William benar-benar percaya melihat mantan mertuanya telah berdiri didepan pintu masuk rumahnya. Bukan dia takut, hanya saja situasi sekarang benar-benar tak tepat untuk dia bertamu ke rumahnya.
"Kenapa dia William?! Kenapa kamu membawa kembali mantan kekasihmu, dan menceraikan anak saya?!"
Kemarahan Zeck tak bisa dibendung lagi. Dia berpikir kesalahan yang terjadi dalam pernikahan anaknya hanya karena salah paham, seperti yang sering istrinya lakukan disaat mereka bertengkar. Tapi sekarang… ya tuhan, bagaimana bisa menantu yang dia banga-bangakan selama ini adalah penjahat yang menghancurkan kehidupan putri satu-satunya.
"Papi…,"
"Jangan panggilan saya papi lagi! Anda bukan lagi menantu saya Wiliam!"
William menarik nafas panjang, ia bahkan belum menyiapkan alasan yang tepat untuk pria ini. Tapi dia malah telah datang menerobos rumahnya di pagi buta, benar-benar membuat moodnya buruk.
"Saya akan menjalankannya...,"
"Tidak perlu! Saya sudah melihat dengan mata kepala saya sendiri bagaimana anda bersama rubah kecil ini! Kau mau kasih alasan apa lagi?!"
William tak berani menjawab. Dia bahkan hanya tertunduk diam, meskipun begitu ia juga tak menyesal dengan apa yang dia lakukan. Melihat kekasihnya gemetar, dengan lembut Wiliam segera menggenggam tangan kecil itu untuk menenangkannya. Tapi siapa sangka hal itu semakin membuat hati pria tua didepannya semakin sakit.
Zack mendekat. Melihat dengan jelas bagaimana wajah Wiliam yang terlihat biasa-biasa saja tanpa merasa bersalah sedikitpun. Atau setidaknya memohon maaf dan menjelaskan sedikit saja tentang kepergian putrinya.
Tapi ini tidak, dia bahkan dengan terang-terangan masih menautkan tangannya dengan Lizzy yang terlihat tersenyum penuh kemenangan di sana.
Zack jadi ingat bagaimana wanita jahat itu mengejeknya kemarin saat dia tak berhasil bertemu dengan William kemarin.
"Lihatlah, siapa yang datang pagi-pagi mengotori rumahku pagi-pagi begini… Bukankah kau ayah Wanita yang telah ditendang pergi oleh kekasihku itu? Kenapa kau masih kesini tuan?"
Itu adalah kata pertama yang diucapkan gadis itu saat dirinya memasuki kediaman ini. Zack mendengus, kemarahan yang dicoba ia tahan akhirnya keluar juga hari ini.
"Kau meninggalkan putriku untuk wanita seperti ini, William?" Zack menggeram kesal "akan aku pastikan kau akan menyesal. Dan kau gadis kecil! Ingat ucapanmu kemarin… akan Saya pasti akan kau akan membayar harga yang mahal karena berani menghina seorang Zack Mahendra!"
"Jangan menyalahkan dia! Dia tidak bersalah...," William mencoba melindungi kekasihnya dari tatapan membunuh mantan mertuanya.
"Kau m mbelanya tanpa malu?! Kalian dua manusia yang menjijikkan! Ingat ucapanku ini, William. Saat nanti kau tau kebenaran siapa wanita yang kau bela ini, jangan pernah datang memohon pada putriku meminta maaf. Akan aku pastikan kau akan menyesal seumur hidup!"
Setelah mengatakan itu Pria tua meninggalkan rumah itu dengan kemarahan yang belum terlampiaskan. Akan dia pastikan di kemudian hari akan menghancurkan kehidupan dua manusia yang telah menyakiti putrinya.
…..
Tak tahu semarah apa dia sekarang. Melihat dengan mata kepalanya sendiri orang yang begitu dia puja ternyata hanyalah seorang seperti rumah. Kemabli ke rumah bukannya merasa lebih baik, Zack merasa semakin kesal saat melihat wajah memelas istrinya yang membuat ia merasa bersalah.
“Suamiku, kamu dari mana?”
Zack tak mempedulikan pertanyaan istrinya. Ia yang masih sangat marah kembali pergi dengan mobilnya membuat istrinya berteriak kesal. Zack tidak bisa pulang sekarang, jika dia masih memaksa ia akan lepas kendali dan semakin menyakiti hati istrinya.
“Astaga... Sebenarnya apa yang terjadi pada putriku? Kenapa sampai sekarang Jane tak tahu keberadaannya?!” Bergumam sedih, Miley tidak percaya kehidupan anaknya akan semeyedihkan ini. Dia tambah Suaminya yang sekarang tak ingin lagi mendengar kata-katanya, dia benar-benar merasa sedih.
Sebagai seorang ibu, Miley sangat ingin bertemu dan menjaga sang putri. Tapi sekarang dia kehilangan… Bahkan dia tak tau keberadaan Jane berada.
****
Disisi lain, orang yang sedang dicari sedang berkutat dengan tepung dan bahan adonan lain. Jane terlihat kelelahan mengolah beberapa hidangan penutup yang diperintahkan Chef Azal.
“Bagaimana apa sudah siap?”
“Sudah, Chef.” Azel memanguk senang, ternyata kerja asistennya tak perlu diragukan lagi.
“Kalau begitu panggil pelayan untuk mengantarnya di ruang restoran Vip lima.”
“Baik, Chef.” Mengikuti setiap ucapnya, sampai saat ini Jane masih bertahan bekerja disana.
....
Jam pulang telah datang. Jane segera siap-siap, hari ini ia sedikit terlambat pulang dari jadwal biasanya. Setelah menyusun semua pekerjaannya, Jane segera mengambil tas dan bergegas ingin pulang.
“Sudah mau pulang?” Jane sedikit terkejut mendengar Chef Azal bertanya padanya.
“Iya, Chef.”
“Kalau begitu bersama-sama saja ke parkiran. Saya sedang membutuhkan bantuanmu,”
Jane tak mengerti bantuan apa yang diminta Azal. Padahal sekarang dia sudah ingin pulang, karena hari pun sudah cukup larut malam. Ia takut nanti akan susah mencari taksi di malam hari.
“Kamu tolong bawakan beberapa kotak itu dan letakkan ke dalam mobil saya.”
Jane sedikit meringis melihat begitu banyak kotak makanan di depannya. Ia tak yakin mampu membawanya satu kali, akan butuh waktu berkali-kali untuk mengangkatnya ke parkiran yang cukup jauh.
“Semuanya?”
“Tentu saja. Apa kamu keberatan?”
Jane in ingin mengatakan iya, tapi kepalanya malah secara spontan menggeleng. Ah... Ternyata dia benar-benar sudah takut pada bosnya ini.
“Baiklah, kalau begitu angkat sekarang. Ini kunci mobil saya, kamu buka sendiri nanti. Saya masih ada urusan di dalam,”
Jane tak percaya melihat bosnya berlalu begitu saja. Jadi sekarang ia sendirian yang akan mengangkat barang-barang ini? Tadinya Dia pikir akan dibantu oleh Chef Azal, pasti akan lebih cepat selesainya. Tapi sekarang... Jane hanya bisa mengeluh dalam hatinya.
Meskipun mengeluh tapi Jane berhasil mengangkat semua bungkusan itu sampai ke dalam mobil Chef Azal. Ia sampai lima kali bolak balik ke parkir, dan itu berhasil membuat dirinya berkeringat di tengah malam seperti ini.
“Sudah siap?” Chef Azal datang dengan santainya, menghampiri Jane yang sedang berdiri di samping mobil setelah selesai menyusun kotak-kotak makanan itu.
“Sudah, Chef.” Jane menjawab dengan sedikit lesu. Sepertinya dia harus cepat-cepat pulang agar bisa mandi dan menghilangkan lengket karena keringat di tubuhnya.
“Kalau begitu ayo masuk mobil, kita harus berangkat sekarang. Atau nanti akan telat,”
Eh?
Jane tak mengerti, apa Chef Azal sedang mengajaknya pergi bersama? “Maksudnya Chef?”
“Kamu ikut dengan saya!” Hanya sesingkat itu, seharusnya dengan mudah Jane bisa menolaknya, tapi kenapa dia memiliki keberanian itu?
Pada akhirnya tanpa protes Jane langsung masuk ke dalam mobil. Duduk di kursi samping kemudi, Jane merasa posisi ini terasa sangat canggung untuk mereka berdua.
“Sebenarnya kita akan kemana, Chef?”
Azal diam saja, terlihat tak ada niat untuk menjelaskan apapun pada wanita di sebelahnya. Ia tetap fokus pada jalan, membaut Jane diam-diam mendengus kesal.
Hanya lima belas menit, terlihat mobil Chef Azel telah berhenti, membuat Jane menatap lokasi sekeliling.
Panti asuhan?
Jane tak mengerti untuk apa Chef Azel malam-malam datang membawa makanan kesini. Kenapa tidak siang hari saja? Memikirkan ini Jane kembali menarik nafas lelah, lagi-lagi dia tak bisa pulang cepat dan beristirahat dengan nyaman di apartemen. Meskipun menggerutu, tapi Jane tetap mengikuti Azal yang keluar, dan ikut masuk kedalaman gerbang pagar rumah itu.
“Sebaiknya kamu tunggu saja di mobil, saya hanya sebentar ke dalam.” Setelahnya Azal berlalu meninggalkan Jane yang kembali merasa marah.
“Kenapa Dia tidak bilang dari awal? Malah tunggu sampai aku masuk gerbang ini baru dikasih tahu.” Gerutu Jane.
Tak begitu lama menunggu, beberapa remaja laki-laki datang keluar dari rumah yang dikatakan panti asuhan itu. Mereka bertiga langsung menghampiri Jane, mengatakan mereka disuruh oleh Chef Azal untuk membawa makanan itu ke dalam.
“Maaf kak, kami suruh sama Chef Azal untuk membawa makanannya.”
Jane mengangguk, membantu mereka mengeluarkan barang-barang itu dari dalam mobil.
“Maaf, dek. Jika kakak boleh tahu ini ada cara apa? Kalian pesan makanan banyak sekali?”
“Oh, itu... Ini sudah biasa yang dilakukan Chef Azal setiap akhir bulan, kak. Setiap akhir bulan kami akan melakukan makan bersama di malam hari setelah melakukan syukuran bersama.”
Jane tak mengerti, tapi ia mencoba mengangguk saja merespons ucapan merek.
“Kalau begitu pasti Chef Azal akan lama ya? Apa kakak bisa titip pesan sama kalian?”
“Tentu saja, kak.” Salah satu dari merek menjawab, membaut Jane merasa lega.
“Bilang sama Chef Azal nanti jika saya pulang duluan. Mungkin dia akan sedikit lama pulangnya karena bersama kalian. Saya tidak ingin mengganggu. Apa kalian bisa menyampaikannya?”
Merek terlihat bingung, “kenapa kakak tak ikut saja masuk ke dalam bersama kami, dan bergabung bersama kami?”
“Oh, maaf. Bos kakak tadi melarangnya,” Jane memilih berkata jujur.
Dia benar-benar tak bisa lama-lama disini. Dia masih harus pulang, atau nanti Dila dan Dion akan sangat khawatir dengan menghilangnya dia dari tempat kerja dan tidak kembali ke apartemen.
“Baiklah, kakak. Nanti akan kami sampaikan.” Mereka bertiga berlalu dengan membawa pesanan Azal. Setelah memastikan tak ada yang penting lagi, Jane segera meninggalkan tempat itu.
Bersambung.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments