Hantu Istriku Balas Dendam
Awan terlihat hitam dan abu-abu, langit berkali -kali menerbitkan kilat cahaya yang menyilaukan.
Barulah, perlahan tetesan-tetesan air jatuh dari awan, menyentuh tanah.
Tik-tik-tik ....
Beberapa saat kemudian, terdengar suara gemuruh yang menggelegar, dan pekak.
Duarrr-duarrr!
Hal ini, sangat menakutkan. Tetapi tidak, untuk pria yang tengah berdiri di bawah guyuran hujan, air matanya ikut tersamar dengan rinai hujan yang jatuh membasahi sekujur tubuhnya. Sorot matanya, terlihat kosong menatap pusara.
Pria itu hampir tidak terlihat, di antara deras hujan yang menyamarkan sosoknya, yang kini duduk berjongkok dengan satu tangan memegang tanah merah, dan satu telunjuknya menari-nari, dengan bibir yang mengeja dengan suara yang sangat terisak, "L-A-L-A ... K-E-S-U-M-A."
Pria berbadan ramping itu menahan napasnya, seakan-akan mencari pembuktian. Siapa pemilik gundukan tanah merah, ini?
Telunjuk pria itu menari di setiap huruf, seakan memeriksa ulang, bibirnya yang beku dingin, bergemetar mengeja setiap huruf dengan tarikan napas yang panjang, "LA—LA, KE—SU—MA."
Air matanya turun tersamar air hujan, kilat-kilat cahaya terlihat bertebaran di langit, awan-awan hitam dan besar, dan curah hujan jatuh seperti air tumpah dari langit. Sangat deras.
Tidak membuat pria tampan dengan tubuh ramping ini pergi, dia hanya mengira langit sedang ikut bersedih untuk dirinya. Karena, sejak lama dia telah menangis seperti telah mengeluarkan darah dari dua biji mata, untuk orang yang sama, dia adalah Lala Kesuma, istri Bram Agung.
Bram tetap kukuh berdiri di depan pusara istrinya masih sangat merah, terlihat sangat baru, bunga-bunga taburan masih terlihat sangat segar, pria ini selalu menggantinya setiap hari.
Bram telah lama menjalin hubungan dengan Lala, menjadi seorang kekasih gadis yang dia sebut dan agungkan mirip barbie, paling populer, semenjak Sekolah Menengah, hubungan mereka telah berlangsung selama enam tahun terakhir.
Baru dua bulan yang lalu setelah Lala menerima toga, sebagai tanda penerimaan gelar kelulusan sebagai Mahasiswa predikat terbaik jurusan Kedokteran. Bram tidak tahan lagi, apalagi perasaaan takut diambil orang selalu menjadi momok pikiran pria mapan itu, dan dia pun melamar.
Tepat sebulan kemudian, mereka mengucapkan janji suci pernikahan. Karena, sangat mencintai mempelai wanitanya, bahkan Bram telah menambah janji sendiri setiap paginya, akan selalu saling setia sampai akhir hayat, walau salah satu telah tiada.
"Saya, akan selalu berjanji menjadikan Lala istri baik di dunia, maupun akhirat."
Lala mendengus, seakan tidak percaya, dia berseloroh segera, "Jika aku tiada, bagaimana? pasti kawin lagi ama yang sexy."
Bram menjulingkan matanya, seakan-akan dia telah mempertimbangkan wanita sexy yang hadir, berseloroh kemudian, "Sepertinya begitu, sexy dan cantik, harus dicoba."
Bram hanya bercanda, tetapi raut wajah istrinya jatuh kecewa, istrinya memanyunkan bibirnya, dan satu kalimat ejekan keluar dari bibirnya yang gemetar, "Ah ... ternyata kau tidak akan setia, sampai akhirat."
Lala bangun menyibakkan selimut, tidak menyangka gurauan bangun pagi mereka, malah membuat dirinya sangat patah hati dan cemburu, juga sangat takut, takut candaan itu menjadi kenyataan pahit di antara mereka.
Tetapi, tangan Bram tiba datang dan menahan istrinya tetap di atas kasur, tangannya melingkar ketat, dagunya jatuh di pundak istrinya, hembusan napas terdengar sebelum satu kalimat paling manis dan horor terdengar di telinga Lala, "Lala, istri terbaikku, aku akan setia selalu, bahkan jika istriku tidak ada, aku akan mencari jiwanya, dan pergi menikahinya lagi."
Lala tersenyum tidak berdaya, dia segera mengomentari, "Perkataan mu terlalu horor. Buktikan yah... jangan omong doank."
Bram tidak menjawab sebentar, matanya terlihat merenung, setelah sekian detik, dia menjawab, "Aku janji, dan bukan di bibir yang nakal, tetapi hati nakal ini sudah bersumpah,"
Lala tidak tahan, dia berpaling melihat Bram dengan hanya wajahnya yang menjulur ke belakang, mencari keteguhan mata pria itu padanya, mendapatkan tatapan istrinya, Bram melanjutkan kata-kata manisnya lagi, "kamu terlalu sempurna, dan idaman semua orang, kau milikku, Tuhan pun tidak akan ku ijinkan mengambilmu dariku ... oleh itu jangan sampai pernah kau tinggalkan aku duluan. Aku tidak siap. Aku takut."
Lala terkekeh, dan kembali berseloroh, "Ya udah deh, kamu mati duluan, aku kawin dulu sebentar, baru nyusul kamu, ke akhirat."
Bram tidak terima, raut wajahnya terlihat sangat tidak senang, matanya terlihat cemburu, suaminya ini memang tipikal sangat serius, bercanda dengannya, sangat tidak menarik, salah bicara, pria itu akan merajuk seharian.
Tidak ingin prianya marah padanya, Lala segera mencairkan hati Bram, dengan mencium ketat bibir suaminya, dan selesai hal itu, dia berbisik manja, "Aku hanya bercanda, aku hanya akan menikahi raga dan jiwa Bram Agung, sekali dan selamanya."
Dan, hari itu terjadi!
Tepat siang setelah mereka berpisah sebentar, karena pekerjaan.
Tuhan mendatangkan petaka perpisahan untuk mereka. Bram dan Lala, dipisahkan oleh malaikat maut. Kekuasan Tuhan yang sangat ilahi, manusia pun tidak pernah bisa menebak hal ini, termasuk Bram yang selalu protektif dan memanjakan istrinya.
Saat itu ....
Bram baru saja akan keluar dari kantornya, untuk makan di rumah, dia baru turun dari mobil, akan segera menghubungi istrinya, namun panggilan masuk dari ayah mertuanya, telah banyak dalam daftar panggilan tidak terjawab. Ponsel Bram memang dalam keadaan silent, karena dia tengah rapat dari pagi hingga menjelang siang.
Panggilan datang lagi, Bram segera mengangkatnya, Bram belum memberikan sapaan, sederet kata serak dari ayah mertua, bagaikan petir datang menghajarnya,
"Bram, Lala ... sudah pergi ...."
Tidak kuasa air mata, Agus kesuma tidak sanggup menyelesaikan kalimatnya, Lala adalah putri terbaik, dan harapan yang selalu di banggakan keluarga besar Kesuma.
Mendapatkan telepon itu, Bram hanya mematung di dalam mobil.
Dup-dup-dup.
Jantung Bram melompat-lompat, seakan menembus daging, dan ingin merobek kulit tipis Bram.
Tangannya gemetar memegang ponsel, dan tanpa sengaja jatuh begitu saja, masih merasa hal itu sangat salah. Bram menginjak pedal gas, menuju rumah sakit.
Dalam 15 menit
Bram telah mencapai rumah sakit, menembus macet, dan memotong jalan, dia tidak peduli banyak klakson mobil yang pergi meneriakinya, bahkan dia tidak takut ada mobil lain akan menabraknya, dan membuat dia mati selanjutnya.
Bram tidak takut kematian, dia hanya takut kehilangan Lala.
Bram menarik napas, untuk pertama kalinya dia takut menginjak lantai rumah sakit. Bau densifektan bertebaran di udara, membuat Bram terbatuk-batuk ingin menangis, karena Lala selalu membawa aroma ini kerumahnya, sebagai khas dirinya yang telah bekerja di rumah sakit.
Isak tangis terdengar pilu, dan teriakan-teriakan histeris menggema, ketika langkah Bram mencapai kamar Unit gawat Darurat.
...----------------...
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
RiriSiput 3210
,
2022-03-02
0
RiriSiput 3210
.
2022-03-01
0
RiriSiput 3210
hey
2022-02-23
0