Respon Danish yang terlihat panik terhadapnya membuat Aneska menjadi malu. Ia kemudian menggeleng pelan mendengar perkataan suaminya tersebut.
"Tidak usah, Mas. Aku bisa sendiri," jawab Aneska.
Tapi Danish tak percaya mendengar perkataan sang istri. Ia bisa melihat raut kesakitan Aneska saat berhasil turun dari ranjang.
Tanpa berkata apa-apa lagi, Danish mendekat dan langsung membantu Aneska ke kamar mandi.
Perlakuan suaminya yang perhatian seperti ini, membuat Aneska berdebar. Status mereka yang saat ini adalah sepasang suami istri membuat Aneska jadi berharap lebih, terlebih setelah kejadian semalam.
"Kini, bolehkah aku menjadi serakah?" batin Aneska. Tersipu dengan sikap Danish yang sopan dan sangat lembut padanya.
"Sudah?" tanya Danish. Pria itu tak hanya mengantar Aneska ke kamar mandi, tapi juga membantu istrinya itu untuk mandi.
"Aku bisa sendiri, kok, Mas," jawab Aneska malu. Kehidupannya yang selalu saja terjadi secara tiba-tiba membuat Aneska jadi sangat tak terbiasa, terlebih dengan perlakuan Danish.
"Ya sudah, kalau begitu Mas keluar sebentar, ya," ujar Danish. Aneska mengangguk memperbolehkan.
Danish keluar dari dalam kamar mandi. Matanya melirik kearah tempat tidur yang berantakan. Niat hati ingin membereskannya, tapi malah melihat noda darah diatasnya.
Melihat hal itu Danish tersenyum tipis. Dan memilih untuk membuka sprei tersebut dan menggantinya dengan yang baru.
Aneska keluar dari dalam kamar mandi setelah Danish selesai membereskan ranjang.
"Sekarang giliran Mas yang mandi. Aku sudah menyiapkan air hangat," ujar Aneska pelan. Ia berjalan pelan, karena pinggang terasa sakit. Dan juga sensasi perih yang ditinggalkan setelah adegan panas semalam masih terasa menyakiti.
Danish mengangguk. Menuruti perkataan Aneska, karena ia juga tak mau membuat Liam bertambah kesal karena sudah menunggunya dibawah.
Selesai mandi, Danish segera berkemas. Meskipun sakit, tapi Aneska tetap menyiapkan perlengkapannya. Kini Danish benar-benar merasa seperti seorang suami, terlebih setelah kejadian semalam.
"Aku akan berusaha untuk tidak mengecewakan kamu, Anes," batin Danish, ketika melihat istrinya duduk sembari tersenyum di ranjang. Setelah menyiapkan pakaiannya.
"Aku kebawah dulu, ya. Aku akan minta bibi untuk mengantarkan makanan ke kamar. Kamu cukup istirahat saja sampai merasa lebih baikan," ucap Danish dengan penuh perhatian.
Mendengar perkataan Danish, Aneska tersenyum kecil dan mengangguk.
Danish mendekat kearah Aneska, duduk didepan wanita tersebut.
"Meski kita menikah karena dijodohkan, tapi aku akan belajar untuk mencintai kamu mulai dari sekarang. Aku harap kamu melakukan yang sama," ucap Danish lembut. Ia menggenggam tangan Aneska, menatap wajah istrinya itu dengan penuh kasih.
Mendengar ucapan Danish, Aneska tak dapat menahan senyuman diwajahnya. Kehidupan pernikahan yang ia pikir akan berjalan menyakitkan, ternyata tak sebegitunya.
Aneska jadi berpikir, kenapa Aresha malah kabur meninggalkan Danish, yang merupakan pria sempurna, demi bisa bersama dengan kekasihnya.
"Iya, Mas," jawab Aneska pelan. Ia mengangguk untuk menyembunyikan rona merah di pipinya.
"Mas berangkat kerja dulu," ucap Danish. Ia bangkit dari ranjang dan berjalan keluar kamar.
Meskipun tidak ada adegan cium kening sebelum pergi bekerja, tapi Aneska tetap bahagia hari ini, dan berharap semoga kebahagiaan ini tak hancur begitu saja.
Danish berjalan kearah dapur. Sarapan pagi yang rupanya sudah dingin itu membuat Danish akhirnya menyuruh bibi pelayan yang untuk menghangatkan kembali makanan tersebut.
"Bi, nanti tolong sarapannya diantar ke kamar untuk istriku, ya, Bi," ucap Danish.
Pelayan wanita yang sudah lumayan tua itu mengangguk. "Baik Den Danish," jawabnya sopan.
Danish kemudian memakan sepotong roti yang diambilnya, dan kemudian pergi menemui Liam yang sedang duduk diruang keluarga bersama mamanya.
"Ayo!" seru Danish tiba-tiba. Mendengar perkataan bosnya, Liam melayangkan tatapan tajam.
Marisa yang melihat Danish lebih segar hari ini hanya tersenyum tipis. "Hati-hati saat bekerja, dan jangan pernah melupakan istrimu yang ada di rumah," kata Marisa sembari tersenyum simpul.
Danish membalas senyuman mamanya, hingga akhirnya dia dan Liam berangkat ke kantor.
"Ada apa denganmu hari ini? Kenapa bisa sangat terlambat dan melupakan pekerjaan kita?" tanya Liam saat mereka didalam mobil.
Danish yang duduk dibelakang sembari memeriksa berkas untuk rapat nanti hanya menoleh sekilas.
"Tak ada apa-apa. Aku hanya lelah," jawab Danish.
Mendengar perkataan Danish, tentu saja Liam tak percaya. Danish yang gila kerja, dan sangat memprioritaskan pekerjaan akan mengatakan lelah, terlebih mereka akan melakukan rapat untuk proyek besar.
"Kau melakukan sesuatu dengan istrimu?" tanya Liam, menatap Danish dengan curiga melalui kaca mobil.
Mendengar perkataan Liam, Danish hanya mendengus pelan.
Melihat reaksi Danish seperti itu Liam tertawa kecil. Tapi setelah itu ia kembali menunjukkan wajah seriusnya.
"Kalau kau benar-benar sudah melakukan sesuatu dengan istrimu, sebaiknya kau menyelesaikan urusanmu dengan Zoya," ucap Liam.
Sejak Danish mengenal wanita itu, sebenarnya Liam tak suka terhadapnya. Terlebih lagi waktu itu Zoya pernah satu kali menggodanya, tapi Liam tolak dengan tegas. Dan semenjak itu juga, ia tak mempercayai kalau Zoya setia terhadap Danish.
Saat Liam menyebutkan nama Zoya, Danish teringat akan perbuatan wanita itu padanya semalam. Tentu Danish marah karena Zoya yang berusaha menjebaknya. Ia tahu Zoya wanita yang bebas dan juga sedikit liar, tapi ia tak menyangka kalau Zoya akan melakukan cara busuk itu.
"Ya," balas Danish singkat, dan kembali fokus pada pekerjaannya.
Mobil yang Liam kendarai tiba di hotel Pexon. Keduanya turun, dan Liam menyerahkan kunci mobilnya untuk diparkirkan kepada petugas valet.
Berjalan masuk kedalam hotel Pexon, Danish terlihat sangat tampan dan juga sempurna. Orang-orang yang ada disana tentu terpesona oleh kedua lelaki tampan itu.
Bahkan beberapa orang yang sedang duduk di kursi loby itu mengenali Danish, Presdir perusahaan besar dengan banyak cabang di seluruh kota.
"Liam, bekukan semua kartu kredit yang aku berikan untuk Zoya," ucap Danish tiba-tiba, saat mereka ada disebuah ruangan yang sudah disiapkan untuk rapat sebelumnya.
Mendengar perintah Danish, tentu saja segera Liam iyakan. Menurut Liam, Danish terlalu royal untuk wanita seperti Zoya.
"Aku akan keluar sebentar," ucap Liam. Ia butuh waktu untuk menelepon pihak keuangan.
Diluar ruangan, Liam yang sedang berbincang ditelepon, melihat seseorang yang menurutnya sangat mirip dengan Aneska, istri dari bosnya.
"Bukankah itu Nona Anes?" tanya Liam, memusatkan pandangannya pada wanita yang mirip Aneska, yang sedang bersama dengan seorang pria. Mereka terlihat cukup mesra, bagaikan sepasang kekasih.
"Tapi bukankah Nona Aneska sedang berada di rumah?"
Liam berjalan kearah resepsionis. Sepertinya wanita yang menurutnya mirip Aneska itu meninggalkan hotel setelah menginap.
"Ada yang bisa saya bantu, Pak?" tanya resepsionis yang Liam datangi dengan sopan. Ia jelas mengenal Liam, yang merupakan sekretaris sekaligus asisten dari seorang Presdir perusahaan terbesar di ibu kota.
"Aku ingin tahu, siapa nama wanita yang baru saja keluar dari hotel ini, dan juga laki-laki yang bersamanya," ucap Liam.
Resepsionis itu tak tahu harus menjawab apa, karena memberikan data pengunjung kepada orang lain tidaklah benar, karena itu privasi.
"Aku yang akan mengurusnya jika nanti kamu terkena masalah," ujar Liam. Ia mengerti kenapa wanita itu tampak ragu.
"Yang terpenting sekarang beritahu aku dulu, karena ini sangat penting," ucap Liam.
Setelah pertimbangan yang cukup lama, akhirnya resepsionis wanita itu mengangguk.
Dia mengecek nama wanita yang Liam maksud tadi.
"Wanita yang Tuan maksud tadi bernama Aresha. Dan laki-laki yang bersamanya bernama Evans."
***
Happy reading!!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments