orang itu anak ibu sendiri. Karena tak setiap anak mau mematuhi orang tuanya. " Hafizah mendelik sinis.

Alif hanya menggelengkan kepala, tak menyangka kakak perempuannya tega bicara demikian. Tak mau berdebat, Alif pun segera melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti. Alif masuk ke kamar merebahkan tubuhnya di atas ranjang.

Dari awal Alif memang tak mau di jodohkan dengan Aisyah. Hatinya kosong dan belum pernah di tempati oleh wanita manapun selain ibu dan kakaknya. Tapi kini Alif merasakan seseorang tengah menyelinap ke dalam benteng hatinya yang kokoh itu. Dengan brutalnya mengobrak-abrik pertahanan keimanannya. Shakira. Entah kenapa Alif merasa ia memberi ruang dalam hatinya untuk wanita bernama Shakira.

bersambung,

Terpopuler

Comments

Author yang kece dong

Author yang kece dong

ihirrr...

2023-01-17

2

Ali B.U

Ali B.U

lanjut

2023-01-16

4

Ali B.U

Ali B.U

aku ingin tau perjuanganmu mendapatkan hati wanita beda keyakinan menjadikannya seiman

2023-01-16

4

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!