Bertaruh

Dua hari kemudian, tepatnya hari minggu mereka kembali berkumpul di sebuah café, membicarakan persiapan mereka untuk wawancara besok ke perusahaan milik keluarga Carl.

Amber masuk ke dalam café, mencari meja yang tepat untuk pertemuan mereka. "Hai," sapa Amber berjalan kearah Carl yang sudah memilih tempat terlebih dahulu, tidak terlalu pojok disamping jendela. "Aku kira aku yang paling awal datang," kekeh Amber sambil menaruh bucket bag, tas wanita yang begitu cocok untuk kegiatan sehari-hari berbentuk menyerupai wadah atau bucket dengan bagian atas yang biasa ditarik untuk menutupnya.

"Café ini dekat dengan rumah ku," jawab Carl dengan ramah. "Kau mau memesan minuman manis?" tawar Carl.

Amber menggelengkan kepalanya. "Um, aku rasa aku ingin Machiato caramel," ucap Amber pada waiter yang berdiri di depan meja mereka. Waiter itu pun mengangguk sambil tersenyum ramah dan pergi.

"Kau suka kopi? Aku kira kau menyukai minuman digin dengan topping whipped cream penuh diatas nya," kekeh Carl.

"Tidak, aku butuh asupan agar bisa fokus."

Carl tertawa renyah mendengarnya, sedikit menggelengkan kepala dengan wanita mandiri di hadapannya. Namun Carl lebih tertarik dengan wanita manja seperti Valerie, membuat nya seperti dibutuhkan dan sangat menggemaskan jika mengingat tingkahnya. "Kau terlihat segar hari ini. Um, maksud ku dengan rambut yang diurai," ujar Carl. Amber tampak berbeda dengan di kampus, ia menguraikan rambut yang selalu di ikat satu. Rambutnya cukup panjang dan indah serta bergelombang.

"Ah ya, ini, tadi aku menemani Gebby berbelanja," jawab Amber cepat. Ia melirik arloji yang melingkar di tengannya saat machiato caramel pesanannya sudah sampai dengan selamat di meja. "Apakah ada kabar dari Jack?" tanya Amber.

Tepat di pertanyaan itu, sebuah notifikasi pesan muncul di ponsel mereka. Grup kelas mata kuliah bisnis.

[Teman-teman, aku minta maaf tidak bisa hadir untuk berkumpul, kaki ku terkilir dan ini benar-benar sakit.] Jack.

Carl menghembuskan nafasnya pelan, lalu mengetik. [Aku tidak sabar melihat kaki pincang mu besok.] Carl.

Melihat balasan Carl, Amber menatap Carl dengan bingung. "Kau tidak mengucapkan agar dia cepat sembuh?" tanya Amber sedikit tertawa. Carl hanya mengangkat bahunya dan memasang wajah mengejek.

"Dia selalu membuat alasan untuk bertemu dengan Bella, kekasihnya." Amber menggelengkan kepalanya mendengar itu.

[Baiklah, bisa kau kirim daftar pertenyaan mu? Aku akan memeriksa dan menggabungkan pertanyaan kita.] Amber.

"Oke, kau berani tertaruh jika dia belum mengerjakannya?" tantang Carl. Amber menggulirkan bola matanya keatas seolah tengah berpikir.

"Aku melihat kecepatannya saat itu, aku rasa dia mengerjakannya."

"Deal? Aku bertaruh jika dia belum mengerjakannya dan ini hanya alasan," ujar Carl sambil meletakkan tangannya di atas meja.

Amber menautkan kedua alis nya terlebih dahulu, menatap Carl dengan senyum yang tertahan. "Sebentar, kita bertaruh uang?" tanya Amber.

Carl menggelengkan kepalanya, senyumnya ikut tertahan. Membuat Amber sedikit terdiam menikmati ekspresi menakjubkan itu, wajah tampan Carl seakan bertambah dengan senyuman yang tampak bersemangat. "Bagaimana jika yang kalah harus jujur. Jujur tentang apapun yang akan ditanyakan oleh yang menang," ujarnya sambil tertawa renyah.

Amber menggelengkan kepalanya. "Tidak, itu licik, kalian sudah saling mengenal dan sudah tahu satu sama lain, aku pasti kalah."

"Tidak, siapa tahu kau yang menang, percaya saja dengan keyakinan mu sendiri," ucap Carl bertambah semangat. Suara notifikasi berbunyi dari ponsel mereka. "Jangan membukanya sebelum kita deal." Carl menggerakkan telapak tangannya seolah menggoda Amber untuk deal.

"Deal," ucap Amber yakin, ia menggapai tangan Carl dan untuk pertama kalinya mereka saling menyentuh telapak tangan masing-masing, saling menggenggam erat dan tersenyum geli menanti siapa pemenangnya.

Genggaman mereka terlepas, dengan cepat keduanya menyerbu ponsel, Jack mengirimkan sebuah pesan masuk berupa gambar. "Yeay, astaga aku tidak menyangka insting ku lumayan kuat," pekik Amber. Jack mengirimkan gambar daftar pertanyaan yang sudah ia tulis di secarik kertas.

"What? Ini tidak mungkin. Jack tidak pernah seperti ini, mengapa dia rajin sekali?" gerutu Carl. Amber tertawa melihatnya, menikmati setiap ekspresi yang beragam dari Carl. "Baiklah, baiklah, silahkan tanyakan apapun yang ingin kau tanyakan," ujar Carl dengan pasrah.

Amber menopang sebelah tanggannya menahan dagu. "Um, aku sedikit bingung," ujar Amber pelan. Pandangannya menatap kesegala arah mencari pertanyaan yang cocok untuk Carl. "Ah aku tahu! Mewakili para wanita yang ada di kampus, aku akan bertanya, siapa kekasih mu? Mengapa tidak pernah kau bawa ke kampus?"

Wajah Carl terlihat ragu sesaat, ia menggaruk tekuknya sekilas. "Pertanyaan yang menjebak," ujar Carl. "Begini, aku terjebak dengan kata sebuah friendzone. Wanita itu berada di Kanada, kami sudah sangat dekat dan membuat ku tidak tertarik dengan siapa pun," jawabnya dengan senyum bahagia, Amber ikut tersenyum, entahlah, ia merasa tertarik namun begitu menyenangkan melihat pria dihadapannya bahagia.

"Mengapa kau tidak ungkapkan saja?" tanya Amber sambil menyesap kopi pelan, rasa pait dengan manis dari caramel seakan pas dan tercampur dengan kombinasi yang baik. Ia tersenyum geli saat Carl tersenyum dengan siratan sesuatu.

"Aku akan mengungkapkannya saat aku lulus kuliah, Valerie tahun depan sudah lulus, dan tahun depan kemudian aku baru lulus dengan sebuah bunga yang akan aku bawa kesana, mengutarakan semua isi hati ku dan kami bisa bersama tanpa batas jarak ataupun kuliah," Carl mengatakannya dengan begitu tulus seakan khayalannya sudah terbang untuk 2 tahun kedepan.

Amber membuka mulutnya dengan wajah yang amat bahagia. "Astaga itu sangat romantis, aku yakin Valerie akan menjadi wanita paling beruntung karena sudah mendapatan hati mu," sahut Amber dengan semangat.

"Aku harap seperti itu. Kita sudahi percakapan mengenai percintaan ku. Sebaiknya kita mulai mengerjakan tugas," gumam Carl, ia membuka buku tulis yang sudah ia siapkan dari rumah. Daftar pertanyaan yang nantinya akan ia tanya pada kakaknya sendiri. Carl meminum coffee latte dengan pelan, menatap Amber yang tengah melihat daftar pertanyaan Carl, lalu pandangannya beralih ke ponsel dan memeriksa pertanyaan Jack.

Amber menganggukkan kepalanya pelan. "Oke, pertanyaannya sudah cukup. Hari ini kita akan membuat bagian awal proposal kita, kau membawa laptop?" tanya Amber.

"Ya, aku ambil di dalam mobil ku," jawab Carl sambil berdiri, berjalan keluar café dan kembali masuk dengan sebuah tas laptop yang ia bawa. Carl membuka tas laptop dan menyerah kan nya pada Amber. "Aku akan menyanyakan nomor pokok Jack," ujar Carl mengambil ponselnya, bertanya di grup, sedangkan Aber mulai membuat cover makalah dan beberapa bagian awal dengan cepat, seakan ia sudah mengetahui berbagai letak dan kata-kata yang harus di sampaikan, tanpa sebuah contoh makalah.

"Nama lengkapnya juga," sahut Amber pada Carl yang langung segera ia ketik dan Jack menjawabnya dengan cepat.

"Nama lengkap ku Carl Alvaron," kata Carl dan Amber langsung mengetiknya dengan cepat, seakan jari-jari itu melayang dengan indah diatas keyboard.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!