“Sebentar, aku sedang menyeberang!” gerutu Fang Leng, yang merasa sangat kesal dengan seseorang yang sedari tadi menghubunginya itu.
DUAR!!
Suara petir terdengar lagi, membuat Fang Leng sampai terkejut karenanya. Suara petir itu sangat jauh, tetapi terasa sangat dekat baginya. Telinganya berdengung, saking merasakan sakit akibat suara petir itu.
“Duh ... kenapa petirnya mengagetkan sekali, sih?” gerutu Fang Leng lagi, yang masih berusaha untuk mencapai ke arah halte.
Fang Leng pun sampai di halte itu. Sekujur tubuhnya basah, sampai menembus ke baju dalamnya.
DRING!
Handphone-nya masih terus berdering, sehingga membuat Fang Leng menghela napasnya dengan panjang.
Karena merasa sangat kesal, ia pun mengambil handphone itu dan segera menerima telepon dari orang yang menghubunginya.
“Halo, ada apa?” sapa Fang Leng.
“Halo, kau ada di mana?” tanya seorang wanita paruh baya, yang ternyata adalah Ibu dari Fang Leng.
Sepertinya ibunya sangat mengkhawatirkan keadaan Fang Leng, karena ia melihat di luar cuaca sangat tidak mendukung seperti biasanya.
“Masih di halte dekat sekolah. Aku tidak bisa kembali dengan cepat karena terjebak hujan!”
Seperti orang yang sudah larut, Fang Leng terus berbincang dengan ibunya walaupun hujan badai itu terus berlangsung. Sambaran petir menyambar ke mana-mana, sampai mampu menumbangkan sebuah pohon besar yang ada di hadapan Fang Leng.
Fang Leng terkejut, karena ia melihat pohon itu tumbang di hadapannya, hanya dalam beberapa detik saja.
“Oh tidak, Bu! Ada pohon tumbang di hadapanku!” teriak Fang Leng dengan panik, sang Ibu pun menjadi sangat panik mendengarnya.
“Jauhi pohon itu segera!” suruhnya.
“Baik, Bu—“
“Ahh!!” teriak Fang Leng, yang tiba-tiba saja memutuskan sambungan teleponnya bersama dengan ibunya.
Ternyata, Fang Leng tersambar oleh petir yang sedari tadi memang sedang mencari mangsa. Bukan hanya pohon besar saja yang ia sambar, tetapi Fang Leng yang sedang menelepon ibunya pun turut disambarnya hingga Fang Leng menjadi gosong dan tak sadarkan diri setelahnya.
Ibu Fang Leng pun menjadi sangat panik, karena sebelum telepon itu terputus ia sempat mendengar suara teriakan Fang Leng sesaat.
“Nak, apa kau tidak apa-apa? Apa yang terjadi?!” teriaknya, yang sudah mulai panik karena mendengar suara teriakan Fang Leng tadi.
Ia memandang ke arah layar handphone-nya, dan ternyata telepon mereka sudah terputus sejak Fang Leng menjerit tadi.
Firasat seorang Ibu sangatlah tajam, sehingga ia merasa sangat khawatir dengan keadaan putra semata-wayangnya itu.
Semua orang memadati area Fang Leng yang tersambar petir. Mereka panik, beberapa ada yang tetap tenang sembari mencoba untuk menghubungi ambulans dan juga pihak berwajib. Orang yang menghubungi ambulans dan polisi sebenarnya sangat takut, kalau saja petir itu akan menyambarnya lagi. Namun, ia tidak memedulikannya karena rasa kemanusiaan yang ada pada dirinya.
Mereka melihat dengan saksama dengan pandangan yang miris, karena tubuh Fang Leng yang kini sudah tidak bisa lihat oleh mata lagi. Tubuhnya sudah berubah menjadi hitam legam, saking dahsyatnya sambaran petir yang menyambar tubuhnya.
Beberapa saat dalam situasi yang panik, para petugas yang berwajib pun datang dengan kendaraannya masing-masing. Mereka segera menyapu bersih area sekitar, dengan memasang garis kuning di sekitarnya.
“Apa ada saksi mata?” tanya seorang polisi yang berada di dekat kerumunan orang yang sedang memperhatikan Fang Leng.
“Aku saksi mata!” teriak salah seorang lelaki, yang memang sejak tadi berada di sebelah Fang Leng.
Sang polisi menghampirinya dan bertanya-tanya mengenai kejadian yang menimpa Fang Leng yang malang itu.
Begitulah nasib Fang Leng, hanya karena menerima sebuah telepon di kala hujan deras dan petir melanda.
***
Berbagai alat medis sudah terpasang lengkap pada tubuh Fang Leng yang terbaring dengan lemah, di ranjang rumah sakit tempat ia dirawat. Polisi masih menemukan adanya napas, walaupun sangat lemah. Mereka berupaya membawa Fang Leng ke rumah sakit terdekat menggunakan ambulans.
Orang tua Fang Leng pun datang dengan keadaan yang sangat menyedihkan. Mereka menangisi Fang Leng, tetapi Fang Leng masih tidak bangun juga dari koma yang ia alami saat ini.
Karena kecelakaan itu, Fang Leng tidak bisa dikenali bahkan oleh orang tuanya sendiri. Para dokter mengambil jalan untuk mengoperasi plastik 95% dari tubuh Fang Leng, karena memang petir itu membuat tubuhnya menjadi tidak bisa dikenali.
“Nak, maafkan aku! Harusnya aku tidak menghubungimu tadi!” rengek sang Ibu, yang merasa sangat menyesal dengan apa yang ia lakukan terhadap anaknya tadi.
“Sudahlah, dokter sedang melakukan yang terbaik,” ujar suaminya yang berusaha untuk menenangkan hati Ibu Fang Leng.
SRAK!
Muncul sebuah cahaya putih, yang tidak bisa dilihat oleh siapa pun. Bahkan, orang tua Fang Leng pun tidak bisa melihatnya. Dari dalamnya, muncul sebuah roh yang ternyata adalah roh dari Fang Leng yang sedang mengalami koma saat ini.
Roh Fang Leng memandang ke arah orang tuanya, karena ia masih bingung dengan apa yang terjadi.
“Ibu, Ayah, kenapa kalian menangis?” tanya Fang Leng, yang merasa sangat bingung saat ini.
Walaupun sudah bertanya, tetapi mereka sama sekali tidak menjawab apa yang Fang Leng tanyakan pada mereka. Hal itu semakin membuat Fang Leng merasa bingung.
“Apa yang mereka tangisi, sih?” gumamnya, yang lalu mendekat ke arah mereka.
Tangannya ia lambaikan ke wajah ibunya, tetapi ibunya sama sekali tidak memperhatikannya dan tetap memeluk ayahnya.
“Hei Ibu! Kenapa Ibu menangis?” tanya Fang Leng, yang masih juga belum direspon oleh mereka.
Fang Leng berpikir, kalau mereka tidak mendengar apa yang ia katakan. Namun, anehnya Fang Leng merasa sudah bertanya dengan suara yang lantang.
“Masa sih, mereka tidak mendengar suaraku? Aku sudah cukup lantang bertanya.”
Fang Leng memandang mereka dengan bingung, sampai ibunya melepaskan pelukannya dari ayahnya.
Ibunya memandang ke arah sebuah ruangan, yang di sana terdapat jasad Fang Leng yang masih terbujur kaku.
“Kau harus kuat ya, Nak! Ibu tidak ingin melihat kau mati lebih dulu!” gumam Ibu, membuat Fang Leng merasa ucapan ibunya terdengar sangat konyol.
“Apa yang kau katakan, Ibu? Aku masih di sini. Kau berbicara dengan siapa?” tanya Fang Leng, yang masih tidak dihiraukan oleh ibunya.
Sejenak Fang Leng terdiam, dan memandang ke arah ibunya memandang. Ia menoleh, dan menemukan seseorang yang tubuhnya dibungkus dengan perban secara keseluruhan. Peralatan medis pun terpasang rapi pada tubuhnya. Hal itu membuat Fang Leng berpikir sejenak.
Matanya ia tajamkan ke arah papan nama yang berada di ranjang pemuda itu. Ia membaca dengan saksama nama yang tertera di sana, kemudian mendelik kaget setelah mengetahui nama yang tertera di papan itu adalah namanya.
“Apa?!”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments
Nia Setiyani
dengar suara petir dari rumah aja, udah ngeri. apalagi diluar ruangan gitu
2023-01-11
0