Part 19

“Oh, jelas, yang muda supaya lebih kuat.” Loralei harus berusaha membantah dan mengunggulkan pria bayarannya. Walau cukup terkejut juga saat tahu usianya baru dua puluh satu tahun, lumayan juga perbedaan dengan dirinya.

“Kuat, ya? Mau beradu lebih kuat siapa denganku?” tantang Agathias pada pria yang ada di samping istrinya.

“Ck! Malas, kau tak perlu beradu denganku, sudah jelas aku yang akan kalah.”

Loralei segera melotot dan mencubit lengan pria bayarannya yang asal menjawab. Dia tidak berbicara, tapi memperingatkan supaya jangan sembarangan. Tapi, manusia satu itu justru melengos.

“Kemampuanmu belum juga meningkat sampai sekarang?” Agathias menyandarkan punggung dan berbicara lebih santai dengan pria bayaran istrinya, tak lain adalah orang yang ia kenal. Tapi, tunggulah nanti memberikan kejutan di akhir pada Loralei, sekarang nikmati dahulu drama yang dilakukan wanita itu.

“Meningkat, tapi beradu kekuatan denganmu? Jelas aku malas, untuk apa? Buang-buang waktu.” Pria itu menyilangkan tangan di dada dan ikut santai juga seperti Agathias.

Sementara Loralei, ia mengernyitkan kening ketika menyimak obrolan suami dan pria bayarannya. Terdengar tidak ada yang aneh karena memperdebatkan perihal kekuatan. Tapi, yang terasa mengganjal adalah, mereka menghadapi satu sama lain dengan tenang. Dia ingin menyambar perbincangan, tapi tidak ada celah karena dua manusia itu terus bersahutan seolah dirinya tidak ada di sana.

“Kau baru lulus dan pulang dari Oxford langsung dekat dengan sekretarisku, hebat juga, kenal Loralei dari mana?” tanya Agathias sembari melirik istrinya dan tidak lupa ada senyum sinis yang dilayangkan.

Pria itu menyenggol lengan Loralei. “Kau jawab, daripada nanti aku salah memberikan tanggapan.”

Mata wanita itu melotot lagi. Dasar pria kaku ... bisa-bisanya berkata seperti itu di depan bosku. Bisa ketahuan, bodoh!

“Hati-hati dengan matamu, kebanyakan melotot nanti keluar, aku harus mencarikan donor bola mata untukmu,” tegur Agathias, walau saat ini sedang menahan diri untuk tak gemas pada istrinya yang sedang nampak kebingungan.

Loralei mengedipkan mata, lalu menatap berani suaminya. “Kami kenal melalui media sosial, waktuku habis dua puluh empat jam untuk mengurus bos yang menyebalkan, sampai tak ada waktu berkencan langsung. Jadi, semua berlangsung secara virtual,” jelasnya diakihiri cebikan sebal.

“Oh ... jadi, salahku kalau kau tidak bisa berkencan?” Agathias berdiri dan berpindah posisi duduk di tepi meja tepat di depan istrinya. Menahan kursi Loralei supaya tidak bisa bergerak, dan mendongakkan wajah wanita itu supaya menatapnya.

Kini, mereka saling tatap. Satu memberikan sorot datar tapi tersirat rasa gemas, sementara Loralei lebih ke arah kesal. “Astaga ... jelas saja jawabannya iya, Tuan Agathias Gemala Dominique.”

Agathias mengangguk dan melepaskan tangan dari wajah Loralei. “Tapi, sekarang kau tidak butuh lagi kencan karena sudah memiliki suami.” Dia mengangkat tubuh sang istri supaya berdiri, lalu kursi itu ia duduki dan menarik pinggul wanitanya hingga kini berada di pangkuannya. “Dan lain kali, kalau mencari pria bayaran yang lebih pintar dan selektif lagi.”

Loralei hendak melawan, tapi tubuhnya dipeluk sampai sulit untuk pergi. Agathias mengarahkan kursi secara sengaja menghadap ke arah pria bayarannya yang tidak mencoba melakukan apa pun. Tarik aku, woy! Pria sepuluh ribu euro ... rasanya dia ingin berteriak seperti itu supaya ada menunjukkan setidaknya sedikit usaha mereka saling cinta. Tapi, justru hanya sorot datar didapatkan.

“Sejak kapan kau menikah?” tanya pria bayaran itu dengan santai dan seolah tidak terganggu dengan pemandangan di depan mata yang amat mesra tapi jelas dipaksakan karena nampak jelas hanya Agathias yang menikmati.

“Tiga hari lalu,” jawab Agathias sembari mendaratkan dagu di punggung istrinya.

“Oh, dadakan?”

“Hm.”

“Orang tua dan kembaranmu saja yang datang?”

Agathias mengangguk lagi sebagai jawaban. Sembari dia menikmati wajah Loralei yang sejak tadi berpindah menatapnya lalu ke pria di depan mereka, begitu terus seiring percakapan mengalir.