"Om Frits, di mana Tiarnan?" tanya Violacea kepada calon ayah mertuanya. "Acara akan dimulai sebentar lagi." Model papan atas itu mengerucutkan bibir saat tidak menemukan keberadaan calon suaminya. Memang sedari awal, dia tahu Tiarnan menolak pertunangan ini, enggan menjalin komitmen. Namun, karena desakan orang tua barulah menerima.
"Tadi pamit ke toilet, sebentar lagi juga datang,” jawab Frits, kemudian menyesap sedikit cairan kuning jernih.
Kilatan lampu kamera beberapa awak media menyilaukan mata ketika seorang pria jangkung melangkah santai menuju ke tengah-tengah ruangan. Dia adalah Dave produser sukses yang telah berhasil memproduksi jutaan film kelas dunia, dan sekaligus pemilik agensi modeling ternama.
Roman wajah Violacea terlihat tegang, kegugupan seolah-olah menjalari sumsum tulang. Dia mengulas senyum kaku, lidahnya terasa kelu.
“Apa kabar, Pak Frits?” Dave menjabat tangan pria paruh baya itu.
Telapak tangan Frits menggenggam dengan mantap, sedangkan tangan satunya konstan menepuk pundak Dave. “Amat baik, silakan menikmati acaranya, maaf, saya tinggal dulu.” Lalu menghampiri salah seorang tamu.
"Sayang, kenapa mengabaikan teleponku?" Dave berbisik di telinga Violacea setelah kepergian pria paruh baya itu, kemudian mundur selangkah. "Kamu kira bisa kabur dariku?" Dia sendiri tahu bahwa setelah menikah dengan Tiarnan—Violacea tidak perlu lagi menjadi model. Sudah tak lagi membutuhkan dirinya, ibarat kata habis manis sepah dibuang.
"Memang, sebentar lagi kontrak kerjaku sudah habis," tegas Violacea sambil melirik sekitar, takut kalau-kalau ada yang dengar.
Senyum Dave tersungging miring, ada banyak cara untuk memasukkan burung ke dalam sangkar. “Coba saja, dan jangan salahkan aku kalau rekaman kemesraan kita jadi gosip terpanas sepanjang masa!”
“Siapa yang percaya, itu hanya editan,” bantah Violacea, kendati ketakutan menerjang, dia tidak menampik kedekatan mereka yang jauh dari kata biasa-biasa saja. Demi meraih puncak karir, Violacea rela mempertaruhkan segalanya.
“Kita lihat saja, Sayang, cepat atau lambat kamu akan kembali kepadaku.” Dave mengambil gelas dari nampan pelayan yang baru lewat. “Tunggu sampai uang berbicara.”
“Tiarnan lebih kaya darimu, Dave!” Violacea hendak pergi setelah mengecam, tetapi dengan gerakan cepat Dave berhasil mencengkeram lengannya. Hangat telapak tangan pria itu meremangkan bulu roma. “Lepaskan, banyak kamera di sini.”
Dave melepas genggaman begitu melihat manajer Violacea berjalan tergesa-gesa, dia pun pergi dari sana. Menyelinap di antara para tamu.
"Violacea, beberapa wartawan ingin bertemu," ujar Arysha manajer sekaligus sahabat baik Violacea. Napasnya terlihat putus-putus karena terburu-buru, peluh membasahi kening. Wajah tampak sedikit merah, menyimpan sesuatu yang salah.
"Apa lagi? Urus, dong, Ar. Aku enggak mau diganggu dulu. Nanti juga aku menemui mereka bareng Tiarnan," sahut Violacea sembari menelisik seluruh ruangan, tetapi di antara para tamu tidak ada sosok yang dicari-cari. “Aku lagi males, kenapa juga turuti semua mau mereka. Kan, aku artisnya.”
“Ini penting—”
“Iya, memang acara ini penting, kalau mereka gak sabar ya udah suruh pulang aja,” potong Violacea, dia saat ini sedang pusing memikirkan ancaman Dave, sekarang ditambah rengekan reporter yang ingin wawancara.
“Menyebalkan! Bersikap baiklah, Violacea, atau kamu mau diganyang netizen? Dan, masalah ini tentang Tiarnan, dia—” Belum rampung menjelaskan, Arysha di serobot salah satu reporter.
“Kak Violacea, apa benar pertunangan Kakak dibatalkan?”
“Hah?” Wajah merona Violacea pucat pasi, pertanyaan macam apa ini? Apa Dave sudah bertindak lebih jauh? Dia menoleh cepat ke kanan-kiri, Dave mengulas senyum simpul sembari menaikan gelas tanda bersulang. Sumpah serapah bercokol di dalam hatinya, mengapa menjadi serumit ini.
“Violacea,” bisik Arysha.
“Apa Dave mengatakan sesuatu kepada para reporter waktu sampai tadi?” Violacea ikut mengecilkan suara, sebab segerombolan awak media mulai berdatangan.
“Dave? Apa hubungannya?” Alis Arysha mengerut. “Ada wanita yang mengaku hamil.”
“Hamil?” Tanpa sadar Violacea berbicara keras, kaget.
“Jadi benar ya, Kak Violacea, bahwa pertunangan batal karena wanita itu hamil anak Tiarnan?” celetuk salah satu reporter. “Apa, Kak Violacea, sudah tau sebelumnya?”
“Maaf, ya, teman-teman, sepertinya ini salah paham. Mana mungkin Tiarnan menghamili seseorang? Pasti wanita itu terlalu terobsesi sama Tiarnan, ini jebakan. Sekian dulu, ya, kita akan klarifikasi, permisi.” Bersama Arysha, Violacea menghindar dari sorotan kamera, menembus kerumunan orang-orang yang ingin tahu kebenarannya.
“Di mana Tiarnan?” Perut Violacea serasa melilit, mual tidak karuan, kepalanya pun berdenyut-denyut seperti balon yang sebentar lagi pecah.
“Aku enggak tau.”
Bak menghilang di telan bumi, tidak ada yang tahu Tiarnan berada di mana. Memisahkan diri dari huru-hara, menjelma makhluk tak kasatmata. Membaur dalam kegelapan, kegelisahan, dan rasa kecewa terhadap diri sendiri. Bahkan wanita yang saat ini bersamanya, diam membisu di sudut sofa.
Tiarnan sedang merenung, menatap tajam ke kejauhan. Akan tetapi, tidak benar-benar melihat panorama matahari terbenam yang membiaskan cahaya kuning kemerah-merahan, dua burung liar terbang melintasi awan, menukik tajam seolah-olah menantang ombak yang bergelung-gelung membentur karang. Momen paling Tanya suka semasa hidupnya.
Sungguh pahit ketika mengingat kembali kenangan akan Tanya, mestinya tidak pergi secepat ini. Untuk sesaat Tiarnan menutup kelopak mata, semoga adik perempuannya tenang di alam sana. Oh, astaga. Berani sekali meminta demikian, sedangkan dendam Tanya belum terbalaskan. Malah diperparah oleh kecerobohan Tiarnan, menghabiskan malam bersama wanita yang mestinya dibuat sengsara. Dan, anehnya, detik ini juga, dia ingin mereguk kembali pengalaman itu. Merasakan aroma segar Likta, ketika saling mengeratkan rengkuhan.
Tiarnan berbalik badan, menatap lekat-lekat wajah muram Likta. Dia masih bisa mengingat jelas semua kenangan bersamanya, beruntung kamar hotel yang keduanya gunakan tidak terbakar oleh gelora asmara kala itu.
“Maaf, memang gak seharusnya aku kemari,” ucap Likta lirih, dia mendongak ke arah Tiarnan. Memberanikan diri memulai obrolan. “Sebelum berangkat temanku sudah siapkan tiket pulang juga, jadi kamu enggak perlu khawatir—”
“Enggak perlu khawatir, katamu? Setelah kekacauan terjadi.” Tiarnan menggeleng, lalu menghindari sorot mata lembut Likta, berputar cepat ke arah pantai. Dia tidak sanggup menolak daya pikat wanita itu, siang-malam membayangi tanpa tahu kapan menghilang. “Apa ini hanya sandiwara?”
“Untuk apa aku bersandiwara? Enggak ada untungnya.” Nurani Likta begitu tertusuk tajamnya tuduhan Tiarnan. “Penilaian mu terhadapku sangat buruk, seandainya saudaramu yang diperlakukan seperti ini gimana? Coba pikirkan!”
“Dia sudah tidak ada di dunia ini dan itu karena—” Tidak sekarang, belum saatnya Likta tahu kenapa sampai terjebak sekandal dengannya, Tiarnan mengusap wajah kasar.
“Aku turut berdukacita, maaf telah menyinggung hal itu. ” Perkataan Likta terdengar tulus. “Sekarang apa yang bisa aku lakukan? Apa mengklarifikasi semua melalui media sosial membantu?”
“Terlambat, semua sudah terjadi, Violacea wanita terhormat, dia tentunya kecewa.” Tiarnan diam setelah mengatakan demikian, bermeditasi selama setengah jam hingga menemukan titik terang. “Kita menikah, tapi—membuat perjanjian hitam di atas putih.”
“Ini bukan sinetron atau kisah novel, aku enggak mau!”
“Keras kepala, terserah kalau mau hamil tanpa suami dan anak itu lahir tanpa ayah.” Tiarnan beranjak dari ruangan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Mega
😁
2024-04-30
0
litaacchikocchi
Komen judul: tpi ini novel /Facepalm//Facepalm//Facepalm//Grin//Grin//Grin/
2024-04-30
0
🍁𝐀𝐑𝐀❣️💋🅚🅙🅢👻ᴸᴷ
bakal banyak sandiwara ini 🤣🤣🤭
2023-03-16
4