Memilih luka sendiri

Jane berjalan masuk ke dalam restoran bersama dengan Dion dan juga Dila. Disudut ruangan terlihat Wiliam menatap tajam mereka bertiga. Jane berpura-pura tak tahu saja, ia dengan sengaja menggandeng mesra lengan Dion. Ia juga ingin membuktikan pada Wiliam, jika dirinya juga mampu mencari pengganti.

“kita akan duduk dimana?” Dila bertanya dengan nada merajuk, entah kenapa disini hanya dirinya yang terlihat sendiri. Ia tahu apa tujuan Jane karena itu ia tak ingin mengganggunya, ia dengan patuh berjalan di belakang mereka berdua.

“Disini saja,” Jane menunjuk meja yang tak terlalu jauh dengan meja Wiliam dengan Lizzy yang terlihat sangat mesra. “Apa kamu setuju, Dion?”

“Tentu saja,” Dion mengusap lembut rambut Jane. Perlakuan yang mesra itu seolah membuat seseorang terusik.

Dua hari yang lalu Jane telah menceritakan banyak hal pada Dion. Ia juga menyatakan jika dirinya telah berpisah dengan Wiliam. Sekarang Dion tak lagi sungkan untuk bersikap manis pada Jane seperti dulu, karena mulai sekarang sudah tak ada lagi penghalang untuk dirinya bersama sang sahabat.

“Mau makan apa Je, Dila? Akan aku traktir untuk malam ini,”

“Hanya malam ini?” Jane mencoba untuk menggoda Dion.

“Untukmu, seumur hidupku Pun akan aku sanggup,” ucapan yang sungguh manis membuat wanita itu tersenyum bahagia.

Jane tersenyum lebar, “pesan seperti biasa saja. Aku harap kamu belum melupakan makanan favorit ku, Dion.”

Dion mengangguk mengerti, lalu ia menatap Dila untuk menanyakan apakah makanan kesukaan gadis itu.

“Dan kamu...,”

“Semakan saja dengan Jane,” ucap Dila.

Dion langsung memanggil pelayan restoran, setelah memesan mereka bertiga kembali berbincang dengan seru. Mengabaikan Wiliam yang menatap mereka dengan marah, Jane memilih berpura-pura tak mengenal dia lagi.

Dion yang menyadari seseorang menatap mereka, ia segera menoleh. Tepat ia menyadari keberadaan Wiliam dan seorang wanita yang tidak dikenalnya, Dion merasa marah.

“Apa kamu sengaja, Je?”

Jane tertawa. Ia kini terlihat seperti menjebak dua sahabatnya ini dalam masalah. “Iya.” Lalu ia tersenyum malu, “aku hanya ingin lihat, bagaimana mantan suamiku berkencan selama ini bersama Wanitanya.”

“Apa kamu tidak terluka? Lebih baik kita pergi saja,” jika dia masih bisa melindungi sahabatnya agar tak terluka, tapi kenapa wanita ini malah datang sendiri yang membuatnya merana.

“Tidak. Aku tidak apa-apa, anggap saja dia tidak ada. Lagi pula dia tidak akan peduli aku dengan siapa dan ngapain. Dia akan hanya peduli dengan wanita di sampingnya, bukan aku.” Ada serat luka dalam ucapan, tapi dengan hebatnya ia sembunyikan dengan senyum manisnya.

Mata Dion menghunjam ke mata Jane. Ia dapat melihat ada tatapan keputusan dalam mata yang jernih itu. Senyum yang diperlihatkan itu palsu, hanya topeng yang menutupi luka hatinya yang berdarah. Melihat ini Dion sungguh merasa tak tega, kenapa orang yang disayanginya harus berakhir seperti ini, tak biasakan kebahagiaan yang datang pada wanita lemah ini.

“Ya sudah, aku akan selalu bersamamu. Abaikan saja dia.” Dion ikut menghibur hati sahabatnya itu.

Dila merasa bagaikan orang yang disingkirkan disini. Jane dan Dion terlalu serius berbicara berdua, bahkan mengabaikan dirinya yang dari tadi duduk diam tak bersuara. Tampangnya yang cemberut membuat dua orang itu tersadar.

“Ah, maafkan kami Dila. Apa kamu marah?” Jane mengucapkan kata maaf, karena ia sangat tahu sekarang gadis ini pasti sedang dongkol karena diabaikan.

“Kalian berdua terlalu sibuk sehingga mengabaikan ku.” Jane dan Dion kompak tertawa bersama saat melihat gadis itu merajuk pada mereka.

Pemandangan itu sungguh meyakinkan mata Wiliam yang masih setia mengawasi mereka. Melihat Jane yang begitu tertawa lepas bersama pria lain entah mengapa ada rasa tak suka dalam hatinya. Ia masih ingat, perceraian mereka belum diputuskan, tapi wanita itu malah sudah bersama pria lain, benar-benar murahan.

Lizzy yang juga menyadari itu semakin tak suka pada sosok Jane, “kenapa kamu memperhatikan wanita itu dari tadi? Apa kamu mulai menyesal bercerai darinya?”

“Kau serius?” Wiliam tampak terkejut mendengar ucapan Lizzy, “aku ingin memandang siapa, kenapa kamu harus marah. Lizzy, aku ingatkan, kita sepasang kekasih, aku tidak suka jika kau berbicara seperti itu padaku!”

Lizzy menyadari kesalahannya karena sudah berkata dengan suara keras pada kekasihnya. Ia lupa, seharusnya ia berbicara lemah lembut seperti biasa untuk membujuk pria ini, bukan membentaknya.

“Maaf... Aku hanya merasa cemburu,” Lizzy menyesal. Tapi dalam hati ia tak merasa bersalah, ia hanya bersandiwara agar Wiliam tak marah padanya.

“Aku mengerti,” ucap Wiliam lembut, “ya sudah, ayo kita pergi dari sini.”

Dalam hati Lizzy langsung tak setuju. Kenapa harus mereka yang pergi, bukankah selama ini seharusnya Jane yang mengalah dan pergi dari hadapan mereka. Hari ini kenapa Wiliam memandang wanita itu dengan cara berbeda, dan bahkan merusak rencana kencan mereka dimalam Minggu ini.

Lizzy mencoba untuk mencegahnya, “tapi sayang ... Bukankah kita belum menghabiskan makan malam kita, lebih baik nanti saja kita pergi.”

Melihat kekasihnya yang bisa sangat patuh dan penurut, tapi hari ini entah kenapa dia malah membantah ucapannya. Wiliam merasa kesal, apalagi melihat mantan istrinya yang sedang bersama pria lain, kemarahan Wiliam semakin menjadi.

“Pergi atau tinggal disini!” Setelah itu Wiliam pergi meninggalkan Lizzy yang masih terbengong-bengong. Benarkah kekasihnya menolak permintaannya?

Tiba-tiba kebencian membara di mata gadis itu. Sebelum mengejar Wiliam yang telah pergi, ia menatap Jane dengan penuh kebencian. Setelah itu ia langsung mengambil tasnya, pergi dari restoran itu buru-buru agar tak ditinggalkan oleh Wiliam.

Jane yang melihat itu hanya tersenyum perih. Mereka berdua terlihat begitu cocok untuk menjadi pasangan, yang satu kejam dan satunya lagi memiliki wajah tebal.

Jane tak lagi mau peduli. Dengan santai mereka bertiga kembali makan sembari berbincang santai. Sikap Dion yang begitu hangat kepada Rini, semua orang pasti menyangkut jika mereka sepasang kekasih.

“Dila,”

“Ya?”

“Apa kamu tidak keberatan jika Jane tinggal di tempat mu? Jika itu membuat mu tak nyaman mungkin aku akan mencari apartemen untuk sahabat kita ini,” Dion bertanya pada Dila.

Dila menatap Dion tak mengerti, “apa aku pernah bilang tak suka jika Jane tinggal bersama ku? Aku bahkan merasa senang, dengan begitu aku punya teman dirumah.” Dengan tulus Dila mengucapkan, “jangan berpikir macam-macam, Dion. Aku akan menjaga sahabat kita dengan baik, dia sudah ku anggap seperti kakakku sendiri.”

Jane terbaru mendengar perkataan Dila. Mereka berdua begitu baik padanya, benar-benar seperti memiliki saudara kandung sendiri. Jane heran, kenapa mereka bisa begitu baik padanya, jika diulang kembali di masa lalu dirinya bukanlah gadis yang mudah berteman dan juga sering berbuat baik. Hanya beberapa kali, tapi tak disangka balasannya akan seindah ini.

“Terima kasih, Di. Aku menyayangimu,”

“Aku juga.”

“Lalu bagaimana denganku?” Dion ikut menimpali ucap kasih sayang mereka. Kembali mereka bertiga tertawa bersama. Membuat suasana yang dingin itu berubah hangat seketika.

Bersambung....

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!