Part 20

Tunggu ... kenapa mereka terdengar akrab? Mata Loralei membulat seiring kepala terus mengikuti bibir siapa yang sedang berbicara. Ini aneh dan terasa seperti ada sinyal merah di dalam ruangan.

“Kenapa, Sayang?” Agathias mengangkat tangan, menyentuh dagu istrinya dan diarahkan padanya. “Kenapa wajahmu seperti orang bodoh yang kebingungan?” Alisnya terangkat sebelah karena sebenarnya sangat menikmati permainan yang dibuat oleh istri sendiri.

Loralei menggeleng supaya mengembalikan kondisi jiwanya ke mode normal setelah beberapa saat dibuat bagaikan manusia yang kehilangan arah. “Kenapa kalian bisa sesantai itu saat mengobrol?”

Akhirnya pertanyaan yang Agathias tunggu pun keluar juga dari bibir Loralei. “Kau tahu siapa nama pria yang kau bawa itu?”

Ada anggukan di kepala Loralei ketika menjawab sembari masih saling tatap. Tapi, nama panjang pria itu jauh dari identitas keluarga berakhiran Dominique. Jadi, tidak mungkin saudara bosnya.

“Siapa? Coba sebutkan.” Agathias menikmati posisinya yang memangku Loralei, walau saat merasakan wanita itu bergerak pun harus berusaha menahan yang di bawah sana supaya tidak aktif mendadak.

“Stainslav Odilio Alphonse.” Loralei menyebutkan nama panjang yang tadi sempat ia tahu ketika mentransfer uang.

“Kau tidak tahu siapa dia?” tanya Agathias. Satu tangannya menahan pinggul supaya Loralei tidak secara tiba-tiba pergi dari jangkauannya, sementara sebelah lagi menekan dagu agar tetap mengunci pandangan.

“Karyawan magang di sini,” jawab Loralei. Wajahnya benar-benar kebingungan sekarang. Bisa dikatakan ia dibuat menjadi orang bodoh seketika oleh bos sekaligus suami sendiri.

“Selain itu? Apa kau tidak merasakan ada kesamaan antara aku dan dia?” Agathias mengarahkan kepala Loralei gara menghadap Stainslav lagi.

“Kalian sama-sama menyebalkan.” Memang itu yang Loralei rasakan. Keduanya cocok jika dipersatukan untuk misi membuat orang lain darah tinggi.

Agathias mulai kasian dengan istrinya. Walau senang sekali mengerjai Loralei. Bibirnya terdorong ke depan bersama kepala yang berhenti tepat di telinga wanitanya. “Dia adalah sepupuku,” bisiknya.

“What?!” pekik Loralei. Saking terkejutnya dia, sampai berdiri dalam hitungan tak sampai satu detik dan berhasil keluar dari pelukan suaminya karena tenaga yang dikeluarkan lumayan besar. Bahkan sampai pinggulnya terpentok meja dan ia mengaduh.

Tangan kekar Agathias langsung mengusap pinggul Loralei karena cukup kencang suara yang ditimbulkan. “Hati-hati, sakit, kan?”

Rasa sakitnya bahkan tertutup oleh syok terapi yang diberikan oleh suaminya. Atau mungkin karena tangan Agathias yang terus mengusap dengan lembut sehingga tidak terasa menyakitkan hasil benturan tadi. “Bagaimana bisa Alphonse dan Dominique sepupuan? Dari nama keluarga saja beda jauh.” Dia bertanya seakan tidak terima dengan kenyataan tersebut.

“Kau itu bagaimana, sekretaris tapi tak tahu silsilah keluarga bosnya,” sindir Stainslav.

“Justru karena aku sekretaris, bukan petugas sensus.” Loralei mencebikkan bibir. Seharusnya dia menyadari dan merasa aneh dengan manusia yang dingin, cuek, dan angkuh, pasti satu spesies dengan bosnya.

“Urusanku di sini sudah selesai, bukan?” Stainslav berdiri meninggalkan kursi yang sejak tadi sangat ia nikmati dramanya. “Dan selamat, sandiwaramu gagal.” Dia menyunggingkan senyum sinis sebelum akhirnya memunggungi Loralei.

“Woy! Kembalikan uangku, jasamu tidak berguna!” teriak Loralei menghentikan langkah pria itu.

“Minta saja pada suamimu.” Stainslav meninggalkan ruang CEO, membiarkan sepasang suami istri melanjutkan terserah mereka akan melakukan apa pun. Dia tak peduli.