Destination

Destination

1 Masa Kecil

“Ma kenapa papa pergi? Papa akan kembali kan, Ma? Papa sudah berjanji padaku. Papa bilang, dia akan mengajak aku bermain dan membelikan Rara boneka yang besar.”

Anak kecil itu masih terus bertanya pada mamanya mengenai papanya. Sedangkan mamanya hanya memandang dengan tatapan kosong tanpa menjawab satu pun pertanyaan dari anak semata wayangnya.

Rara memeluk tubuh Mirna, mamanya yang masih diam tidak bergeming. Sedangkan Mirna mengusap lembut kepala Rara dengan penuh kasih sayang. Mulai saat ini mereka hanya akan hidup berdua, melewati hari demi hari bersama.

Wajah gadis kecil itu terlihat imut dan menggemaskan. Bulu matanya lentik dan bibirnya mungil. Kulitnya putih dan rambutnya hitam. Terdapat lesung pipit di kedua pipinya. Jika dia tersenyum, lesung pipit itu akan menambah kecantikan wajahnya.

17 tahun kemudian

“Selamat ulang tahun Ra,” ucap Mirna, mama Rara. Wanita itu mencium kening Rara dan memeluknya. Suasana seperti itu membuat Karina, sahabat Rara, untuk segera berkomentar.

“Apa kami tidak diberi kesempatan untuk memberi selamat pada Rara?” Semua terdiam, seolah tidak mendengarkan ocehannya.

“Baiklah, aku izinkan kamu memberi selamat padaku. Ayo!” Rara membuka lebar kedua tangannya untuk mengajak Karina berpelukan. Setelah itu, teman Rara yang lain pun bergantian memberikan selamat pada sahabat mereka yang kini berusia 22 tahun itu. Mereka di antaranya Rivan, Tony, dan Tia.

Ulang tahun Rara memang tidak dirayakan secara besar-besaran. Yang datang hanya teman-teman dekatnya saja. Tidak seorang pun merasakan ada sesuatu yang kurang. Mungkin!

Rara membuka kado dari teman-temannya. Jam tangan dari Rivan. Sepatu dari Karina. Tas dari Tony dan kalung dari Tia. Tidak lupa gaun dari mamanya, meskipun mamanya tidak yakin Rara akan memakainya. Maklum saja, anak semata wayangnya itu memang lebih suka memakai pakaian kasual dari pada dress apalagi gaun.

“Wow ... tidak sia-sia aku memiliki teman-teman yang tajir!”

Mereka tertawa mendengar perkataan Rara yang ceplas-ceplos itu. Mereka menikmati kue yang dibuat sendiri oleh Mirna. Masakan Mirna selalu menjadi favorit mereka, karena sangat enak. Tidak jarang mereka sering datang ke rumah Rara hanya untuk menumpang makan saja.

...🌼🌼🌼

...

“Hallo, benarkah? Ya, ya, tentu saja. Secepatnya, pasti. Terima kasih!” Rara begitu senang mendapat telp itu. Dia merasa tidak ada sesuatu yang lebih menyenangkan dari hal ini, untuk hari ini tentu saja.

“Ahhh ... Mama! Rara senang bangat deh, Mama tahu tidak, akhirnya Rara bisa pergi.” Mamanya hanya terdiam, tidak mengerti apa yang sedang dibicarakan oleh anak semata wayangnya itu.

“Mama tidak mengerti yang kamu maksud itu, apa?” kata mamanya kemudian, setelah beberapa lama Rara, anaknya yang cantik itu tertawa, meloncat-loncat, bahkan tidak sengaja sempat menginjak ekor kucing tetangga.

“Aduuhh ... Mama ini gimana, sih. Masa sudah lupa. Tiga hari lagi aku jadi ke London.”

Mirna langsung tersenyum pada anaknya, ikut merasakan kebahagiaan yang dirasakan oleh anak kesayangannya itu. Mirna sangat mengerti tentang impian anaknya itu. Dia langsung membantu Rara menyiapkan segala kebutuhannya.

“Mama, Mama mengizinkan aku pergi, kan?”

“Tentu saja, Sayang!”

“Hai Van, kebetulan kamu datang. Tiga hari lagi aku akan ke London!” Reaksi Rivan sama seperti mamanya, tersenyum dan ikut merasa senang akan prestasi sahabatnya itu.

“Jadi tiga hari lagi, kamu langsung pergi? Baguslah! Jadi selama kepergian kamu, aku bisa hidup dengan tenang.” Terdengar pukulan di lengan Rivan.

“Aku juga tidak mau tuh, melihat tampangmu. Membosankan!” Mereka memang seperti itu sejak kecil, saling mencela tapi saling menyayangi. Rivan adalah sahabat Rara sejak kecil, bahkan mereka bertetangga. Hubungan keduanya layaknya kakak beradik. Selama ini Rivan selalu menjaga Rara, apalagi jika ada yang menggagunya, maka Rivan akan langsung bertindak. Rivan juga sangat menyayangi Mirna, seperti ini kandungnya sendiri.

...🌼🌼🌼

...

“Ra, jangan lupa telp ya setibanya di London,” kata Karina sambil memeluk Rara.

“Jika ada waktu, aku akan mengunjungimu.”

Rivan menepuk-nepuk punggung Rara. Rasanya berat membiarkan sahabatnya itu pergi sendiri ke negara orang. Bagaimana kalau terjadi sesuatu padanya? Sakit, misalnya. Tapi Rivan harus yakin kalau Rara akan baik-baik saja dan bisa menjaga diri. Bag pun juga, ini adalah impian Rara, jadi Rivan harus mendukungnya.

“Kalau ada apa-apa, kabari mama ya, Ra!”

Tony dan Tia juga tidak lupa mengucapkan kata perpisahan pada Rara.

Ya ampun, mereka bersikap seperti itu seolah aku akan pergi puluhan tahun, saja! Batin Rara. Tapi dia sadar, semua itu karena mereka semua sangat menyayanginya, dan dia jadi merasa terharu.

Mereka semua berbincang sampai akhirnya Rara harus pergi.

“Baiklah, sampai jumpa. Jaga mamaku, ya!” Rara melambaikan tangannya penuh semangat, meskipun sebenarnya dia sangat sedih. Selama ini Rara belum pernah berpisah dengan mamanya, apalagi dalam jangka waktu yang cukup lama. Dia juga selalu dikelilingi oleh teman-temannya itu. Tapi ini juga salah satu impiannya. Nanti juga dia akan kembali.

Ayo Khaira Nayara, kamu pasti bisa! Aku pasti akan membuat mama bangga.

Rara mulai memasuki pesawat. Dia mendapatkan tempat duduk di samping jendela, tempat favoritnya, dan ada seorang pria duduk di sebelahnya. Pramugari mulai memberikan arahan sebelum pesawat lepas landas. Rara memandang ke luar jendela. Masih terlihat pemandangan kota Jakarta dari atas sana.

Belum apa-apa dia sudah mulai merindukan mama dan sahabat-sahabatnya. Bagaimana bisa dia menjalani kehidupan di London tanpa mereka? Tapi Rara tidak ingin menyerah.

Kota Jakarta kini tak terlihat lagi. Rara mulai merasakan ngantuk. Perlahan matanya terpejam dan dia pergi ke alam mimpi.

Kepala Rara jatuh di pundak pria yang duduk di sebelahnya. Pria itu melihat wajah Rara yang terlihat lelah. Matanya memandang wajah Rara yang terlihat cantik. Kemudian pria itu membenarkan posisi duduknya, agar dia dan Rara terasa nyaman.

Dia dapat mencium aroma minyak wangi yang digunakan oleh Rara, namun dia juga dapat mencium aroma minyak telon, membuatnya tersenyum dan terlihat tampan.

Dia akhirnya ikut memejamkan mata, namun tidak tidur. Saat pria itu mulai tidur, kepala mereka saling bertaut. Memberikan kenyamanan yang tidak disadari satu sama lain.

...🌼🌼🌼

...

Pria itu lebih dulu bangun, sedangkan Rara masih nyaman dengan tidurnya, yang kepalanya masih bersandar di pundak pria berjas itu.

Kurang lebih sepuluh menit kemudian, Rara terbangun. Dia kaget mendapati kepalanya yang berada di pundak pria yang duduk di sebelahnya. Sekilas dia melihat bahwa pria itu sedang tidur. Untung saja, pikir Rara. Pria itu menahan senyum, sebenarnya dia tidak tidur, hanya pura-pura saja agar tidak menimbulkan kecanggungan dari gadis yang duduk di sebelahnya itu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!