"Kita harus membawanya pergi." Gerald memberi instruksi, tetapi tekad Lala untuk tetap tinggal, masih melekat kuat, dan Lala mulai menunjukan penampakan bentuk dirinya.
Dua dukun yang bersembunyi, kini dengan mata telanjang, bersama-sama mengintip munculnya Lala, dan bertukar pandang, jika mereka telah menemukan ruh gaib yang tepat, dan akan menjadi hantu penerawangan untuk bekerja mengirim ilmu hitam. Mereka mulai membaca mantera pengikat ruh. Mereka merasakan kekuatan yang luar biasa dari ruh yang telah lama mereka incar.
"Sial!" rutuk sang pria dengan kumis tebal, ketika dia mendapati jika benda dan mantera yang dia gunakan, tidak bisa menarik ruh masuk dalam botol.
"Suaminya selalu menjaga kuburannya, bagaimana kita bisa mencuri bagian tubuhnya, jika dia terus-terusan berjaga. Satu-satunya cara agar memikat ruhnya, kita harus membongkar kuburannya," saran seorang pria yang perawakan lebih tipis.
Pria berkumis tebal menganggukkan kepala, setuju dengan pendapat temannya. Diam-diam mereka terus mengintip dan mengintai di balik-balik semak belukar yang menyembunyikan keberadaan mereka yang telah mengincar ruh seseorang yang telah tiada, adalah target mereka.
Suasana pemakaman yang awalnya terdengar senyap dan semilir angin yang lembut, perlahan mengundang suara burung gagak saling bersahutan, semilir angin pun terasa mengirim hawa dingin, dan membawa bau melati yang melewati dan masuk hidung, di ikuti bau densifektan yang terasa ketat dan familier.
'Bau ini?' batin Bram seakan-akan menebak apakah nyata hal ini akan terjadi? Dia bisa bertemu ruh? jika iya, maka hal itu harus terjadi.
Bram mematung sementara, seakan mempersiapkan hatinya sendiri. Bertemu dalam dua dunia yang berbeda. Hal ini terasa seperti rasa rindu bercampur dengan rasa yang mengerikan. Takut. Bram mengoptimalkan dirinya untuk tidak takut. Lala, adalah istri yang paling dia cintai.
Angin mulai terasa kencang, dan bau melati diikuti bau densifektan , kini Bram terhenyak akan rasa sesaat, yang perlahan membuat dia sadar mampu merasakan kehadiran istrinya. Makin dua rasakan, makin dua rasa itu bercampur. Rasa rindu dan rasa mengerikan, bercampur aduk dalam satu mangkok hati, yang telah di aduk-aduk oleh sendok niat dari sang pemilik mangkok. Rasanya sangat menyedihkan. Dia ingi
Lala merasakan dua dunia yang jauh berbeda, dia baru menyadari satu hal. Memang sungguh cinta akan dipisahkan oleh kematian. Namun cinta pula, yang membawanya kembali, menentang dan menolak takdir kematiannya. Lala membulatkan niatnya lagi, perlahan-lahan dirinya terlihat seperti memiliki daging, dan wujudnya terlihat nyata, dan suaranya lirih memanggil, "Bram, aku ..., di sini."
'Hantu,' cekat Bram dalam hatinya.
Detik selanjutnya, dia mengumpulkan keberaniannya, rasa rindu perlahan mengikis rasa takutnya. Ternyata tidak semudah yang dia pikirkan. Rasa takut menyergap ketika dia akan bertemu dengan wujud ruh itu. Wujud yang sangat berbeda dengan Lala sebagai sosok manusia. Namun hatinya, bersikeras menyebut Lala adalah istri manisnya.Istri pujaannya. Wujud ruh pun, tidak akan membuat dia getar. Pertemuan ini, memang sangat dia nantikan. Namun juga, sangat menakutkan.
Bram memberanikan diri, menoleh ke asal suara, suara yang di rindukan, suara Lala. Sekejap, Bram bisa menyaksikan wujud nyata ruh Lala, dengan wajah terlihat seputih kapas, dua lingkaran hitam mengelilingi mata yang terlihat suram, rambut hitam yang tergerai berantakan, dengan busana serba putih menutup mata kaki, dan mengambang di udara.
Bram bergetar, antara terkejut, rindu, dan rasa takut yang memuncak seluruh raganya. Wajahnya putih bak kertas. Tangan dan kakinya seakan menyentuh es. Sangat takut. Namun juga sangat Rindu, bahkan dia harus meneteskan air mata karen pertemuan dua dunia.
Lala membaca raut wajah suaminya, "Kau... takut padaku ..."— Lala mulai terisak, tangisnya pilu— "Kau janji akan menyukaiku, apapun bentuk ku?"
Lala menangis. Air matanya hitam. Dia terlihat merajuk, dan juga sangat marah.
Bram tersentak, dan menjawabnya, "A—aku, akan selalu menyukaimu, baik manusia ataupun—" Bram tercekat, dia tidak menyelesaikan kalimatnya, ketika Lala terlihat raib begitu saja di udara. Mengedarkan matanya lagi, mencari sosok kasat mata yang dia temui.
Tidak menemukan.
Bram berteriak marah, "Lala, muncul!"
Berkali berteriak-teriak dalam kesunyian area kuburan bercampur suara yang terisak-isak, dengan napas yang terlihat naik turun, kepalanya terasa mulai pusing, namun bibir lirih memanggil "Lala ...."
Tidak ada jawaban. Tidak ada penampakan lagi, dan hanya pandangan gelap yang menghalau mata Bram, perlahan-lahan rasa pusing merasuki dirinya, dan terasa angin malam mendorong tubuhnya ke belakang, menabrak tanah dan pandangannya hitam.
"Bram!" seru Lala dalam isaknya, lari memeluk, tetapi tak bisa tersentuh, seakan rindu bercampur sakit hati seperti musim kemarau panjang ini, bagai sepasang suami istri yang di pisahkan dalamnya samudera, sampai kapanpun tidak akan saling bisa bertemu.
Tak-tak-tak!
Pustula di hentakkan ke tanah, seakan ujung pustula memiliki magnet, Noah telah menarik Lala, ke sisinya, "Saatnya, kau memenuhi janjimu?"
"Tidak!" Lala menolak, dan memberontak, sorot matanya terlihat keji dan berdarah, tangannya berusaha menepis Gerald dan Noah.Tetapi, sia-sia. Gerald dan Noah berdiri mengapit tangannya, mencengkram dengan ketat, sehingga Lala terkekang gerakannya, dan hilang bersamanya.
Dua pria yang bersembunyi dalam semak belukar, perlahan menampakkan diri, dan saling melempar pandang dalam kegelapan.
"Hantu perempuan itu telah pergi, mah." Pria berperawakan tubuh tipis itu bertanya sembari menyamakan langkahnya dengan Agus, yang berjalan menuju pusara Lala Kusuma.
"Selama suaminya, tidak melepas dia pergi. Walau malaikat menjemput, dia akan tetap kembali ke dunia Fana, dan dia akan bercampur dalam dunia manusia," beber Agus pada Ahmad, muridnya.
Agus dan Ahmad terus berjalan dalam langkah senyap, menatap tubuh pria yang tergeletak di tanah.
"Kok sepi, kata mereka banyak hantu berada di sini? mengapa aku tidak melihat satupun lagi di sini?" Ahmad mengedarkan matanya ke seluruh penjuru pemakaman.
"Bodoh! tentu saja mereka takut dengan Agus yang bisa menangkap mereka dan menjadikan mereka budak," jawab Agus yang lalu duduk berjongkok di sisi Bram. Telunjuk pria renta itu melewati hidung Bram, "Dia hanya pingsan."
"Apa kita harus membunuhnya? "
Agus menggelengkan kepalanya, "Hantu bisa kita atasi, tetapi jika urusan manusia dan hukum. Agus bukan ahlinya."
Ahmad berpura-pura mengerti, dan hanya menganggukkan kepalanya agar terlihat sudah memahami. Ketika Agus mulai memberi isyarat dengan matanya pada gundukan tanah merah. Ahmad segera mengeluarkan cangkul yang dia gendong di belakang punggungnya.
"Gali untuk ku," perintah Agus. Ahmad segera melakukan aksinya. Baru saja dia akan mulai, sorot lampu senter terlihat muncul dari kejauhan.
"Ada orang, Ahmad. Kita harus bersembunyi lagi!" instruksi Ki Agus.
......................
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Bidadarinya Sajum Esbelfik
Kerreeeenn 😎😎😎😎
2021-05-04
1
Cici Cialhien Ciekhell
romantissssnya 😍😍😍
2021-04-26
1
Nawan Damanik
novel fasis, rasist,skip skip, hapus
2021-03-04
1