Bab 003: Nyaris Saja Luluh Lantak

Tiga hari lalu, Tiarnan meninggalkan Likta sendiri di bungalo mewah yang terletak tidak jauh dari pantai Senggigi. Satu-dua pelayan datang silih berganti menyiapkan segala keperluan. Makanan yang disajikan saat sarapan, makan siang, dan malam selalu berubah-ubah. Semua terasa begitu lezat dan nikmati. Bukan hanya urusan perut yang diperhatikan, Tiarnan secara khusus mendatangkan beberapa potong baju hasil rancangan desainer ternama.

“Gimana?”

“Apanya?” Likta balik tanya.

“Baca, kamu coret apa-apa yang menurutmu salah.” Tiarnan meletakkan map kertas berwarna biru dan terlihat begitu tebal, membungkus berlembar-lembar kertas bertuliskan sederet perjanjian yang diketik dengan sangat hati-hati.

“Mau ke mana?” tanya Likta begitu menyadari Tiarnan berbalik badan.

“Mandi, mau ikut?” Tiarnan melihat pipi Likta merona setelah mendengar pertanyaan jailnya. Dan, seketika itu jantungnya memompa lebih cepat. Cairan yang mengalir di pembuluh darah berdesir panas, tetapi dia meyakinkan diri bahwa ini disebabkan oleh kebencian, bukan kebutuhan biologis yang ingin tersalurkan. “Aku tidak suka membuang-buang waktu, jadi buat keputusan selagi aku menyegarkan diri.”

Tanpa berkata-kata, Likta mengambil map di meja dan Tiarnan pergi ke kamar mandi. Begitu pria itu pergi, dia menyandarkan punggung. Menghirup oksigen banyak-banyak untuk melembapkan paru-paru. Tawaran Tiarnan barusan membuatnya sesak, hampir saja dirinya meminta napas buatan.

Isi surat perjanjian itu tidak ada yang salah, semua menguntungkan bagi Likta. Namun, ada dua poin yang melukai harga dirinya. Dia berkedip cepat dua kali sambil menatap langit-langit ruang tamu. Mengingat apa yang terjadi, jelas dia sudah tidak berharga lagi. Mengotori diri dengan noda yang takmungkin bisa hilang meski menggunakan kekuatan seribu tangan.

“Sudah?”

Map di pangkuan Likta terjatuh, kenapa akhir-akhir ini dia mudah sekali terkejut. Padahal suara Tiarnan tidak keras, cenderung dalam dan lembut. “Kamu keterlaluan.”

Mendengar ucapan Likta, tangan Tiarnan yang sedang mengeringkan rambut dengan handuk terdiam. “Maksudnya?”

“Test DNA, kamu masih mengira aku menipu!" ujar Likta, sebelum ditanggapi dia mengimbuhkan, “Kalaupun terbukti bayi ini bukan anakmu, aku mau aja cerai, tapi enggak dengan uangmu. Aku sanggup membesarkan anak ini dengan jeri payahku sendiri.”

“Bagus kalau kamu sadar,” sahut Tiarnan ketus. “Ayo, kita harus ke Jakarta sekarang, aku sudah mempersiapkan semua.”

“Aku harus siap-siap.”

“Tinggal aja, nanti orangku yang urus.” Tiarnan bersedekap, mengamati penampilan Likta. Wanita itu memakai celana jeans yang dipadukan dengan kaus ukuran jumbo yang merosot di salah satu bahu, sehingga memperlihatkan kulit pucatnya. Rambutnya di gelung longgar, dia terlihat seperti gadis belia yang belum siap memiliki bayi. “Bukannya aku udah kirim beberapa baju, kenapa tidak dipakai?”

“Terlalu mahal.”

“Aku mau kamu pakai salah satunya sekarang.” Karena malas berdebat, Tiarnan bergegas pergi.

Sepuluh menit berikutnya, Likta keluar dari kamar, tampak manis dan anggun dengan gaun terusan yang bagian roknya tumpang tindih di depan, hampir menyerupai bunga tulip terbalik. Rambutnya masih sama, beberapa helai membingkai wajah bulatnya.

“Hello, aku sudah siap.” Telapak tangan Likta melambai karena Tiarnan terlihat bengong.

“Oke, yuk!” Tiarnan memimpin langkah menuju halaman belakang bungalo.

Kini giliran Likta yang menganga, kelopak matanya tidak berkedip selama beberapa detik. Tidak heran orang-orang memberi julukan Tiarnan—bocah miliuner—ini buktinya, pesawat jet yang bisa mengangkut sebanyak-banyaknya sembilan belas orang, tidak termasuk awak pesawat digunakan sebagai akomodasi perjalanan. Saking takjubnya, dia tidak menyadari pria itu menaiki tangga, sehingga tertinggal agak jauh.

“Ayo!”

Setelah masuk ke badan pesawat, Likta mengira panjang kabinnya mencapai kurang lebih sekitar 14,63 meter, sangat luas dan lega. Dia pun duduk di salah satu kursi.

Jarak tempuh dari Bali ke Jakarta tidak membutuhkan waktu lama, bahkan Likta belum sempat menyelonjorkan kaki. Setibanya di lokasi, Tiarnan menuntun langkahnya menuju mobil.

Kendaraan bermotor roda empat itu membawa keduanya ke kantor urusan agama dan catatan sipil, melaksanakan sekaligus mencatatkan pernikahan supaya sah secara hukum dan agama.

Meski sah menjadi suami-istri, hubungan keduanya tidak kunjung membaik, bahkan hampir seminggu ini Tiarnan mengabaikan Likta. Membiarkan wanita itu seorang diri di apartemen yang mewah dan sunyi. Memang ada asisten rumah tangga, tetapi selalu pulang pada sore hari.

“Aku kesepian, Bri, memang, sih, serba kecukupan. Tapi, aku udah kayak wanita simpanan tau enggak?” gerutu Likta sambil menikmati salat buah. Telepon genggamnya menggunakan mode pengeras suara. “Dia super suuuibuk banget,” katanya dipanjang-panjangkan.

“Itu salahmu sendiri, siapa suruh melewati batas,” balas Brielle. “Kamu kesambet setan apa, sih, waktu ngelakuin hal itu?”

“Sudah kubilang, semua terjadi gitu aja,” ucap Likta lemah, yang dia tahu saat itu hanya kecocokan satu sama lain. Ibarat kupu-kupu jantan dan betina, takut keburu mati kalau tidak segera bercinta.

Ketika kesunyian melanda Brielle bersuara. “Eh, Likta, kamu masih di sana, kan?”

“Iya, masih, Bri. Oiya, Tante sama Om ku nyariin, gak. Kemarin izin cuma dua-tiga hari, kan?” Meskipun tidak yakin bakal kembali lagi ke rumah sang tante Likta bertanya. Sedikit pun, dia tidak pernah membayangkan pulang dalam kondisi hamil, terlebih tanpa suami. Ini aib keluarga, bencana baginya.

“Iya, Tante Farida tanya pas ketemu di pasar.” Ada kesenjangan waktu selama sepuluh detik. “Likta?”

“He'eh.”

“Saranku, kamu jangan terlalu mikir terlalu dalam. Nikmati apa yang ada, jangan ada apanya,” ucap Brielle sambil menyanyikan kalimat kedua dengan suara fals maksimal.

“Cerdas!” pungkas seseorang yang amat Likta rindukan kehadirannya, Tiarnan tampak menakjubkan bersandar di kosen.

“Likta, eh, Likta!” Suara Brielle masih terdengar, menarik kesadaran yang nyaris terbang.

“Ya, Bri. Udah dulu, ya, nanti aku telepon lagi. Daah.” Sesudah memutus panggilan, Likta menurunkan kedua kaki yang bersila di atas sofa. Dia berdeham dua kali guna menetralkan keterkejutan dan kepanikan, bertanya-tanya sudah berapa lama Tiarnan berdiri di sana. Menguping pembicaraannya dengan Brielle.

“Papa mau ketemu sama kamu,” kata Tiarnan, datar. “Paparazi berhasil mendapatkan foto kita saat keluar dari catatan sipil.”

Likta terduduk lemas, gimana kalau om-tantenya sampai tahu, walaupun saat itu memakai masker cepat atau lambat akan terbongkar juga. Bisa jadi sudah diberitahu sang ayah. “Papamu pasti marah.”

“Aku sudah menjelaskan semuanya, Papa bisa mengerti, beliau menginginkan penerus keluarga. Sekarang bersiap-siaplah.” Tiarnan menaikan sebelah alisnya, Likta tak kunjung beranjak dari duduknya. “Tunggu apalagi?”

“Iya, iya.”

Likta yang biasa tampil apa adanya tidak membutuhkan waktu lama untuk berdandan. Dan, anehnya semua tampak sempurna di mata Tiarnan.

“Mau ngapain lagi?” tanya Tiarnan, geram.

“Maskerku ketinggalan.”

“Biarin!”

“Kalau ada paparazi?” Rupanya Likta mewarisi sikap keras kepala Ayon, ayahnya.

Karena kesal Tiarnan menarik istrinya lebih dekat, satu tangan berada di pinggul Likta. Tubuhnya saling bertumbuk, dia merasakan daya tarik yang sukar dihindari, perlahan menunduk dan ... nyaris saja luluh lantak di dalam kelembutan bibir Likta.

Terpopuler

Comments

semaumu aja

semaumu aja

ini pd ngapain sih dua kupu2kebelet kawin

2024-02-27

2

it's me oca -off

it's me oca -off

na tu kan bucin

2023-02-13

3

it's me oca -off

it's me oca -off

likta mau madriii ya

2023-02-13

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 001: Menemukan Ayah si Jabang Bayi
2 Bab 002: Ini Bukan Sinetron atau Kisah Novel
3 Bab 003: Nyaris Saja Luluh Lantak
4 Bab 004: Sinting!
5 Bab 005: Hampir
6 Bab 006: Ssttt
7 Bab 007: Kamu Percaya Sihir?
8 Bab 008: Ironi Pernikahan Tanpa Cinta
9 Bab 009: Sama Datarnya
10 Bab 010: Cukup
11 Bab 011: Menderita
12 Bab 012: Dipuja-puja
13 Bab 013: Istri Mas Tiarnan
14 Bab 014: Afair
15 Bab 015: Waaow
16 Bab 016: Rivalnya
17 Bab 017: Sudah Puas?
18 Bab 018: Tidak Boleh Dibiarkan
19 Bab 019: Sejak Kapan?
20 Bab 020: Bersikaplah Dewasa
21 Bab 021: Menunggu
22 Bab 022: Dia, kan, istrimu
23 Bab 023: Stres Memicu Kram Perut
24 Bab 024: Dama benar
25 Bab 025: Ibu Pengganti
26 Bab 026: Di antara Tanya, Arfid, dan Likta
27 Bab 027: Ingin Memercayaimu
28 Bab 028: Emosi Menurun
29 Bab 029: Segera Diresmikan
30 Bab 030: Penaklukan Hati Sang Pertapa
31 Bab 031: Loh, Kok, Marah?
32 Bab 032: Kecewa Berat
33 Bab 033: Ada Apa Ini?
34 Bab 034: Sampai Ajal Nanti
35 Bab 035: Perasaan Lega
36 Bab 036: Sudah Tidak Sayang 'kah, Mama Arima?
37 Bab 037: Mama Mengkhianatimu Kita
38 Bab 038: Ikhlas
39 Bab 039: Jumlah Segitu Dapat Dari Mana?
40 Bab 040: Aku Udah Kenyang, deh, Bri
41 Bab 041: Kehilangan Dirimu Terlalu Cepat
42 Bab 042: Sentimental Sekali
43 Bab 043: Membingungkan
44 Bab 044: Sekeping Hati Tidak Berarti
45 Bab 045: Hidangan Penutup
46 Bab 046: Kecemburuan
47 Bab 047: Ini Tidak gratis
48 Bab 048: Munafik!
49 Bab 049: No Debat!
50 Bab 50: Belajar dari Pengalaman
51 Bab 51: Berantakan
52 Bab 52: Berdampak Besar
53 Bab 53: Bukankah Cinta Memang Gila?
54 Bab 54: Dia Telah Mengambil Alih Dirimu
55 Bab 55: Menjagamu Kebahagiaan Terbesar
56 Bab 56: Aku Harus Kembali ke Indonesia
57 Bab 57: Zein dan Seysan
58 Bab 58: Menyusul Tiarnan ke Swedia
59 Bab 59: Menguntungkan Baginya
60 Bab 60: Pernikahan Ganda
61 Bab 61: Berita Buruk!
62 Bab 62: Terancam Dipecat
63 Bab 63: Versi Lebih Muda
64 Bab 64: Sepercik Sesal
65 Bab 65: Orang yang Salah
66 Bab 66: Menyenangkan
67 Bab 67: Ini Beresiko Likta!
68 Bab 68: Mana Buktinya?
69 Bab 69: Bagian Tersulit
70 Bab 70: Penderitaan
71 Bab 71: Menempati Posisi Likta
72 Bab 72: Seandainya Lebih Kuat
73 Bab 73: Belum Siap Melihat Dunia
74 Bab 74: Aroma Manis Likta
75 Bab 75: Semua Telah Berakhir
76 Bab 76: Ceraikan Aku!
77 Bab 77: Berkalang Dosa
78 Bab 78: Sudah Final
79 Bab 79: Pribadi Lebih Lurus
80 Bab 80: Siapa dan Ke mana kira-kira Tiarnan?
81 Bab 81: Sisi Lain
82 Bab 82: Memandang Sebelah Mata
83 Bab 83: Kemenangan Tiarnan
84 Bab 84: Memakanmu
85 Bab 85: Obsesimu
86 Bab 86
87 Bab 87: Tidak Tahan Melihat Likta
88 Bab 88: Semangat Juang
Episodes

Updated 88 Episodes

1
Bab 001: Menemukan Ayah si Jabang Bayi
2
Bab 002: Ini Bukan Sinetron atau Kisah Novel
3
Bab 003: Nyaris Saja Luluh Lantak
4
Bab 004: Sinting!
5
Bab 005: Hampir
6
Bab 006: Ssttt
7
Bab 007: Kamu Percaya Sihir?
8
Bab 008: Ironi Pernikahan Tanpa Cinta
9
Bab 009: Sama Datarnya
10
Bab 010: Cukup
11
Bab 011: Menderita
12
Bab 012: Dipuja-puja
13
Bab 013: Istri Mas Tiarnan
14
Bab 014: Afair
15
Bab 015: Waaow
16
Bab 016: Rivalnya
17
Bab 017: Sudah Puas?
18
Bab 018: Tidak Boleh Dibiarkan
19
Bab 019: Sejak Kapan?
20
Bab 020: Bersikaplah Dewasa
21
Bab 021: Menunggu
22
Bab 022: Dia, kan, istrimu
23
Bab 023: Stres Memicu Kram Perut
24
Bab 024: Dama benar
25
Bab 025: Ibu Pengganti
26
Bab 026: Di antara Tanya, Arfid, dan Likta
27
Bab 027: Ingin Memercayaimu
28
Bab 028: Emosi Menurun
29
Bab 029: Segera Diresmikan
30
Bab 030: Penaklukan Hati Sang Pertapa
31
Bab 031: Loh, Kok, Marah?
32
Bab 032: Kecewa Berat
33
Bab 033: Ada Apa Ini?
34
Bab 034: Sampai Ajal Nanti
35
Bab 035: Perasaan Lega
36
Bab 036: Sudah Tidak Sayang 'kah, Mama Arima?
37
Bab 037: Mama Mengkhianatimu Kita
38
Bab 038: Ikhlas
39
Bab 039: Jumlah Segitu Dapat Dari Mana?
40
Bab 040: Aku Udah Kenyang, deh, Bri
41
Bab 041: Kehilangan Dirimu Terlalu Cepat
42
Bab 042: Sentimental Sekali
43
Bab 043: Membingungkan
44
Bab 044: Sekeping Hati Tidak Berarti
45
Bab 045: Hidangan Penutup
46
Bab 046: Kecemburuan
47
Bab 047: Ini Tidak gratis
48
Bab 048: Munafik!
49
Bab 049: No Debat!
50
Bab 50: Belajar dari Pengalaman
51
Bab 51: Berantakan
52
Bab 52: Berdampak Besar
53
Bab 53: Bukankah Cinta Memang Gila?
54
Bab 54: Dia Telah Mengambil Alih Dirimu
55
Bab 55: Menjagamu Kebahagiaan Terbesar
56
Bab 56: Aku Harus Kembali ke Indonesia
57
Bab 57: Zein dan Seysan
58
Bab 58: Menyusul Tiarnan ke Swedia
59
Bab 59: Menguntungkan Baginya
60
Bab 60: Pernikahan Ganda
61
Bab 61: Berita Buruk!
62
Bab 62: Terancam Dipecat
63
Bab 63: Versi Lebih Muda
64
Bab 64: Sepercik Sesal
65
Bab 65: Orang yang Salah
66
Bab 66: Menyenangkan
67
Bab 67: Ini Beresiko Likta!
68
Bab 68: Mana Buktinya?
69
Bab 69: Bagian Tersulit
70
Bab 70: Penderitaan
71
Bab 71: Menempati Posisi Likta
72
Bab 72: Seandainya Lebih Kuat
73
Bab 73: Belum Siap Melihat Dunia
74
Bab 74: Aroma Manis Likta
75
Bab 75: Semua Telah Berakhir
76
Bab 76: Ceraikan Aku!
77
Bab 77: Berkalang Dosa
78
Bab 78: Sudah Final
79
Bab 79: Pribadi Lebih Lurus
80
Bab 80: Siapa dan Ke mana kira-kira Tiarnan?
81
Bab 81: Sisi Lain
82
Bab 82: Memandang Sebelah Mata
83
Bab 83: Kemenangan Tiarnan
84
Bab 84: Memakanmu
85
Bab 85: Obsesimu
86
Bab 86
87
Bab 87: Tidak Tahan Melihat Likta
88
Bab 88: Semangat Juang

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!