Tolong bantu aku

Setelah menimbang-nimbang cukup lama, akhirnya Aneska memutuskan untuk membuka pintu kamar mandi yang ternyata tidak terkunci tersebut.

Aneska berjalan pelan, dan melihat Danish yang ternyata masih berdiri dibawah shower menyirami tubuhnya, dan yang membuatnya terkejut adalah, laki-laki itu tidak memakai satu helai benangpun ditubuhnya.

"Ma-maafkan aku, Mas. Aku kira, Mas tertidur didalam, karena sudah lama sekali, dan tidak kunjung keluar," ucap Aneska yang terlanjur malu, saat tiba-tiba Danish menoleh kearahnya.

Aneska segera berbalik, hendak melangkah meninggalkan kamar mandi. Tapi tiba-tiba tangannya tertahan oleh seseorang yang menariknya cukup kuat.

Tangan Danish yang terasa dingin membuat Aneska merinding.

"To-tolong bantu aku," ujar Danish dengan suara serak. Bahkan tanpa mendengar jawaban Aneska, ia langsung memeluk istrinya itu, membuat baju tidur Aneska yang terbuat dari katun, ikut basah karena air bekas mandi yang masih menempel ditubuh Danish.

Tubuh Aneska merinding saat tiba-tiba Danish memeluknya. Bukan hanya karena itu saja, tapi karena suara serak Danish meminta bantuannya, terlebih ia melihat sesuatu ditubuh Danish tampak menantang.

Danish membalik tubuh Aneska. Bibirnya yang mulai pucat meraih bibir wanita yang dinikahinya kemarin itu. Merenggutnya cukup kasar hingga Aneska kesakitan saat Danish menggigit bibirnya, karena ia tak membalas ci**man tersebut.

Danish masih terus menc**umi Aneska meski tak mendapatkan balasan, hingga akhirnya ia melepaskan ci**man tersebut dan menatap mata Aneska dengan perasaan yang sangat dalam.

"Apakah boleh?" tanya Danish. Matanya berkabut penuh gairah. Entah seberapa banyak obat yang Zoya masukkan kedalam minuman itu, hingga membuat reaksi tubuh Danish menjadi seperti ini.

Aneska tidak tahu harus menjawab seperti apa. Ia tak menyangka, dalam dua hari umur pernikahannya, ia harus melakukan ini dengan Danish. Padahal dia sempat berpikir untuk melakukannya saat dia sudah mengenal Danish dengan baik.

"Anes?" Danish memanggil nama Aneska dengan serak. Matanya berkabut dan juga tampak kesakitan, dan itu membuat Aneska tidak tahan.

Dengan penuh ragu, akhirnya Aneska mengangguk. Dan setelahnya Danish langsung tersenyum dan kembali menc**umi wanita tersebut.

"Balas ci**manku," ujar Danish disela ci**man itu.

Aneska yang tak terbiasa hanya bisa membalas pelan.

Danish yang sudah berada ditahap yang menyakitkan, tak bisa lagi menahan dirinya. Ia segera mengangkat Aneska ke ranjang, dan dengan pelan membaringkan istrinya itu.

Danish terus menc**umi Aneska, hingga dengan perlahan tangannya membuka pakaian yang membalut tubuh Aneska.

Malam panas itu terjadi begitu saja. Bahkan hawa dingin AC yang ada di kamar itu tak dapat meredam gejolak panas dari kedua pasangan suami-istri yang sudah sama-sama terbalut gairah tersebut.

Hingga suara pekikan Aneska membuat Danish terdiam sejenak. Kepala pria itu berpikir keras hingga akhirnya dia menc*um kening Aneska dengan pelan.

"Aku akan melakukannya dengan perlahan, hingga kamu tidak akan kesakitan," ujar Danish, dengan suara serak namun mampu membuat Aneska tenang.

Adegan panas itu terus terjadi, hingga pelepasan dari keduanya menjadi titik akhir malam panas tersebut.

Aneska terbaring lelah didalam dekapan Danish yang masih berusaha mengatur napasnya. Bagi Aneska ini adalah malam yang sangat panjang. Sesuatu yang sangat berharga baginya, yang telah ia jaga sepanjang hidupnya, ia lepaskan untuk Danish malam ini.

"Terima kasih," ucap Danish tiba-tiba, membuat Aneska mendongak, menatap wajah suaminya itu.

"Terima kasih untuk apa? Ini sudah menjadi tugasku sebagai istri kamu," jawab Aneska dengan tulus, dan senyum tipis namun terlihat menenangkan.

"Ya, terima kasih untuk itu. Dan terima kasih karena kamu sudah menjaganya untukku," ucap Danish. Setelah mengatakan itu, ia semakin mendekap erat Aneska, menciptakan rasa nyaman bagi wanita yang sudah menyerahkan diri untuknya.

Aneska tersenyum dalam dekapan Danish. Hingga ia mendengar napas Danish yang teratur, pertanda laki-laki itu sudah tertidur.

Dalam gelapnya malam, Aneska terdiam sendirian. Terpikir olehnya bagaimana jika nanti Aresha datang kedalam hidupnya, dan mengatakan, kalau yang seharusnya menikah dengan Danish adalah Aresha, dan bukan dirinya.

Dan bagaimana jika nanti Danish tak bisa menerima kenyataan kalau ia dan Aresha adalah dua orang yang berbeda, dan menganggap kalau Aneska sudah menipunya.

"Ya Tuhan. Kuserahkan semuanya padamu. Kau pasti tahu yang terbaik untukku," batin Aneska, memohon pada penciptanya.

***

Entah pukul berapa mereka tertidur semalam, hingga membuat kedua pasangan itu masih larut dalam mimpi keduanya, meskipun matahari sudah hampir sampai diatas kepala.

Liam memasuki rumah besar Danish dengan gerutuan kesalnya.

"Selamat pagi, Tante," sapa Liam, saat ia melihat Marisa duduk diruang keluarga sembari menonton televisi.

"Eh, Liam? Pagi juga. Duduk dulu." Marisa yang sudah menganggap Liam seperti anaknya sendiri, tersenyum melihat kedatangan pria tampan itu.

Liam duduk dikursi tunggal disebelah Marisa.

"Danish belum turun, Tan?" tanya Liam, sembari melihat kelantai atas. Tak melihat ada tanda-tanda kehadiran Danish maupun Aneska.

Marisa tersenyum mendengar pertanyaan Liam.

"Sepertinya belum, tuh," jawab Marisa.

Mendengar hal itu, Liam hanya mengangguk kecil. Tapi dalam hati ia menggerutu karena Danish melupakan kalau hari ini mereka ada janji bertemu dengan klien di hotel Pexon.

"Sialan kamu, Danish. Enak-enakan dikamar sama istri, dan melupakan aku dengan setumpuk pekerjaan ini!" batin Liam menggerutu kesal.

"Tumben kamu sampai nyemperin Danish kerumah? Memangnya ada pekerja penting, ya?" tanya Marisa. Ia sangat paham kesibukan putranya sebagai pemilik perusahaan besar dengan berbagai cabang diluar kota tersebut.

Liam tersenyum kecil. "Iya, Tan. Kita ada janji temu sama kolega saat makan siang di hotel Pexon. Membahas proyek baru yang Danish kerjakan," jawab Liam.

Marisa mengangguk pelan, kemudian melirik lagi kearah tangga menuju kamar Danish. Memang sepertinya belum ada tanda-tanda kalau kedua pasangan itu akan turun.

"Sebaiknya kamu panggil saja Danish ke kamarnya. Mungkin saja dia ketiduran. Soalnya kata penjaga, semalam Danish pulang cukup larut," kata Marisa.

Mendengar hal itu, Liam mengangguk.

"Liam keatas dulu, ya, Tan," pamit Liam sopan. Ia lekas bangkit dan berjalan menuju kamar Danish dilantai dua.

Liam mengetuk pintu kamar beberapa kali. Menghasilkan bunyi yang cukup keras.

Danish terjaga terlebih dahulu. Dia melihat Aneska yang berbaring disampingnya. Melihat dada wanita itu yang dipenuhi tanda, membuat Danish teringat dengan apa yang dilakukannya semalam.

Tersenyum simpul, Danish bangkit dengan perlahan, tak mau pergerakannya membuat Aneska terbangun.

Danish berjalan menuju pintu kamar. Membuka pintu itu, dan melihat Liam yang berdiri didepannya dengan wajah kesal.

"Ada apa?" Danish bertanya seolah tidak ada yang terjadi.

"Ada apa, katamu?" tanya Liam syok. "Apa kau pikun? Kau lupa dengan janji temu dengan tuan Rexi di hotel Pexon?" tanya Liam tak habis pikir.

Mendengar hal itu Danish langsung menghela napas. Ia benar-benar melupakannya kali ini.

"Baiklah. Aku akan bersiap sebentar. Kau tunggu dibawah, aku tidak akan lama," ucap Danish. Menutup pintu kamarnya tanpa mendengar jawaban dari Liam yang terus mengumpat dengan kelakuannya. Baru kali ini Danish begitu terlambat untuk datang ke kantor, padahal akan ada rapat penting.

Ketika berbalik, Danish terkejut saat melihat Aneska yang sedang berusaha untuk duduk diatas tempat tidur.

"Bisa bangun? Mau aku bantu?" tanya Danish cukup panik.

***

Happy reading!!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!