Melihat Bram datang tanpa air mata, mereka pikir Bram sangat tegar. Padahal tidak, hatinya hancur, dan jantungnya seakan ikut berhenti ketika melihat satu sosok yang terbaring kaku, dingin, dan berwajah putih kapas, dengan luka memar di kepala.
Di sana, apakah di sana Lala? Bukan. Bram mengelak untuk percaya, namun dia memilih mendekat memastikan apa yang di tangkap matanya.
Benar. Lala adalah wanita kesayangannya. Istri kesayangan. Lala Kesuma. Wanita ini, sangat jahat telah menjatuhkannya dari kehidupan yang menyenangkan, yang menyesap manis madu dalam pernikahan, yang baru berumur tiga bulan, kini dalam satu hari seakan telah menjadi racun yang meremukkan tulang, dan menusuk jantung.
Manis itu terasa hanya sebentar, tetapi racun sehari ini, membekas dan melubangi hari-hari Bram.
Hari ini, untuk kesekian kalinya, Bram mengemis lagi, dan lagi. Lala sudah berada jauh di dalam tanah, dia terus duduk berlutut memeluk pusara, dan membisiki, "Sayang ... aku sangat rindu."
Tangis panjang mengisi udara, walau tidak ada air mata, justru hal ini lebih terlihat menangis seperti orang gila, hentakan dan pukulan batin yang setiap tarikan nafasnya, terdengar mendesak dada, sangat sesak, dan menghancurkan kepala.
Pernikahan mereka baru tiga bulan, masih di bulan yang sangat termanis, tetapi kecelakaan mobil menewaskan istrinya yang tengah mengandung anak pertama.
Anak!
Batin Bram terhentak, mengingat kehamilan Lala. Tetapi, keluarga kecilnya gagal terbentuk, gugur di saat bunga-bunga tengah bermekaran dalam rumah tangga.
Sedih, dan terpukul.
Bayang-bayang kemesraan rumah tangga mereka, bagai mimpi manis perlahan menjadi angan-angan yang sangat di rindukan, sekaligus racun yang membuat Bram, tidak kuasa ingin hidup lagi.
Melihat Bram luyut di samping pusara yang masih merah, Lala yang terlihat kasat mata, menangis darah di sisinya, berusaha memeluknya, namun tak bisa dia rekuh seperti dulu. Jika keluarganya begitu tegar, mengapa suaminya tidak? Yang Lala tau, Bram adalah pria baja, tidak pernah mudah kasihan kepada orang. Tetapi, hari ini, dia sangat berbeda.
Sekali lagi Lala mencoba memeluk Bram, tidak dapat, di rekuh seperti kehidupan sebelumnya. Lala baru menyadari, jika, mereka telah berbeda kehidupan. Bram hidup sebagai manusia, dirinya sebagai hantu.
Lala tidak pernah meninggalkan Bram, semenjak hari kematiannya, dia hanya berdiri di sisi Bram, menemaninya setiap saat, karena kakinya tidak dapat menyentuh tanah, dia terus mengambang-ngambang di udara dengan suara tangis pilu, dan menyentuh perutnya, ada segumpal ruh terlihat seperti daging berbentuk bayi kecil di sana, anaknya.
Lala merasakan kepedihan yang sama, rindu yang sama. Lala memandangi wajah dengan jejak riak tangis suaminya, seharian pria itu menangis, dan terlelap memeluk pusaranya, satu tangannya terlihat masih menggenggam tanah merah.
Bram, masih tidak melepaskan dirinya. Lala makin tidak menerima kematiannya sendiri. Lala menolak di sebut hantu. Lala masih ingin menjadi Istri Bram.
Duaaarr ...darrr ....
Gemuruh langit , dengan awan hitam, hujan terlihat akan datang lagi. Siang malam selalu hujan, Lala merasa kasihan dengan Bram, dia sudah begitu basah kuyup, kini malah tertidur. Tidak tega, Lala membuka dua telapak tangannya, seakan menjadi payung kepala Bram, seakan-akan dia bersedia menjadi payung, dan dia menjerit berdoa, seakan-akan baru ingat ada Tuhan, "Tuhan, jangan turunkan hujan."
Dalam hitungan satu menit. Awan hitam menghilang. Lala mengira doanya terjawab cepat, ternyata tidak. Hal ini, tidak ada hubungannya dengan jeritan doanya sebagai hantu. Semenjak ruh berpisah dengan raganya, hidup sebagai hantu, sudah berhenti memiliki kuasa dalam doa. Menjerit dan berteriak, tidak akan ada gunanya. Kehidupan sebagai manusia, adalah kehidupan emas yang sering di lewati manusia, di mana mereka mengabaikan kuasa dalam bibir, kuasa memanggil Tuhan, kuasa meminta keselamatan dan penyertaan di dunia.
Dalam kehidupan, Lala sering mengabaikan doa yang merupakan sederet kata yang beharga melebihi emas dan kehidupan mewahnya. Lala cenderung suka berkata sembarangan, mencemooh, dan mengutuk. Ketika seseorang telah menjadi hantu, jiwa yang berpisah dari raga, dia telah kehilangan akses berkomunikasi dengan Tuhan. Kesempatan emas, tidak berlaku lagi.
Langit sudah senyap, hanya bulan bersinar terang, seakan-akan menyambut dua sosok bayangan hitam yang turun dari langit.
Kini, dua bayangan itu menginjak tanah, gemuruh langit pun telah senyap.
Lala dikejutkan akan dua sosok itu, dia teringat akan sosok malaikat maut, seperti dalam film, dengan jubah hitam panjang, yang mengenakan tudung kepalanya, dan juga membawa pustula.
Dua bayangan hitam tiba muncul di hadapan Lala, satu memegang kitab tebal, yang di sebut buku kematian, wajahnya terlihat indah, dan wajah yang mengerikan, tengah memegang pustula besar.
"Lala Kesuma."
Lala mendongakkan kepalanya, ketika dua bayangan itu memanggil namanya, mereka terlihat mengenalnya, "kalian siapa?"
"Aku Gerald," yang berwajah indah memperkenalkan diri, Gerald kemudian memperkenalkan sosok mengerikan di sampingnya, "Dia adalah Noah, sang penjaga yang menarik ruh-ruh yang menolak pulang."
Lala menimbang-nimbang apa yang dia dengar, apakah ini nyata, jika mati, maka ada penjaga yang turun ke dunia, menarik mereka pulang.
"Kami sepasang petugas akhirat yang membawa ruh-ruh manusia yang telah meninggal," lanjut Gerald.
Lala menolak percaya. Hal ini sangat menyakitkan dirinya, dan dia hanya mengira dirinya sedang bermimpi.
"Tidak! Kalian bukan malaikat maut, setahuku namanya tidak seperti itu."
Gerald terkekeh, "Kalian begitu banyak, kalian pikir hanya satu nama penjemput kehidupan kalian. Manusia, tidak akan tau hal ini, jika kalian tidak mati. Tetapi, itu tidak penting. Kami bertugas membawamu."
Lala tercekat, jiwanya bergetar takut, "Jangan jemput aku sekarang. Aku masih ingin bersama suamiku."
"Kau sudah melewati 40 hari ruh pengembaraan dunia fana. Tidak ada kesempatan lagi. Ayo pergi," hardik Noah, yang memiliki penampilan yang mengerikan, matanya hanya satu, hidungnya rata, bibirnya terlihat sumbing.
Lala menolak, berteriak memanggil, "Bram ... tolong aku, selamatkan aku!"
Noah benci hantu yang menolak pergi. Benci hantu yang menolak kematiannya, dia menghardik lagi, "Umurmu di takdir kan pendek. Pergilah dengan rasa hormat, tidak perlu drama seret!"
Berkali-kali Lala menggelengkan kepalanya, dia menolak di jemput. dia tetap ingin tinggal.
Lala mengambang di udara, berlari di udara, dia menolak di bawa pergi. dia ingin tetap di dunia fana, walau harus menjadi hantu yang berkeliaran, yang penting dia bisa setiap saat melihat Bram, suaminya.
Tak-tak-tak ....
Pustula menghentak tanah tiga kali, gempa bumi terasa sebentar, tarikan magnet di rasakan oleh Lala. Dalam sekejap, ruhnya telah di hempaskan ke sisi Noah, Noah dengan mudah mencengkeramnya, dalam satu genggaman, "Kau mati, tidak punya pilihan. Makin kau lari, makin hukuman bertambah."
......................
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Aksara_Dee
ya ampuun sedih banget ...
2025-03-14
0
Erika Darma Yunita
oo mai gatt...😱😱masih bisa aku terima dan aku masih belum takut...cuma agak sedih aja...
2021-06-23
0
siapa luh
hiiiyy serem thooorrr...
semoga kita semua gak seperti itu yaa.
mendapatkan kesempatan utk bisa bertobat sebelum ajal tiba.
selalu melakukan kebaikan utk bekal kita di akhirat. amin 🤲
2021-04-26
2