BROTHER HUG

BROTHER HUG

Kekesalan Damian Di Pagi Hari

Seorang pemuda berwajah tampan, manis, cantik dan memiliki senyuman kelinci sedang berada di kamarnya dan bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Setelah benar-benar selesai. Pemuda itu pun beranjak meninggalkan kamarnya untuk turun ke bawah.

Yah! Pemuda itu adalah Damian Calvin. Si bungsu dari tujuh bersaudara.

TAP!

TAP!

TAP!

Suara langkah kaki Damian menuruni anak tangga. Langkah kakinya menuju kearah dapur. Damian melangkah menuju dapur tanpa mempedulikan keenam kakak-kakaknya yang sudah berada di meja makan yang kini sedang menatapnya.

Damian terus berjalan kearah dapur fokus dengan ponsel di tangannya. Mungkin ponselnya lebih bagus dilihat dari pada wajah para kakak-kakaknya.

Damian sudah berada di meja makan yang ada di dapur. Dirinya sarapan pagi bersama seorang pelayan yang selama ini selalu ada untuknya.

"Tuan muda Damian. Sudah main ponselnya. Tuan muda harus sarapan dulu. Bibi sudah siapkan," kata Bibi Hani tersenyum.

"Oke, baiklah!" Damian langsung menghentikan aktivitasnya bermain ponsel.

Saat Damian ingin menyendokkan makanan tersebut ke mulutnya, tiba-tiba tangannya terhenti dan menghentikan acara makannya.

"Bibi Hani. Sarapan pagi ini siapa yang memasaknya?" tanya Damian.

"Eemm! Kalau nasi goreng yang tuan muda Damian makan itu. Tuan muda Dandy yang memasaknya. Tapi kalau yang nasi kuning ini baru Bibi yang memasaknya," jawab Bibi Hani.

"Kalau begitu aku tukar makanannya. Aku tidak jadi makan nasi goreng ini. Aku makan nasi kuning saja," ujar Damian.

Mendengar ucapan dari Damian sukses membuat keenam kakak-kakaknya kaget, tak terkecuali Dandy. Dirinya tersendak mendengar penuturan Damian.

"Uhuukk!"

"Kak Dandy. Kau tidak apa-apa?" tanya Danesh dan Daanii bersamaan.

Daniyal yang ada di sampingnya mengurut tengkuknya. "Minum dulu, kak." Daniyal memberikan segelas air pada Dandy.

"Terima kasih, Dan." Dandy berucap, lalu memandangi satu persatu wajah adiknya. "Kalian tidak perlu khawatir. Kakak baik-baik saja," ucap Dandy lagi.

"Mengapa hatiku sakit saat mendengar ucapan Damian barusan. Damian menolak memakan masakanku. Padahal kan nasi goreng buatanku itu sudah menjadi candu untuknya," batin Dandy.

"Kak Dandy, kau tidak apa-apakan?" tanya Dayyan saat melihat Dandy yang sedari tadi menatap kearah dapur dimana Damian duduk bersama Bibi Hani dengan wajah manisnya.

Mereka semua mengalihkan pandangan mereka kesana. Dapat mereka lihat Damian adik yang mereka benci begitu tampak bahagia sarapan bersama Bibi Hani.

"Waah. Bibi Hani! Nasi kuning ini enak sekali. Aku mau Bibi Hani membuatkannya setiap hari untukku," ucap Damian sumringah.

"Baiklah. Bibi akan menjadikan nasi kuning ini menu favoritnya tuan muda Damian," jawab Bibi Hani antusias.

Terukir senyuman manis di bibir Damian. "Terima kasih, Bi!"

Damian kembali menyuapkan nasi kuning ke dalam mulutnya. Ketika Damian sedang menikmati sarapan paginya, tiba-tiba terdengar ponselnya berdering.

DRTT.. DRTT..

Mendengar ponselnya berdering. Damian pun segera mengangkatnya. Damian sudah tahu siapa yang sudah mengganggu acara sarapannya di pagi hari ini?

"Hallo, tiang listrik. Kenapa kau meneleponku?" tanya Damian.

"Dasar siluman kelinci sialan. Kenapa kau selalu mengataiku setiap menjawab panggilan dariku?" emosi Haikal.

"Karena kau seorang penggangu. Kau selalu mengganggu ketenanganku. Dan sekarang kau mengganggu acara sarapanku dengan orang yang paling aku sayangi di dunia ini dan orang itu juga sayang padaku," jawab Damian seenaknya.

"Memangnya masih ada orang yang sayang padamu. Orang yang seenaknya mengatai orang lain? Aku rasa hanya orang gila yang sayang padamu. Hahahahaha!" ejek Haikal.

"Sialan kau, Kal! Apa kau mau mati, hah?!"

"Memangnya kau tega membunuhku. Aku kan sahabat kesayanganmu. Sahabat yang paling tampan dan baik hati yang kau miliki," goda Haikal.

"Pedemu terlalu tinggi, tiang listrik! Banyak yang lebih tampan darimu. Salah satunya aku."

""Hahaha." Haikal tertawa.

"Iya, ya! Silahkan kau tertawa sepuasnya. Tunggu saja nanti di sekolah. Kau akan habis kubuat. Tambah lagi kau sudah membuatku kehilangan selera makan."

"Hahaha. Itu nasibmu, kelinci."

"Mau apa dan ada hal apa kau meneleponku? Kalau tidak begitu penting aku tutup nih!" ancam Damian.

"Aish! Oke... Oke! Kau sekolahkan hari ini?"

"Iya iyalah aku sekolah hari ini. Memangnya kenapa? Kau tidak senang?"

"Yak! Kenapa kau malah bertanya? Justru aku senanglah kau kembali ke sekolah. Kau tahu tidak sekolah ini sepi tanpamu. Semua tampak hening seperti kuburan. Tidak ada gairah sama sekali."

"Masa?"

"Benaran. Aku serius. Sumpah. Bahkan ada yang menangis."

Damian mengerenyitkan dahinya mendengar ucapan Haikal.

"Memangnya kenapa? Apa yang terjadi selama satu minggu aku tidak masuk sekolah?"

"Kau benaran mau tahu?" tanya Haikal yang sudah tidak sabar ingin mengetahui reaksi dari sahabat kelincinya itu.

"Iya. Katakan ada apa?" tanya Damian penasaran.

"Karena si biang rusuh yang biasa membuat kerusuhan di sekolah sedang dipingit di rumah. Dengan kata lain si biang rusuh sedang di ruqyah oleh keenam kakak-kakaknya agar semua setan-setannya keluar dari tubuhnya. Hahahahaha."

"Haikal!" teriak Damian.

Sedang orang yang diteriaki sudah terlebih dahulu menutup teleponnya karena tahu si kelincinya akan bakal mengamuk.

Lalu bagaimana nasib keenam kakak-kakaknya dan Bibi Hani yang mendengar teriakan Damian. Yah! mereka terpaksa menutup telinga mereka. Dari pada gendang telinga mereka rusak gara-gara teriak melengking dari Damian.

"Dasar tiang listrik sialan. Tunggu aku di sekolah. Akan aku cincang-cincang tubuhmu dan aku akan jadikan sate," gerutu Damian sambil menggerak-gerakkan bibirnya.

Sedangkan tanpa sadar keenam kakak-kakaknya sedari tersenyum gemas mendengar ucapan Damian yang sedang berbicara dengan sahabatnya di telepon. Apalagi saat melihat bibir sang adik yang manyun itu.

"Kau memang tidak pernah berubah dari dulu, Damian. Selalu saja suka menghina orang. Lalu ujung-ujung kau sendiri yang merajuk," batin Daniyal.

"Kakak merindukan kejahilanmu, Dam."

"Kakak merindukan teriakanmu, Dam!"

Daanii dan Daaris berucap di dalam hatinya masing-masing sembari tatapan matanya menatap wajah tampan Damian.

"Kakak menyayangimu. Dan kakak tidak benar-benar membencimu," batin Danesh.

"Kakak rindu ingin memelukmu," batin Dayyan.

Sedangkan Dandy sedari tadi tersenyum gemas melihat adik bungsunya. "Maafkan kakak, Damian!" batin Dandy.

Damian baru menyadari kalau teriakannya mengganggu orang lain.

"Maafkan aku Bibi Hani," ucap Damian menyesal.

Bibi Hani hanya tersenyum gemas melihat majikannya. "Tidak apa tuan muda. Memangnya ada apa? Kenapa tuan muda sampai berteriak seperti itu?"

"Habisnya aku kesal, Bi! Seenaknya saja aku dikatain biang rusuh di sekolah. Haikal bilang mereka kesepian tanpa aku. Padahal mereka itu tidak sendirian. Mereka itu beramai-ramai. Bisa dibilang jumlah mereka ada sekitar dua puluh lebih. Tapi kenapa Haikal bilang sepi tanpa aku?"

"Apa tuan muda Damian marah pada, tuan muda Haikal?" tanya Bibi Hani.

"Aku tidak marah padanya, Bi! Dan aku tidak akan bisa marah pada semua sahabat-sahabatku. Terutama ketujuh sahabat-sahabat dekatku yaitu Elvano, Farzan, Fattan, Gaffi, Haikal, Haris, Joe dan Justin karena mereka selalu bersamaku. Mereka selalu menghiburku saat aku sedih. Mereka selalu ada buatku, Bi! Kami bersahabat sejak duduk di bangku SMP sampai sekarang."

Damian berbicara sambil menceritakan hubungan persahabatannya dengan ketujuh sahabatnya. Dan jangan lupa air matanya yang sudah jatuh membasahi wajahnya.

Keenam kakak-kakaknya yang melihatnya menangis merasakan sesak dan sakit di hati masing-masing.

"Kalau begitu pertahanan mereka. Jangan pernah lepaskan mereka."

"Pasti, Bi! Karena aku tidak mau kehilangan mereka. Mereka sahabatku dan juga saudaraku. Di dunia ini hanya Bibi dan merekalah yang aku punya. Hanya kalian yang benar-benar menyayangiku dan yang masih peduli denganku setelah kepergian Papi dan Mami. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi padaku kalau tidak ada kalian," ucap Damian.

Lagi-lagi hati keenam kakak-kakaknya sakit saat mendengar ucapan yang begitu menyakitkan yang terlontar dari bibirnya.

"Kalau begitu aku berangkat ke sekolah dulu, Bi! Kalau aku ngobrol terus sama Bibi. Bisa-bisa aku terlambat," ucap Damian tersenyum.

"Baiklah. Hati-hati dijalan, tuan muda." bibi Hani berucap sambil tersenyum.

Damian melangkahkan kakinya menuju pintu utama. Seketika langkah kakinya tiba-tiba terhenti saat ada yang menarik tangannya. Damian membalikkan badannya dan melihat kakak tertuanya lah yang sudah memegang tangannya.

"Kakak antar ya," kata Dandy lembut. Bibi Hani yang melihat sedikit menghangat.

Tidak ada jawaban sama sekali dari Damian. Damian menatap satu persatu wajah kakak-kakaknya itu.

Saat Damian ingin membuka suara. Terdengar suara klakson mobil di depan mansion keluarga Calvin.

TIN.. TIN..

Terpopuler

Comments

Cahaya_nur

Cahaya_nur

Apa yang disembunyikan oleh ke-enam kakak-kakaknya ya? Kok aku ngerasa jika ke-enam kakaknya tidak benar-benar membenci Damian tapi ada sesuatu yang membuat mereka seakan-akan membenci Damian aslinya tidak 🤔🤔🤔🤔🤔🤔

2023-09-17

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!