Nara merangsek masuk menghambur ke arah Nafa yang sudah menyambutnya di muka pintu.
"Nafaaa, aku kangen Naf. Baby Tifana mana?" Nara celingukan mencari baby Tifana anak Nafa, sahabat dekatnya.
"Entar dulu, jangan nanya baby Tifana di mana! Itu kamu datang sama siapa, sepertinya aku mengenal mobilnya? Lho, kok, seperti Kak Aldin. Tidak salah lagi, itu Kak Aldin, kan? Lah, kok bisa kalian samaan, apa ... ada yang terjadi sama kalian, tubrukan atau apa deh yang menyebabkan kalian bisa datang barengan begini?" Nafa mengawasi pria yang datang bersama Nara sahabatnya dengan rasa heran. Pria itu benar-benar dia kenal.
"Kak Aldin, kenapa datang ke sini bisa barengan? Apa kalian mengalami musibah tubrukan lagi sehingga kalian bisa samaan datang ke sini?" Nafa penasaran dengan mata yang meneliti kedatangan Aldin.
"Lebih dari sekedar tubrukan, tapi kami .... " Ucapan Aldin menggantung setelah dipotong Nara dengan cepat.
"Kak Aldin!" Aldin langsung diam melihat kode dari Nara.
"Kalian kenapa sih, seperti kode-kodean. Apa ada yang kalian sembunyikan?" Nafa penasaran.
"Sudah, di dalam saja. Aku haus dan kangen sama baby Tifana, di mana baby Tifana?" tanya Nara mengaburkan rasa penasaran Nafa pada Nara.
"Ayo, masuklah. Tapi kalian janji, kenapa kalian sampai datang ke sini bersamaan?"
"Iya, iya. Tapi, yang cerita bukan aku, melainkan Kak Aldin, ya, Kak?" Nara mengalihkan tatapannya ke arah Aldin seperti meminta persetujuan. Aldin mengangguk setelah beberapa detik berpikir.
Nara dan Aldin mengikuti Nafa masuk. Sementara itu Aldin merasa heran, sejak tadi mencari sosok Sakti, sepupunya yang belum muncul.
"Sakti mana?"
"Mas Sakti ada urusan dengan kliennya, sebentar lagi juga pulang."
"Naf, di mana baby Tifana, aku sudah sangat kangen. Aku ke kamarnya saja, ya?" Nara merengek ingin segera melihat baby Tifana anak sahabatnya yang baru dua bulan lahir ke dunia.
"Dia di kamar. Baru tidur. Kita ke kamar saja, setelah itu kalian janji ada apa dengan kalian, kenapa kalian datang bareng?" Nafa meminta penjelasan sebagai imbalannya.
"Wahhh, adem bangat kamar baby Tifana. Kenapa kamu memilih warna hijau daun begini Naf, bukankah kebanyakan anak perempuan lebih suka dibuatkan kamar bernuansa merah muda?"
"Aku kurang suka warna merah muda Nar, mataku lebih adem melihat warna hijau. Entah motif apa yang penting ada sentuhan hijaunya, aku merasa adem melihatnya."
"Iya, betul sekali. Aku juga merasa adem setelah melihat warna hijau begini."
"Kalian nanti kalau punya anak bikin kamar seperti ini saja kalau memang suka, adem dan kesannya tenang, pikiran kalut juga jadi santai." Aldin dan Nara yang mendengar omongan Nafa barusan sontak saling pandang, Nafa seolah sudah mengetahui bahwa sesungguhnya mereka sudah menikah.
"Maaf, maksud aku nanti kalau kalian nikah, terus punya anak, kalian bikin kamar seperti ini saja kalau suka," ralat Nafa.
"Kalian kenapa sih seperti aneh begitu. Aku jadi curiga sama kalian. Lagipula tidak ada yang salah dari omonganku, kan? Kalau aku berharap kalian menikah dan punya anak. Sebab dari dulu aku setuju kalau Kak Aldin berjodoh dengan kamu. Kak Aldinnya saja yang sok jual mahal, tahu rasa kalau dia kegaet si Sekretaris seksi itu, ganjen," lanjut Nafa mendumel panjang lebar.
Sementara itu Nara dan Aldin masih saling pandang tanpa ada yang mau memulai berbicara lebih dulu.
"Memangnya kamu senang kalau seumpama kami berjodoh?" Aldin tiba-tiba bersuara.
"Kak Aldin itu pura-pura atau bagaimana, selama ini siapa yang selalu pasang badan menjodohkan dan menyetujui hubungan kalian supaya berjodoh? Nafa, kan?" tunjuknya pada dirinya sendiri.
"Aku tahu, kamu memang sahabat Nara yang paling luar biasa. Aku salut dengan persahabatan kalian," puji Aldin dengan senyuman yang mengembang.
"Kalian jangan bertele-tele deh, jadi kenapa kalian bisa datang ke sini samaan, apakah kalian tidak sengaja atau janjian?" Nafa sangat penasaran kenapa dua orang itu bisa datang bersama ke rumahnya.
"Kami datang ke sini sengaja ingin menjenguk kalian dan baby Tifana, dan kami bisa ke sini sama-sama karena ...." ucapan Aldin menggantung ketika di luar terdengar deru mesin mobil Sakti di depan rumah.
"Sakti?"
"Wowww, Aldin! Sepupuku. Seminggu tidak berjumpa kangen rasanya, Bro. Kamu kemana saja, Bro, mentang-mentang restoran sudah aman terkendali?" Sakti sepupunya Aldin tiba-tiba datang dengan rona bahagia melihat tamunya yang kini sudah berada di dalam rumahnya.
"Aku sibuk, Sak. Seperti yang kamu ketahui Adrian Wood sedang dalam masalah. Penggelapan oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Dan kini aku sedang melakukan investigasi,"
"Hasilnya?
"Orang-orang yang terlibat di dalamnya sudah dalam genggaman, aku hanya tinggal nunggu waktu saja untuk menjebloskan mereka ke dalam penjara."
"Bagus Al, jangan biarkan penjahat lebih lama berkeliaran di dalam lingkaran kita, segera enyahkan!" Sakti sepupu Aldin begitu antusias mendukung Aldin untuk segera menjebloskan pelaku penggelapan ke dalam penjara.
"Itu yang akan aku lakukan Sak, tapi tenang saja, aku akan memberi waktu beberapa minggu lagi untuk mengungkap siapa dalang utama sebenarnya, dan motif apa sehingga mereka melakukan itu semua," sungut Aldin.
"Aku dukung, Bro. Ngomong-ngomong kenapa ada dia, apakah kalian janjian untuk datang kemari?" Sakti heran sekaligus penasaran dengan kehadiran Nara sahabat istrinya yang berada di rumahnya juga.
"Kami memang datang bersama, Bro," sahut Aldin.
"Ada kemajuan kamu, Bro. Setelah kami memiliki baby Tifana, kamu sudah pandai menggandeng seorang gadis." Sakti merasa bahagia melihat saudara sepupunya menggandeng seorang perempuan. Itu artinya Aldin benar-benar menyukai seorang gadis dan ada indikasi tidak jomblo lagi.
"Tunggu saja tanggal mainnya," ujar Aldin. Ketika mereka sedang asyik ngobrol, tiba-tiba seorang bocah imut 7 tahun menghampiri mereka. Dia Rafa, anak pertama Sakti yang baru pulang dari sekolah.
"Assalamu'alaikum!"
"Waalaikumsalam," Aldin dan Sakti menjawab dengan kompak.
"Om Aldin ....!" pekiknya gembira seraya menghambur ke arah Aldin dan memeluknya. Kedua orang berbeda generasi itu saling berpelukan menumpahkan kerinduan.
"Ya ampun Rafa, keponakan Om sudah sangat pintar ya, apalagi setelah punya adik, makin pintar dan tampan mirip Om Aldin," ujar Aldin sangat percaya diri. Sakti yang mendengar, tertawa terkekeh akan pengakuan konyol Aldin, sepupunya.
Tidak lama dari itu, tiba-tiba terdengar tangisan baby Tifana. Rupanya baby Tifana telah bangun. Nara yang sejak tadi menunggu momen ini nampak sangat bahagia, dia langsung menghampiri kasur boks baby Tifana.
"Sayanggggg, betapa lamanya tante menunggu momen ini. Tante gendong ya," ujar Nara sambil mengangkat baby Tifana dari boks. Nara sangat antusias menggendong baby Tifana.
"Wahhhh, kamu sudah pantas Nar, menggendong bayi. Kapan dong kalian akan ada sebuah hubungan? Jadian dong, kalian menikahlah. Kak Aldin, ayo lamar Nara, nikahi dia," paksa Nafa mencoba memprovokasi Nara dan Aldin supaya menikah dan Aldin segera melamar Nara.
Nara dan Aldin saling lempar senyum. "Tenang saja, kamu siapkan saja baju pengantin buat kami dua bulan mendatang. Kami akan benar-benar menikah. Undangannya segera menyusul," ujar Aldin membuat semua terlongo terutama Nara yang benar-benar tidak percaya bahwa Aldin akan segera meminangnya menjadi pengantin sah secara agama dan negara.
"Benarkah?" Nafa ternganga tidak percaya.
"Sungguh?" Sakti juga kaget.
"Kak Aldin!" Pekik Nara sembari menatap tidak percaya ke arah Aldin dengan mata berkaca-kaca, tapi bahagia. Aldin sebagai tersangka utama tersenyum jahil melihat tiga orang di hadapannya bereaksi macam-macam atas pernyataannya tadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
🦂⃟ᴍɪʟᷤᴀᷤʜᷫ ᶜᵘᵗᵉ ✹⃝⃝⃝s̊S
pake kode"an segala...pdhal tinggal kasih tau yg sebenarnya
2023-10-10
1
Shopia Asmodeus
wehh greget bgt 🙂
2023-01-31
1
ria
sdh nikah mereka..nafa..cuman masih siri blm d sahkn
2023-01-22
1