Part 14

Loralei mengangkat tangan dan menatap cincinnya. “Oh, ini? Diberi orang,” jawabnya malas, tidak ada antusias seperti banyaknya mata yang tengah melihat ke arahnya.

“What? Itu cincin berlian, harganya mahal. Siapa yang memberimu secara cuma-cuma?” tanya Ankie setelah ia mencari tahu di google dan mencocokkan dengan model berlian di jari manis Loralei.

“Cuma-cuma? Enak saja, ini tidak sebanding dengan hidup bebas dan masa depanku. Kalau bisa memilih pun lebih baik tak mau mendapatkan cincin berlian ini,” decak Loralei. Ia memasukkan potongan kentang rebus ke dalam mulut dan mengunyah malas.

“Memangnya siapa yang memberimu itu? Sepertinya bukan orang biasa,” tanya Rona semakin menggeserkan tubuh supaya lebih dekat dengan Loralei. Memang dasar wanita, antusias sekali jika sudah membicarakan seseorang.

“Bos galak kalian.” Loralei memberi tahu begitu saja seolah itu bukanlah sesuatu yang perlu ditutupi. Lagi pula, mereka juga sering menggunjing CEO ketika istirahat.

“Ha?” Respon mereka sama semua, terkejut, bibir menganga, dan mata membulat. “Bagaimana bisa dia memberimu itu?”

“Ya, bisa, beberapa hari lalu aku menikah dengannya.”

“Serius?!” Suara Ankie, Rona, dan beberapa karyawan yang mendengar pun bersamaan menggelegar. Sehingga membuat banyak mata menatap ke meja mereka.

“Sht ... jangan teriak-teriak,” peringat Loralei. Dia kemudian mengangguk sebagai permintaan maaf sudah mengganggu ketenangan. “Ya serius. Untuk apa aku berbohong. Memangnya siapa lagi yang mampu memberi cincin semahal ini kalau bukan seorang bos besar.”

Loralei menggeserkan nampan makanannya. Dia mendaratkan kepala di atas tangan yang menyilang. “Pasti kalian terkejut dan bertanya-tanya. Aku juga sama, justru bingung sendiri karena ia tiba-tiba memintaku datang ke Badan Kependudukan dan menikahiku secara dadakan.”

“Bos kita diam-diam suka mungkin dengan Loralei, mana mungkin seorang Agathias Gemala Dominique menikahi wanita secara asal?” celetuk Rona sembari menepuk punggung temannya yang sedang tidak nampak bahagia.

Loralei menggeleng. “Tidak mungkin, itu mustahil. Mana ada pria yang menyukai wanita tapi setiap hari menindas terus.” Dia kembali menegakkan tubuh dan menatap satu persatu temannya. “Bos galak itu hanya ingin memperluas wilayah penindasannya, bukan lagi sekedar di kantor. Tapi, di luar pekerjaan pun dia akan membuatku kesal setengah hidup.”

“Tapi ada juga tipe pria yang menunjukkan rasa tertarik dengan mencari masalah terus, siapa tahu bos kita adalah jenis yang seperti itu,” sahut Angkie.

Langsung ditanggapi dengan gelengan kepala oleh Loralei. “Tidak mungkin. Aku tahu betul bagimana bos kita saat bersama kekasihnya. Ralat, mantannya dahulu. Dia tak pernah mencari masalah, cenderung diam dan yasudah begitu-begitu saja. Tak seperti memperlakukan aku sesuka hati.”

Mereka jadi ikut berpikir. Jadi, alasan menikahi Loralei apa? Bukan permasalahan yang urgent, tapi cukup membuat penasaran.

“Jangan hanya diam, bantu aku keluar dari masalah ini. Aku tak mau terjerat pernikahan dengan bos galak itu. Bisa darah tinggi kalau semakin lama dibiarkan,” pinta Loralei. Dia menopang pipi dengan kepalan tangan yang sikutnya bertumpu pada meja.

“Kau yang sering bertemu dengan Tuan Agathias saja bingung, apa lagi kita yang jarang menghadapi bos.”

“Cukup bantu dengan carikan pria yang mau menyamar menjadi seseorang yang mencintai dan ku cintai. Hari ini aku harus mengenalkan pada si galak otoriter itu. Kalau tidak, selamanya akan terjebak dengan pernikahan gila ini,” keluh Loralei sembari mata mengedarkan pandangan ke seluruh kantin.

Begitu juga dengan Ankie, Rona, dan beberapa orang lain yang duduk di sana. Mereka juga ikut berpikir.

“Hei, bagaimana kalau dia saja? Sepertinya lawan yang sepadan dengan bos kita.” Ankie menepuk lengan Loralei dan menunjuk arah belakang punggung temannya itu.