Part 4

Kenapa Loralei bisa membenci Agathias? Padahal jika dilihat dari dalam sedotan pun pria itu seperti tidak ada celahnya. Tapi, itu bagi orang yang belum mengenal dan sering menghadapi betapa menyebalkan salah satu keturunan keluarga tersohor itu.

Oke, sembari sarapan, Loralei mengingat lagi hal-hal yang membuatnya memasukkan bos sendiri ke dalam daftar hitam manusia yang tak boleh dijadikan sebagai pasangan.

Pertama, jika karyawan di perusahaan normal bekerja dalam kurun waktu delapan jam, tidak bagi Loralei yang perlu dua puluh empat jam dan bahkan kalau sehari ada tiga puluh jam pun pasti akan disita oleh pria itu. Selalu siaga dan ponsel harus terus hidup, kapan pun dihubungi langsung diangkat dan laksanakan. Parahnya adalah, waktu tidur sering terganggu karena sedang enak-enak bermimpi, tiba-tiba ditelepon untuk menanyakan file atau apa pun yang seharusnya bisa dilakukan besok saja. Menyebalkan bukan? Sangat, luar biasa merepotkan.

Kedua, selalu mengharuskan Loralei pulang ketika Agathias juga selesai bekerja. Dan sialnya, pria itu sepertinya tidak memiliki rasa lelah karena selalu kembali larut. Padahal, ia tidak melakukan apa pun, hanya duduk dan dipersilahkan jungkir balik sesuka hati asalkan tak pulang. Itu adalah wujud penindasan terhadapnya. Sialan memang, andai tidak ingat gajinya sangat banyak, sudah pasti resign sejak dahulu. Tapi, orang tuanya butuh pengobatan, harus bertahan bekerja dengan bos yang semena-mena.

Ketiga, nada bicara Agathias tidak pernah santai, membentak terus jika memberikan perintah atau saat ia berbuat kesalahan. Pokoknya jauh dari kelembutan, dan itu adalah bukan tipe pria idamannya. Dia ingin sosok penuh perhatian, sayang, dan lembut.

Keempat, emosian, apa lagi di jalan. Katanya sih itu menurun dari gen kakeknya. Tapi, Loralei tidak percaya karena mengenal sosok Tuan Dominique terlihat bijaksana. Sangat berbeda dengan Agathias yang sering marah dan menjadikan dirinya tempat pembuangan amarah. Ya walaupun tidak kasar sih, tapi tetap saja telinga berasa budek kalau setiap hari mendengar suara bernada tinggi.

Kelima, saat emosi, yang membuat pria itu berhenti adalah ketika tatapan jatuh pada buah dada Loralei. Baru bibir terbungkam. Dan hal tersebut membuatnya geram, ingin sekali mencolok mata Agathias kalau tak ingat adalah bosnya.

Oh shitt! Loralei meletakkan garpu secara tiba-tiba saat mengingat poin terakhir. Dia baru ingat kalau bosnya selain galak juga cabul. Kedua tangan lekas menyilang di dada untuk menutupi dua buah yang menonjol. Sejak tadi tidak memakai bra, pantas saja lirikan mata Agathias sering terarah padanya.

“Kenapa?” Sebelah sudut bibir Agathias terangkat sebelah. “Kau memikirkan sesuatu yang tidak senonoh tentangku, ya?” tuduhnya sembari sorot mata terjatuh pada tangan Loralei yang masih ada di dada.

Loralei menggeleng, dia sepertinya harus mulai membiasakan diri memakai dalaman saat di apartemen atau manapun. “Aku sudah kenyang.” Dia lekas berdiri.

“Siapa yang mengajarimu tidak menghargai orang lain? Setidak enak apa pun masakanku, harus kau habiskan, sekalipun berakhir muntah karena kekenyangan!” suara tinggi itu menyiratkan supaya Loralei kembali duduk.

Tapi, wanita itu justru mengangkat piring dan memasukkan semua sisa secara cepat. “Permisi.” Buru-buru dia kembali ke kamar dan mengunci. Masih tidak menyangka saja kalau saat ini sudah menjadi istri seorang pria yang amat ia benci.