Suasana canggung kian tercipta saat keduanya duduk bersama di ruang tamu kecil kontrakan Baron. Delila sesekali melirik pada pria yang masih terdiam sembari memainkan ponsel dan menikmati rokoknya.
Jujur sebenarnya Delila merasa terganggu dengan kepulan asap yang keluar dari mulut serta hidung Baron, tapi mau bagaimana lagi. Kalau pun dirinya protes pasti pria itu tidak akan mendengarkan protesannya.
Delila menghela napas dalam, perutnya yang belum terisi apa pun semakin terasa lapar. Ingin rasanya dia meminta tolong pada Baron, tapi lagi lagi Delila takut dan masih sungkan untuk mengatakannya.
Padahal waktu itu, dirinya begitu berani memerintah Baron disaat mereka harus mengejar para pencopet yang berakibat mereka harus terlibat pernikahan paksa.
Sebenarnya Delila ingin sekali menentang Papanya, tapi entah kenapa ada rasa tidak rela kalau pria kaku ini lepas begitu saja.
Katakan dirinya egois, dan berterimakasih banyak pada Davyn yang sudah memberinya peluang besar untuk bisa masuk kedalam hidup Baron. Ya walaupun sampai beberapa hari ini pria itu masih menampilkan sikap dingin, datar, kaku, seakan dirinya makhluk tak kasat mata.
Apakah jatuh cinta memang sebodoh ini?
"Ekhem!" Delila berdehem cukup keras.
Ekor matanya melirik pada Baron, dia menggeser perlahan tubuhnya walaupun sedikit di seret dan di paksa.
"Emm- Mas Sam-, Mas Baron udah makan siang belum?" tanya Delila ragu.
Gadis itu menampilkan senyuman kikuknya saat melihat Baron melirik kecil ke arahnya. Delila terlihat salah tingkah dan serba salah, sepertinya dia bertanya di moment yang tidak tepat.
Lihat saja lirikan si kaku ini, lebih kaku dari pada sok motor yang sudah tidak diganti berpuluh puluh tahun.
Layaknya batang kopi! keras.
Tanpa menjawab pertanyaan yang istrinya lontarkan, Baron memilih untuk bangkit. Pria berkaos tanpa lengan itu keluar, melewati Delila begitu saja tanpa suara sedikit pun.
Delila yang mulai terbiasa dengan sikap Baron, hanya bisa menghela napas pelan. Dia pun ikut bangkit, gadis itu perlahan menyeret kakinya menuju dapur. Sepertinya memang hanya dirinya yang bisa diandalkan sekarang, jangan berharap pada siapa pun termasuk pria yang sudah menikahinya beberapa waktu ini.
Delila menatap kompor dan mie instan yang masih ada ditempatnya, ceceran mangkuk yang dia pecahkan masih ada disana. Dengan perlahan Delila mendekat, dia meraih sapu dan mulai membersihkannya walau dalam keadaan susah payah.
Cukup menyita waktu, mungkin kalau orang lain yang sehat hanya butuh beberapa menit bahkan detik, Delila sendiri mampu menghabiskan waktu cukup lama lagi karena kondisinya sekarang.
Setelah selesai, dia kembali menyalakan kompor dan siap untuk merebus air. Bersyukur disini masih ada sumber api dan makanan didalam kulkas kecil, kalau saja tidak ada entah apa jadinya.
Di diamkan suami, perut lapar, tidak tahu harus berbuat apa sekarang. Meminta bantuan pada Sang Mama dan Papanya? itu artinya dirinya semakin memperburuk keadaan. Davyn pasti berpikiran kalau Baron menelantarkannya, ya walaupun itu kenyataannya.
Tapi Delila paham dan mengerti kenapa Baron bersikap seperti itu padanya, bayangkan saja- manusia mana yang tidak shock dan marah saat dirinya tiba tiba dipaksa menikahi manusia lain yang tidak ada hubungan apa pun sebelumnya dengannya.
Walaupun mereka pernah bertemu beberapa kali, tapi pertemuan mereka tidak ada kesan apa pun.
Delila sibuk dengan lamunannya, dia bahkan tidak sadar kalau panci air yang ada di kompor sudah mendidih. Sekian lama berkelana dengan pikirannya, Delila kembali tersadar saat merasakan cipratan di punggung tangannya.
Dia mendesis pelan, melirik ke arah kompor dan kembali menghela napasnya.
"Kayaknya gue butuh refresing deh, dua hari di dalam rumah mulu udah kayak anak perawan lagi di pingit mau kawin tau gak, berjamur!" cetusnya.
Delila terus saja berceloteh sendiri, bahkan saat mie instan yang dia buat sudah siap dinikmati, gadis itu masih saja mengoceh. Delila bahkan memakan makanan nikmat sejuta umat itu tanpa duduk, perutnya yang lapar tidak dapat lagi dikompromi.
Cukup mengenyangkan, walaupun tidak sekenyang nasi dan lauk pauknya tapi Delila bersyukur masih bisa makan. Pantas saja Kirana sang Mama sering memarahinya kalau membuang makanan, ternyata memang seberapa pun makanan itu pasti berguna untuk orang yang membutuhkan, sama sepertinya.
Mulai sekarang Delila harus siap menghadapi apa pun termasuk kekurangan makan, ini adalah keputusannya walaupun berawal dari Papanya. Kenapa bisa di sebut dengan keputusannya? ya karena Delila tidak menolak berarti memang benar keputusannya bukan?
Bisa saja Delila menolak waktu itu, tapi dia diam dan menurut- bukankah itu namanya pasrah, atau menerima keadaan yang ada?
Entahlah!
Dengan pelan dia mendekat pada kursi usang yang ada di dapur, Delila mendudukkan dirinya secara perlahan, menyimpan tongkatnya dan segera menelungkupkan wajahnya di meja kecil yang ada di dekatnya.
Rasa lapar yang terlewat membuat perutnya sedikit perih, Delila berusaha memejamkan kedua matanya agar rasa sakit itu menghilang. Tapi sepertinya dia ketiduran, bahkan saat Baron kembali dengan membawa satu kantong kresek hitam di tangannya, gadis itu sama sekali tidak menyadarinya.
JAN KAKU KAKU NGAPA MAS, ENTAR LO DI OSENGIN ONDERDIL MOBIL SAMA DELILA MAMPUS LOH
TEWEK GEMOY KAYAK GINI DI ANGGURIN, ENTE SEHAT KAN RON 🏃🏃🏃
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Asngadah Baruharjo
gokil THOORRR bahasanya, SEDAAAAPPPPPP 🤣🤣🤣
2024-05-24
0
Surtinah Tina
kasian y delila ..yg kuat y del
2023-10-24
1
Naura Kamila
semangat Delila, , , ulu ulu kacihann....
2023-09-03
0