Part 11

Loralei merasa baru saja menggali kuburannya sendiri. Berbicara salah sedikit saja di depan Agathias, bisa membuatnya kebingungan setengah mati. Sekarang ia menyesal sudah menyinggung tentang pria yang dicintai. Bahkan tidak ada pula lawan jenis yang mengisi daftar deretan dalam hati.

Mana ada waktu mencari kekasih atau kenalan, kalau setiap hari saja direpotkan oleh si bos galak menyebalkan. Satu-satunya nama lelaki yang mengisi hari Loralei ya Agathias Gemala Dominique, itu pun karena tuntutan pekerjaan juga, sampai membuatnya sebal dengan pria itu.

Daripada salah bicara dan berakibat pusing lagi, lebih baik Loralei diam saja. Sepanjang perjalanan menuju kantor, ia menutup mulut dan tidak mau bertanya maupun menyinggung apa pun. Cukup menanggapi kalau bosnya bertanya.

Loralei tidak mau melirik pria yang kini tengah mengemudi. Hanya dengan menatap wajah Agathias saja mampu membuatnya kesal sendiri tanpa bisa diutarakan. Padahal bosnya hanya diam dengan wajah fokus sekali ke jalan, tapi namanya sudah benci ya mau bagaimana lagi, sulit dihilangkan.

“Apa jadwalku hari ini?” Akhirnya, setelah sekian lama mobil itu melaju, ada suara Agathias yang mengeluarkan pertanyaan.

Loralei langsung mengeluarkan iPad yang dibelikan oleh Agathias. Semua gadget yang ia miliki adalah pemberian pria itu, sudah lama, sejak bekerja menjadi sekretaris. Katanya sih bonus dari kantor. Jadi, ya diterima saja, toh itu barang-barang bagus keluaran dari perusahaan Apple.

“Pukul delapan sampai sepuluh ada rapat bersama perusahaan Otoma, kemudian dilanjut rapat lagi dengan klien. Mulai makan siang kosong,” jelas Loralei sembari membaca agenda yang telah ia susun serapi mungkin.

“Kau terlupa satu hal,” tutur Agathias, menyempatkan melirik ke arah istrinya, tepat saat wanita itu menatapnya bingung.

“Tidak, setiap kali ada agenda, pasti langsung saya masukkan ke kalender kegiatan, Tuan. Jadi, mana mungkin lupa atau terlewat.” Loralei sudah bekerja menjadi sekretaris selama tiga tahun, tahu bagaimana cara menyusun semuanya supaya tidak berantakan. Walaupun dahulu saat awal banyak mendapatkan omelan karena sering melakukan kesalahan. Tapi, sekarang mana mungkin dia melakukan hal sepele seperti kelupaan memasukkan agenda kegiatan.

“Bertemu pria yang kau cintai, bukankah kemarin sudah ku katakan untuk membawa ke kantorku?”

Loralei sampai tak mampu untuk berkata-kata. Dia sudah sengaja tidak menyinggung masalah itu karena memang tak pernah ada orang yang dicintai, kalau dibenci jelas jawabannya adalah bos sekaligus suami sendiri.

“Anda masih ingat, Tuan?” Loralei meringis bingung, berurusan dengan seorang bos memang bukan perkara yang simple. Untung mobil telah sampai di gedung perusahaan, jadi dia lekas turun sebelum dicecar lagi.

“Oh, jelas saja, aku hanya ingin melihat seberapa bagus pria itu. Kalau lebih baik dari aku, makan kau boleh bersamanya. Tapi, jika sebaliknya, jangan harap kau bisa lepas begitu saja dariku.” Agathias menjawab sembari melangkah hingga sejajar dengan istrinya.

Loralei menggigit bibir sendiri, rasanya ingin mendorong suaminya itu dari atas gedung, tapi mana berani. Dia tidak menanggapi, tapi tersenyum dan mengangguk saat beberapa karyawan menyapa.

Keduanya pun masuk ke dalam lift, hanya berisi Loralei dan Agathias saja. Padahal tidak ada khusus CEO. Tapi, kebanyakan karyawan takut pada atasan mereka yang terkenal galak.

Agathias benar-benar menikmati wajah kebingungan istrinya. Dia tahu kalau Loralei tidak dekat dengan pria manapun. Jadi, sengaja saja melakukan itu. Sebab, Loralei menjadi menggemaskan jika dilihat saat pusing berpikir. Memang dasar jiwa penindas.