" Kamu makanlah!" ucap Sean. Citra mengangguk dan langsung dengan semangat menikmati makanan itu yang makan menggunakan sumpit.
" Aak," ucap Citra menyuapi Sean. Sean langsung membuka mulutnya. Dan Citra menyuapi dirinya sendiri. Mereka memang sedekat itu dan hanya Citra wanita yang menjadi prioritas utama Sean selain mamanya. Karena Sean merasa harus selalu ada untuk adiknya itu.
Sean terus memperhatikan Citra yang makan begitu lahap sambil mulut Citra pasti bercerita pada Sean. Namun pikiran Sean sedang tidak tenang yang apa lagi jika bukan permasalahan tadi di kantor dengan apa yang di katakan sekretarisnya kepadanya.
" Aku tidak mungkin mengatakan hal itu kepada Citra. Lagian itu juga belum tentu benar. Siapa tau itu hanya pikiranku saja. Papa pasti membicarakan dulu kepadaku jika memang dia ingin membuat Reya berada di posisi itu. Ada sebaiknya nanti aku tanyakan papa tentang masalah ini. Aku tidak ingin papa mengambil keputusan terlalu jauh yang semakin membuat mama dan Citra merasa di tidak di pedulikan," batin Sean dengan wajahnya yang tampak berpikiran.
Bahkan sampai tidak mendengarkan Citra yang terus berbicara sejak tadi sampai akhirnya Citra menyadari kakaknya itu tidak mendengarkannya.
" Kak!" tegur Citra. Sean masih diam dengan matanya melihat Citra. Namun jelas di lihat tatapannya begitu kosong.
" Kak Sean!" tegur Citra yang menyenggol lengan Sean.
" Iya," sahut Sean tersentak kaget.
" Kakak kenapa?" tanya Citra.
" Oh. Tidak. Kakak tidak apa-apa," jawab Sean gugup. Lalu Sean melihat ke arah ujung bibir Citra yang makan berselemak sampai terdapat minyak di ujung bibir itu, " Kamu makan sangat belepotan," ucap Sean dengan mengusap bibir Citra dengan jempolnya yang membuat Citra tersenyum.
" Masah sih," sahut Citra yang mengusap dengan punggung tangannya kembali.
" Jangan seperti ini makan. Nanti banyak yang ilfil padamu," ucap Sean mengingatkan adiknya itu.
" Iya-iya kakak ku," sahut Citra dengan mengangguk-anggukkan saja kepalanya dan Sean tersenyum tipis yang mana pikirannya masih belum tenang.
Dratttt, Dratttt, Dratttt.
Tatapan Sean harus teralihkan pada ponsel Citra yang bergetar dan mata Sean langsung melihat panggilan masuk itu yang bernama Barra. Sean menatap dingin ponsel itu.
" Tolong pegang kak!" ucap Citra yang memberikan kotak makanan itu pada Sean dan Citra langsung mengambil tisu melap tangannya dan mengangkat telpon itu. Namun terlihat eksperesi Sean menjadi datar.
" Hallo Barra," sahut Citra.
" Oh, aku lagi ada di depan. Memang ada apa?" tanya Citra.
Barra menjelaskan apa maksudnya pada Citra di mana mereka saling menelpon dengan Citra yang tertawa-tawa seakan pembahasan itu sangat lucu. Sean di samping Citra hanya diam saja yang memperhatikan adiknya itu yang terlalu asyik sendiri sampai melupakan makannya.
" Citra kamu harus makan, nanti menelponya di lanjutkan!" tegur Sean yang tampak kesal.
" Iya, kak sebentar," sahut Citra dengan santai. Seolah tidak peduli pada Sean yang begitu sabar menghadapinya.
" Citra!" panggil Sean lagi yang terlihat mendesak adiknya.
" Oke, nanti kita sambung lagi ya Barra," sahut Citra.
" Oke sampai jumpa nanti," sahut Citra tersenyum bahagia dengan mengakhiri telpon itu.
" Ini makanan kamu," ucap Sean yang memberi langsung begitu saja.
" Makasih sudah di pegangi," sahut Citra tampak biasa yang tidak tau jika kakaknya itu sudah kesal kepadanya. Dengan santainya Citra melanjutkan makannya.
" Siapa itu?" tanya Sean dengan suara dinginnya.
" Teman kampus Citra," jawab Citra dengan mengunyah makanannya.
" Kamu dekat dengannya?" tanya Sean yang tampak ingin tau banyak lagi dengan pria yang bernama Barra itu. Ya Sean memang sangat posesif pada adiknya itu.
" Ya namanya juga 1 kampus, 1 jurusan, 1 kegiatan ya pasti dekat," jawab Citra dengan santai.
" Kalau 1 ruangan, kenapa harus telponan apa nggak bisa bicara di kelas. Kamu sampai melupakan makan siang mu hanya demi bertelepon dengannya. Kamu tau tidak kakak tadi menyempatkan untuk membawamu makanan. Tapi kamu malah asyik menelpon," ucap Sean yang begitu marah dengan sikap Citra.
Citra sampai menoleh ke arah Sean dan melihat wajah Sean begitu serius dan memang terlihat sangat marah.
" Maaf kak. Citra hanya ingin menghibur diri sendiri. Citra berusaha tidak mengingat apa kata papa tadi," ucap Citra merasa bersalah.
Dia tau Sean memang akan marah-marah jika berurusan dengan makan dan Citra merasa saat menelpon Barra dengan tertawa membuat sedikit tenang dan pikirannya yang sebenarnya kacau bisa sedikit jauh lebih baik.
" Citra minta maaf ya kak. Citra lupa kalau Citra harus mendahulukan makan Citra dan tidak seharunya memikirkan apa-apa," ucap Citra merasa bersalah dengan menatap sendu kakak nya itu.
" Ya sudah lain kali jangan seperti itu. Seperti apa yang kakak katakan kepada kamu jangan memikirkan apa-apa. Kamu tidak boleh terus memikirkan orang yang tidak penting. Itu hanya akan merugikan kamu sendiri," sahut Sean yang terus mengingatkan Citra yang tidak mau jika Citra sampai kenapa-kenapa.
" Iya kak," sahut Citra tersenyum mengangguk.
" Ya sudah kamu makan lagi," ucap Sean. Citra mengangguk tersenyum.
" Aak," Citra kembali menyuapi Sean dan Sean membuka mulutnya dengan tersenyum dengan mengusap kepala Citra lembut.
" Maafkan kakak Citra. Aku mungkin tidak bisa membuatmu tidak melupakan hal itu. Pah lihatlah akibat ulahmu. Citra sampai tidak fokus. Kau baru yang sudah membuatnya seperti ini. Bagaimana jika Citra bertemu dengan Reya. Aku tidak tau bagaimana mengatasi semua situasinya," batin Sean yang terlihat berpikir berat yang penuh dengan pemikirannya.
Yang pasti di khawatirkan nya adalah adiknya yang terbilang sebaya juga dengan Reya adik tirinya. Sean tidak bisa membayangkan yang terjadi dulu 5 tahun lalu saat itu Citra yang mengetahui hal itu tampak kelihatan sangat hancur.
**********
Malam hari ini terlihat perdebatan antara Argantara dan juga istrinya di dalam kamar.
" Aku tidak membawa Erina. Aku hanya membawa Reya," tegas Argantara.
" Sama saja mas," sahut Anggika.
" Anggika berapa kali aku menjelaskan kepada kamu maksud semuanya. Aku mohon mengerti diriku," sahut Argantara menegaskan.
" Kamu menyuruhku unyuk mengerti dirimu. Lalu bagaimana denganku hah! Mas kamu yang membuat kesalahan dan seharusnya terima resikonya. Aku tidak bisa membiarkan Reya untuk tinggal bersama kita," tegas Anggika.
" Dia juga putriku dan aku mohon mengertilah. Aku melakukan ini hanya seorang ayah yang bertanggung jawab dan bukan karena apa-apa dan ini bukan salah Reya. Ini kesalahan ku dan juga Erina!" ucap Argantara dengan suara tendah nya.
" Ini juga bukan salah anak-anak ku. Ini juga kesalahan ku yang mempertahankan rumah tangga kita. Jadi adil juga pada Sean dan juga Citra," sahut Anggika menegaskan yang membalas kata-kata itu.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 352 Episodes
Comments