[SMA NEGERI 1 JAKARTA]
[Kantin Sekolah]
Damian dan ketujuh sahabat-sahabatnya beserta kelompoknya yang lainnya sedang berada di kantin melepaskan rasa lelah tubuh dan rasa lelah pikiran mereka yang berada di dalam kelas selama tiga jam dengan materi pelajaran yang amat susah dan menyebalkan. Tapi tidak untuk Damian. Damian adalah seorang murid yang pintar. Dirinya dengan mudah memahami semua materi pelajaran yang diberikan oleh gurunya.
Mereka satu kelompok. Mereka bersahabat. Tapi mereka beda kelas. Mereka terdiri tiga kelas dari sepuluh kelas. Dan ketiga kelas tersebut mereka yang memimpin. Kelas 11A dipegang oleh Damian, kelas 11B dipegang oleh Kenzo. Tidak ada yang berani dengan mereka. Bukan berarti mereka akan berbuat jahat dan membully teman-teman mereka sendiri. Justru kebalikannya. Mereka yang akan jahat kepada orang yang suka menjahati orang lain.
"Dam. Kenapa kau diam dari tadi? Ada masalah?" tanya Elvano.
"Kalau ditanya ada masalah. Mulai dari aku dilahirkan sampai saat ini yang namanya masalah tidak pernah lepas dari hidupku. Masalah yang aku hadapi hanya satu yaitu kakak-kakakku. Aku tidak tahu bagaimana cara menjinakkan mereka berenam," jawab Damian asal.
"Yak! Kau pikir mereka itu hewan buas yang harus dijinakkan segala," sahut Haris.
"Bagiku mereka itu memang seperti hewan buas. Setiap aku pulang ke rumah. Mereka berenam seperti singa kelaparan yang siap menerkamku," jawab Damian.
"Aish. Kau ini ada-ada saja. Sudahlah, Dam! Jangan terlalu dipikirkan. Kalau kau seperti ini, kau sendiri yang akan tertekan. Ada kita disini sahabat-sahabatmu. Kita akan bahagia bersama, sedih bersama." Haikal berucap sembari menghibur Damian.
"Kalau kau tidak mendapatkan kebahagiaan dari enam ekor singa yang ada di rumahmu. Disini ada beberapa makhluk-makhluk yang tak jelas siap menemanimu. Seperti si kedelai hitam Elvano, sitiang listrik Haikal, si bibir tebal alias seksi Haris, si manusia gaptek Farzan, si tukang contek Fattan. Dan masih ada makhluk tak jelas lainnya yang tidak bisa aku sebutkan satu-satu." Joe berbicara sambil menyebut gelar satu persatu teman-temannya.
Damian hanya tersenyum ketika mendengar Joe menyebutkan nama sahabat-sahabatnya lengkap dengan gelarnya.
"Yak! Sempat-sempatnya kau mengatai-ngatai kami, hah!" protes Haris.
"Hehehe. Sambil menyelam minum air, Ris! Buktinya siluman kelinci kita ini tersenyum," jawab Joe santai.
"Jelaslah siluman kelinci ini tersenyum. Kalian berdua itukan satu paket. Sama-sama tukang bully dan psikopat," sela Haikal.
"Kenapa, Kal? Masih kesal masalah kau jatuh tadi pagi," ejek Damian.
"Sudah.. Sudah! Jangan berdebat lagi. Ini pesanan kalian sudah datang. Ayo kita makan. Sebentar lagi bell masuk akan berbunyi," sela Kaamil yang melihat Liam, Gaffi dan Naufal datang membawa makanan serta minuman yang sudah mereka pesan.
^^^
Lima belas menit yang lalu kelas Damian dan teman-temannya telah berakhir. Dan sekarang mereka berada di parkiran.
"Kau yakin ingin pulang sendiri. Tapi kau tidak bawa kendaraan, Dam! Bukannya tadi pagi kau itu diantar sama kak Kevlar? Tambah lagi wajahmu itu pucat," ucap Haikal.
Mereka memperhatikan wajah pucat Damian. Mereka benar-benar khawatir pada kelinci nakal mereka ini.
"Sudahlah. Kalian tidak perlu khawatir seperti itu. Aku baik-baik saja. Aku bisa pulang naik taksi," balas Damian.
"Aku akan mengantarmu pulang dan tak ada penolakan," sahut Elvano.
"Huuuh!" Damian membuang nafas kasarnya. "Baiklah, Hitam. Terserah dirimu saja."
"Ya, sudah. Mari kita pulang. Dan kalian berdua berhati-hatilah. Jangan terlalu ngebut membawa motornya," ucap Kenzo.
"Eeemm," jawab Elvano sambil mengangguk.
Dan mereka pun pergi meninggalkan parkiran sekolah. Mereka semua masing-masing menggunakan motor sport milik mereka. Ada yang sendiri dan ada yang goncengan.
***
[MANSION MEWAH KELUARGA CALVIN]
Damian sudah sampai di halaman depan rumahnya, lalu Damian pun turun dari motornya Elvano.
"Mampir dulu yuk," tawar Damian. Elvano langsung menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Kenapa?"
"Aku takut."
Damian mentautkan kedua alisnya bingung dengan jawaban Elvano.
"Takut? Takut sama siapa?"
"Di rumahmu itu ada enam ekor singa. Aku takut nanti tubuhku diterkam oleh enam ekor singa itu," jawab Elvano.
Damian menatap wajah Elvano. Begitu juga sebaliknya Elvano, dirinya juga menatap Damian. Dan detik kemudian mereka pun tertawa.
"Hahahaha."
"Ya, sudah! Masuklah dan jangan lupa istirahat. Wajahmu benar-benar seperti mayat hidup. Aku pulang. Bye," pamit Elvano.
Damian melangkahkan kakinya menuju pintu utama, lalu berlahan membuka pintu rumahnya.
CKLEK!
Pintu tersebut terbuka. Berlahan Damian melangkahkan kakinya memasuki rumah tersebut. Damian terus melangkahkan kakinya dan mengabaikan sekitarnya. Yang ada di pikirannya saat ini adalah istirahat.
Saat Damian ingin menginjakkan kakinya di anak tangga. Dirinya dikejutkan oleh seseorang yang memanggilnya.
"Damian," panggil Dandy.
Damian membalikkan badannya dan melihat ke arah orang yang memanggilnya. Dapat dilihat olehnya para kakaknya sudah berdiri di hadapannya.
"Kenapa wajah Damian pucat sekali," batin Dandy dan yang lainnya.
"Apa Damian sakit," batin Dandy lagi.
Damian memasang wajah acuh dan dingin. "Ada apa?"
"Kakak mau bertanya tentang pria yang tadi pagi menjemputmu?" tanya Dandy.
Damian menaikkan satu alisnya. "Sudah kuduga," batin Damian.
"Siapa dia? Kenapa kalian begitu akrab? Dan kenapa pria itu begitu peduli dan perhatian padamu?" tanya Dandy bertubi-tubi.
"Apa perlu aku menjawab pertanyaanmu yang tidak penting itu, saudara Dandy?" tanya Damian balik.
"Damian. Yang sopan kalau bicara dengan kakak Dandy. Kakak Dandy ini adalah kakak kamu. Kami semua ini kakak-kakak kamu. Dan kau itu adik kami!" bentak Daniyal.
"Uupp!" Damian menutup mulutnya dengan telapak tangannya. "Maaf aku lupa. Aku pikir hanya aku saja yang ada di rumah ini dan aku sama sekali tidak menyadari kalau aku memiliki saudara. Ternyata kalian mengakuinya juga kalau kalian adalah kakak-kakakku dan aku adalah adik kalian. Selama ini kalian kemana saja? Kenapa baru sekarang mengatakan hal itu padaku? Apa karena pria yang tadi pagi itu, hum!" Damian berbicara sambil menyindir keenam kakak-kakaknya.
Mereka telak bungkam. Mereka tidak bisa menjawab pertanyaan dari Damian.
"Ya, sudahlah. Kalian tidak perlu menunjukkan wajah seperti itu. Biasa saja. Lagian aku memang sudah terbiasa hidup tanpa kalian. Ada dan tidak adanya kalian, aku bisa menjaga diriku sendiri. Jadi aku sudah tidak membutuhkan kalian lagi," tutur Damian dingin.
Setelah mengatakan itu, Damian pun pergi meninggalkan para kakak-kakaknya. Tapi langkahnya seketika terhenti. Damian kembali menatap wajah kakak-kakaknya.
"Soal pria yang tadi pagi itu. Dia adalah kakak kesayanganku. Dia sangat berarti dalam hidupku," ucap Damian dan kemudian kembali melangkahkan kakinya menuju kamarnya di lantai atas.
Dandy dan kelima adik-adiknya terkejut mendengar penuturan Damian.
"Kakak kesayangan," batin mereka.
^^^
Di pagi hari yang cerah. Ketujuh pangeran tampan sudah bersiap-siap dan berpakaian rapi. Ada yang berpakaian kantor, ada yang berpakaian anak kuliahan dan ada yang berpakaian sebagai pelajar.
Saat mereka keluar dari kamar masing-masing. Mereka sama-sama terkejut, dikarenakan mereka semua keluar secara bersamaan. Tak terkecuali Damian. Mereka saling melirik satu sama lain. Tidak ada yang bersuara. Keenam kakak-kakaknya menatapnya.
"Kau tampan sekali, Dam!" batin Daanii.
"Kau tumbuh dengan baik Damian. Maaf kakak yang tidak ada di sampingmu," batin Dandy.
"Maafkan kakak yang selama ini membencimu, Dam." Daniyal membangun.
"Kakak tidak benar-benar membencimu, Damian! Malah sebaliknya. Kakak sangat menyayangimu," batin Danesh.
"Kakak menyayangimu, Damian! Maafkan kakak yang tidak ada untukmu," batin Daaris.
"Kakak menyayangimu. Kau adiknya kakak. Selamanya akan menjadi adiknya kakak. Maafkan kakak yang selama ini mengabaikanmu, membencimu, memarahi dan berlaku buruk padamu," batin Dayyan.
Melihat keenam kakak-kakaknya yang menatap dirinya, Damian pun merasa jengah akan tatapan para kakaknya. Damian pun akhirnya melangkahkan kakinya menuju dapur, tepatnya meja makan. Tapi langkahnya terhenti saat terdengar bunyi ponselnya.
Drtt!
Drtt!
Damian merogoh ponselnya yang ada di saku celana sekolahnya. Dan dilihat nama 'Elvano' di layar ponsel tersebut. Damian pun menjawab panggilan tersebut.
"Hallo, hitam. Ada apa? Masih pagi kau sudah menggangguku."
"Dasar siluman kelinci sialan, kudisan! Bisa tidak yang sopan kalau menyapaku. Sekali saja kau tidak menyebut gelar jelek itu untukku."
"Hahaha. Maafkan diriku hitam sayang. Aku mencintaimu."
"Damian Calvin!!" teriak Elvano di seberang telepon.
Damian menjauhkan ponselnya dari telinganya dan tangannya mengelus-elus telinganya karena sakit efek teriakan dari Elvano. Sedangkan para kakaknya tersenyum gemas melihat kelakuan si bungsu.
"Tidak usah teriak-teriak juga, hitam. Kalau pendengaranku rusak, apa kau mau tanggung jawab?"
"Itu kesalahanmu. Deritamu."
"Huueee! Kau tega sekali padaku, hitam. Kau sudah tidak sayang lagi padaku. Kau sekarang membenciku, hitam. Di dunia ini tidak ada yang benar-benar dan tulus sayang padaku. Huuueee!" Damian yang sudah mati-matian menahan tawanya.
Elvano yang mendengar suara tangis dan ucapan Damian saat ini dirinya benar-benar kalut dan khawatir.
"Hei, Dam. Apa yang kau katakan, huh? Aku tulus menyayangimu. Sumpah! Sungguh! Kau sahabatku dan juga saudara bagiku!"
Sedangkan Damian sudah senyam senyum mendengar penuturan Elvano.
"Bohong. Aku tidak percaya. Buktinya kau tidak peduli kalau pendengaranku rusak akibat teriakanmu. Dan kau bilang itu deritaku." Damian masih terus menjahili Elvano.
"Yak, Damian! Sejak kapan kau menjadi sensitif seperti ini sih?"
"Sejah hari ini. Sejak kau menghubungiku pagi-pagi begini. Tambah lagi ini bawaan perutku. Perutku sudah lapar dan ingin segera diisi. Tapi kau mengganggu acara sarapan pagiku. Akhirnya sarapan pagiku tertunda gara-gara dirimu."
"Aish. Dasar kelinci bongsor. Hanya gara-gara itu kau bersikap seperti ini?"
"Iya."
Di seberang telepon, Elvano langsung tepuk jidatnya ketika mendengar jawaban dari Damian.
"Dasar siluman kelinci baperan."
"Hei, Tunggu. Aku baru ingat. Ada hal apa kau menghubungiku pagi-pagi begini? Kau belum menjawab pertanyaanku, kedelai hitam!"
"Mulai lagi," batin Elvano.
"Aku hanya ingin menanyakan sesuatu padamu dan tolong jawab jujur."
"Mau nanya apa?"
"Aku dapat informasi. Katanya kau ikut balapan. Apa itu benar?"
"Eeemm. Iya! Memangnya kenapa?"
"Dam. Aku mohon. Batalkan balapan itu. Aku tidak mau terjadi sesuatu padamu. Kau itu sudah lama tidak balapan. Dan sekarang kau mau balapan lagi."
"Aish, El! Kau ini kenapa sih? Kau sekarang tidak asyik. Dulu kau selalu mensupport ku, mendukungku setiap apa yang aku lakukan di luar sana. Sekarang kenapa kau melarangku dan mulai mengkhawatirkan diriku?"
"Karena sekarang ini aku tahu kondisimu, Dam! Dulu aku tidak tahu tentang kesehatan tubuhmu, makanya aku terlalu bodoh mengikuti semua keinginanmu selama ini."
Damian terdiam mendengar penuturan Elvano. Tanpa sadar air matanya mengalir begitu saja membasahi wajah tampannya.
"Terima kasih, El. Kau masih peduli denganku. Dan juga dengan kesehatanku," batin Damian.
"Sudahlah, El! Aku tidak akan mati hanya gara-gara mengikuti balapan itu. Semuanya akan baik-baik saja. Kau tidak perlu khawatir. Asal kau dan yang lainnya tetap bersamaku dan selalu ada untukku, aku pasti akan baik-baik saja. Karena kalian adalah obatku. Obat untuk menyembuhkan luka-lukaku. Begitu juga aku untuk kalian."
Elvano menangis diseberang telepon. Dirinya terharu akan kata-kata Damian sahabatnya itu.
"Baiklah. Aku akan mendukungmu. Asal kau janji padaku, kau akan baik-baik saja. Dan jangan sampai terluka!"
"Aku janji!"
"Ya, sudah. Sekarang kau sarapanlah. Jangan sampai kau telat ke sekolah."
Tutt!
Tutt!
Elvano Mingyu memutuskan panggilannya.
Setelah selesai berbicara dengan Elvano. Damian pun melangkahkan kakinya menuju meja makan. Saat tiba di meja makan, Damian tidak melihat ada makanan yang tersedia di meja tersebut.
"Bibi Hani," panggil Damian.
Yang dipanggil pun datang. "Ada apa, tuan muda Damian?"
"Kenapa tidak ada makanan di atas meja. Aku sudah lapar, Bi." ucap Damian mengeluh.
"Anu.. Anu, tuan muda Damian." Bibi Hani kebingungan.
"Anu.. anu apa Bi? Bicara yang jelas," ucap Damian yang tak sadar membentak Bibi Hani. Bibi Hani yang mendengar ucapan Damian yang sedikit keras terkejut dan menundukkan kepalanya.
Melihat Bibi Hani menundukkan kepalanya, Damian pun sadar atas apa yang sudah dilakukannya.
"Bi-bi Hani. Maafkan aku. Aku.. aku benar-benar tidak sengaja dan tidak sadar membentak Bibi," ucap Damian menyesal sambil memegang kedua bahu Bibi Hani lembut.
Detik kemudian Damian memeluk tubuh Bibi Hani. "Maafkan aku, Bi! Maafkan aku." Damian menangis.
"Tidak apa-apa, Tuan muda. Bibi tidak marah pada tuan."
Damian melepaskan pelukannya dari Bib Hani. "Sekarang jelaskan padaku. Kenapa tidak ada makanan di atas meja. Aku sudah lapar, Bi?" tanya Damian lembut.
"Semua makanan sudah Bibi letakkan di atas meja. Mulai hari ini tuan muda Damian akan makan bersama dengan keenam kakak-kakak tuan muda."
"Apa?"
"Itu benar, Damian." Dandy yang datang bersama kelima adiknya.
"Mulai sekarang dan seterusnya kita akan makan bersama di meja makan yang sama," ucap Daniyal.
Damian menatap satu persatu wajah kakak-kakaknya. Tepatnya di manik mata kakak-kakaknya itu. Ada ketulusan yang terpancar disana.
Saat Damian ingin bicara. Daanii sudah terlebih dahulu menarik tangannya dan membawanya ke meja makan. Lalu mendudukkan adiknya di samping tempat duduknya. Mereka semua pun duduk di kursi masing-masing.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments
Cahaya_nur
Semangat kak👍👍
2023-09-17
0
missmiyu
lanjut thor
2023-01-10
1