Delila menghentikan sejenak langkahnya, kedua matanya menyipit menatap matahari yang bersinar begitu terik siang ini.
Helaan napas lelahnya terdengar, topi usang yang dia pakai tidak semerta merta melindunginya dari sang surya. Keringat mengucur di dahi, pelipis dan punggungnya. Bahkan kaos biru muda yang Delila pakai sudah berganti menjadi biru tua karena basah oleh keringat.
Raut wajah gadis itu begitu sendu, kedua matanya menatap nanar wadah bekal yang masih dia genggam erat.
"Ck, sayang banget sih. Padahal udah aku buat susah payah, ternyata Mas Samson udah makan siang sama temen kerjanya." hati Delila mencleos.
Dia terlihat menampakan ekspresi biasa saja saat rekan kerja suaminya itu mencecarnya tadi, Delila tahu kalau mereka pasti penasaran kenapa dirinya bisa berada disana dan bertanya tanya ada kepentingan apa, karena tidak ada satu pun kendaraan bermotor yang dibawanya.
Cukup nekat, tapi mau bagaimana lagi Delila terlalu berani mengambil langkah ini tanpa izin dari Baron. Dia siap mendengarkan omelan pria itu saat pulang nanti, kalau memang Baron peka dan menyadari kedatangannya.
Kedua mata Delila mengedar, dia menatap orang orang yang lalu lalang didekatnya. Pandangannya seketika tertuju pada beberapa anak yang tengah berteduh di bawah sebuah pohon diseberang jalan.
Senyuman Delila mengembang, dia masakan yang di buatnya tidak akan mubajir lagi. Kedua kakinya melangkah cepat, senyumannya terus saja mengembang bahkan setelah dia sampai di tempat tujuan.
"Adek adek, kalian udah pada makan belum?"
Suara Delila yang terdengar ceria seketika membuat ketiga anak itu tersentak kaget. Mereka reflek menoleh, ketiga pasang mata polos itu mengerjab cepat, terlihat keheranan saat mendapati seorang gadis tengah tersenyum kearah mereka.
"Gak usah takut, Kakak bukan orang jahat kok- cuma agak nyebelin dikit kata orang itu mah. Oh iya, kalian mau makan gak? Kakak tadinya mau nganterin nasi tapi orang yang dianterinnya udah makan duluan disana. Jadi dari pada mubajir, dosa buang makanan kalian makan ya, gimana?" Delila terus saja mengoceh tanpa memberikan kesempatan berbicara pada ketiga bocah itu.
Bahkan tanpa persetujuan Delila mendudukkan diri di trotoar bersama ketiganya dan membuka bekal yang tidak sampai ketujuan. Delila terlihat begitu antusias, tapi keantusiasannya hilang saat dirinya menyadari anak anak itu tidak meresponnya.
"Kenapa kalian diam aja? kalian takut kalau Kakak bohong? apa takut kalau makanannya beracun, iya?" tanya Delila sedikit sedih.
Mata bulatnya menatap satu persatu bocah yang ada dihadapannya, Delila yakin kalau mereka pasti ragu bahkan takut dengan-
"Makasih ya, Kak. Kita emang belum makan, tadi kita kaget aja soalnya baru kali ini ada orang yang mau ngasih kita makan. Padahal biasanya kita harus jualan minuman sama tissue dulu kalo mau makan, itu pun kalau dagangan kita laku." cetus bocah laki laki yang paling besar diantara ketiganya.
Bocah itu seperti seorang Kakak untuk kedua bocah lainnya, mereka bertiga terlihat begitu antusias- duduk melingkar berbagi sekotak nasi dan lauk pauknya. Delila yang melihat itu hanya bisa tersenyum miris, entah kenapa matanya tiba tiba saja berembun tapi senyuman di bibirnya terus saja dia pertahankan.
Melihat ketiganya lahap menyantap masakannya membuat Delila kian melebarkan senyumannya, entah masakannya enak atau mereka sedang kelaparan.
'Ya Tuhan, aku kadang lupa bersyukur.' tangisnya dalam hati. Delila memalingkan wajahnya ke arah lain, dia tidak kuasa menahan cairan bening yang sudah menganak di kedua kelopak matanya.
Gadis itu berusaha mengambil napas dan menahan isakan, kedua matanya terpejam, berusaha tenang dan kembali mengalihkan pandangannya ke arah ketiga yang tengah menikmati makanan yang dia berikan.
"Hidung Kakak berdarah!" pekik salah satu bocah yang tidak sengaja mengalihkan pandangannya pada Delila.
Bocah laki laki itu terlihat panik, dia segera meraih satu bungkus tissue dan diberikan pada Delila yang masih belum menyadari keadaannya saat ini.
"Hidung Kakak berdarah? Kakak lagi sakit ya?" tanya bocah satunya.
Ketiganya terlihat cemas, bahkan meninggalkan makanannya saat melihat Delila mulai menyeka cairan merah yang tiba tiba saja keluar dari hidungnya.
"Gue kenapa?" gumamnya, dia malah bertanya pada dirinya sendiri karena belum mengerti apa yang sedang terjadi.
"Gak apa apa kok. Mungkin tadi Kakak panas panasan jadi mimisan deh hehe, gak sakit kok. Udah kalian makan lagi aja, habisin ya." Delila kembali menampilkan senyumannya, satu tangannya reflek mengusap pucuk kepala salah satu bocah itu penuh kasih.
Saliva yang Delila telan terasa berat, satu tangannya masih berusaha menyumbat aliran darah yang keluar dari lubang hidungnya. Dia juga tidak tahu kenapa bisa mimisan, padahal sudah lama dirinya tidak mengalami hal ini, kecuali dulu saat kecil- katanya karena kepanasan dan kecapean.
Mungkin karena hal itu, ini terjadi lagi.
Delila sibuk dengan pemikirannya, di seberang jalan sana seorang pria berkaos tanpa lengan tengah berkacak pinggang sibuk mengedarkan pandangannya ke setiap area guna mencari seseorang. Tapi sayangnya usaha menyusulnya tidak berhasil, orang yang dia kejar tidak terkejar dan pasti sudah jauh.
"Ck! kenapa gak diem aja di rumah sih, bebal banget tuh cewek satu." gumamnya penuh dengan rasa lelah, kesal dan sedikit rasa tidak nyaman dalam hatinya.
Helaan napasnya terdengar, dia terfokus menatap ke depan tanpa mau melihat ke arah seberang, padahal orang yang dia cari masih ada disana namun lain jalur.
PUSING MAS? JEDOTIN AJA DULU
DEDE GEMOY😘😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Naura Kamila
subhanallah, , ternyata ini hikmah papa davyn nikahin paksa anaknya, , , mang dasarnya si Delila jg anak yg baik, , ,
2023-09-03
1
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝘢𝘴𝘵𝘪𝘯 𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘋𝘦𝘭𝘪𝘭𝘢 𝘥𝘦𝘬𝘦𝘵 𝘴𝘢𝘮𝘢 𝘵𝘶𝘩 3 𝘢𝘯𝘢𝘬 𝘬𝘦𝘤𝘪𝘭 𝘺𝘨 𝘥𝘪 𝘵𝘰𝘭𝘰𝘯𝘨 𝘯𝘺𝘢
2023-04-29
0
fifia
elu yg ishhh gemes pengen getok pala baron
2023-03-11
1