Adji melihat semua itu dari jendela kamarnya. Tercengang melihat Juwita mengejek Abimanyu seperti anak kecil.
Tapi ... Adji malah tertawa terbahak-bahak.
Bocah sekali cara dia mengajari. Anehnya, Adji malah merasa itu lebih baik. Apalagi waktu melihat Abimanyu ditinggal sendirian, tahu-tahu berteriak kesal sebelum jatuh menangis.
Baru dua bulan ibu mereka pergi. Emosi Abimanyu sedang tidak stabil merelakan ibunya pergi. Adji yakin anak itu kalah karena diri sendiri.
Dia bermain dengan baik, tapi egois dan mementingkan emosi sendiri.
Hanya, Adji tidak bisa mengatakan sesuatu yang dikatakan Juwita.
Benar. Tidak apa seperti itu. Dia tak perlu jadi ibu anaknya, karena memang bukan. Jadi teman mereka justru tak apa. Teman yang mengejek lalu mendukung.
*
Juwita bersiul-siul riang. Lega rasanya sudah menendang bokong anak kecil belagu itu. Tapi waktu di atas, Juwita tersadar.
Adji mana?
"Tante."
Panggilan itu langsung membuat Juwita berbalik. Jelas bukan Adji, melainkan anak bungsu Adji yang ia belum tahu namanya.
Bocah kecil itu datang menghampiri Juwita diikuti oleh seorang wanita yang mungkin pengasuhnya.
"Halo, Nak." Juwita membungkuk. "Namamu siapa?"
"Cetta."
"Cetta? Duh, imutnya Cetta. Namaku Juwita. Panggilnya kakak aja, yah?"
"Kakak?" Bocah itu memiringkan wajah, membuat Juwita gemas.
Bagus, bagus. Cukup dua bodah itu yang kurang ajar. Siapa sih yang tidak gemas dengan anak kecil? Kalau anak ini penurut, Juwita rasa Ibu akan terhibur jika Juwita mengajaknya ke rumah sakit bersama.
"Kakak Juwita?"
"Iya, Sayang. Kakak Juwita. Umur kamu berapa?"
"Enam."
"Oh, enam?" Kirain empat, pikir Juwita spontan. "Kakak lagi cari ruangan Papa, nih. Papa di mana?"
Dia menunjuk ke sebuah arah di belakang Juwita. "Kamar Papa." Lalu, dia mendekat. "Kakak, mau salaman."
"Salaman? Oke." Juwita mengulurkan tangan dan anak itu mengulurkan tangan.
Tapi ketika tangan mereka telah bersentuhan, Juwita menjerit kaget.
"Aaaaaaaakh!"
Suara tawa keras terdengar dari lantai tiga, dari sang anak kedua yang memerhatikan segalanya. Suara tawa kakaknya jadi penyulut tawa Cetta juga.
Mereka berdua puas menertawakan Juwita yang terkejut dengan kehadiran ular kecil di tangan Cetta.
"Gitu aja takut. Menang main bola kalah sama bocah. Huuuu, cemen," ejek Banyu.
Cetta berjoget-joget. "Cemen."
Setan sialannya ada tiga ternyata.
Tapi kali ini Juwita tak bisa melawan soalnya Juwita geli dengan ular.
"Banyu, Cetta!" Suara Adji mengejutkan kedua anak itu, membuat mereka langsung kabur.
Padahal Juwita baru mempersiapkan tinjuan untuk memberi pelajaran sangat amat berharga pada dua bocah ingusan itu.
Kenapa bapaknya terlihat terhormat malah anaknya yang luar biasa menjengkelkan?!
"Juwita, kamu enggak pa-pa?"
Juwita menerima uluran tangan Adji. "Iya, enggak pa-pa." Mana mungkin berkata kenapa-napa.
"Maaf." Adji meringis pelan. "Banyu emang suka nyuruh-nyuruh adeknya bikin ulah. Lain kali saya marahin mereka."
Juwita tersenyum paksa. "Enggak pa-pa, kok. Enggak pa-pa. Biar saya aja."
Enak saja mereka dimarahi bapaknya. Harus Juwita yang menangani agar mereka tahu posisi Juwita di rumah ini.
"Anu, saya tidur di mana? Soalnya saya mau ganti baju juga."
".... Kamar saya."
Juwita berusaha tidak memperlihatkan ekspresi apa pun selain 'baiklah'. Ia mengikuti Adji, mendadak canggung harus masuk ke kamar laki-laki.
Kenapa Juwita malah baru sadar kalau ia sudah menikah? Berarti manti malam benar-benar ....
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 337 Episodes
Comments
Rahmawaty❣️
Boing apasi thor ????
2024-09-24
0
Faridah
wah semangat juwi ..taklukkan 3 setan bocah itu🤣
2023-12-03
0
Leng Loy
Ternyata setannya ada tiga,kamu harus kasih pelajaran ke mereka Juwita agar bisa menghormati orang yang lebih tua
2023-11-13
1