Seperti biasanya, seperti yang sudah tiga bulan ini Vita lakukan setiap harinya. Dia berangkat bekerja ke restoran yang letaknya tak jauh dari tempat dia menyewa rumah dengan harga yang paling murah di daerah itu. Hanya sebuah kamar kecil, dengan kamar mandi di luar kamar yang di pakainya harus mengantri karena harus di pakai bergantian. Dapur juga di pakai ramai-ramai dengan sekitar enam penyewa kamar lainnya.
Vita yang memang sangat pintar memasak tak jarang menjadi juru masak di tempatnya kost. Lagipula dia bekerja di restoran, tak jarang pula, sisa bahan masakan dari restoran yang sudah tak terpakai namun masih layak konsumsi, managernya yang baik hati memperbolehkannya untuk di bawa pulang hingga dia bisa jadikan menu masakan yang istimewa untuk teman-teman kost nya.
Sikap Vita yang ramah dan sangat murah hati itu lah yang membuat teman-teman di tempat dia kost menyukainya. Dan tak mempermasalahkan kenapa Vita seorang diri ke negeri orang dalam keadaan hamil.
Bahkan beberapa teman kost Vita yang lebih tua dari Vita yang juga bekerja untuk merubah nasibnya di negri orang itu, merasa iba pada Vita. Dalam keadaan hamil, tapi masih mencari uang dengan susah payah.
Vita memilih berjalan kaki dari tempat kostnya hingga restoran untuk menghemat uang. Dia akan berangkat setengah jam lebih pagi dari seharusnya. Karena akan banyak pekerjaan yang harus dia kerjakan. Lagipula jalan kaki juga bagus untuk wanita yang sedang hamil bukan.
Matahari belum muncul ketika Vita berjalan sendirian di tepi trotoar. Dengan mantel tebal yang dia pakai karena di pagi hari udara sangat dingin di Singapura. Tapi dini hari itu sudah sangat ramai di jalan. Banyak orang-orang yang sudah mulai bersiap menuju pasar atau tempat mereka bekerja. Dan orang-orang di sini memang lebih banyak yang berjalan kaki untuk beraktivitas.
Vita telah sampai di tempat kerjanya, satpam yang berjaga di tempat itu terlihat menguap saat Vita datang.
"Selamat pagi pakme!" sapa Vita sambil tersenyum ramah.
Satpam itu langsung tersenyum canggung karena dia tidak tahu kalau Vita akan datang jadi dia merasa sedikit malu karena tadi dia menguap dengan membuka sangat lebar mulutnya.
"Eh Vita, pagi Vita. Seperti biasa ya. Kamu datang lagi sekali!" sahut satpam itu membalas sapaan Vita.
Vita pun mengangguk dan berjalan masuk ke arah restoran. Tapi kemudian satpam itu memanggil Vita lagi.
"Eh Vita... Vita..!"
Vita pun menghentikan langkahnya lalu berbalik, kemudian dia berjalan ke arah pak satpam itu lagi.
"Iya, ada apa pakme?" tanya Vita.
"Besok tetangga pakme ada acara, kamu bisa bantu masak tak di sana? kalau bisa pakme bilang sukme buat tak usah cari orang lain. Masakan kamu kan sedap Vita?" tanya satpam itu.
Vita langsung mengangguk senang. Karena kebetulan besok tanggal merah dan restoran tutup.
"Iya mau pakme. Saya mau, besok kan restoran tutup. Saya akan datang pagi-pagi sekali kesana!" ucap Vita yang begitu bersemangat.
Satpam itu pun tersenyum senang.
"Baiklah, nanti pakme bilang sukme!" ucapnya.
Vita memang sering mengambil kerja tambahan di luar jam kerjanya di restoran. Tak jarang dia juga ambil cuci setrika pakaian dari mahasiswa yang juga kost di rumah kost tempatnya tinggal juga dari beberapa teman dari para mahasiswa itu. Bukan hanya itu, setiap restoran tutup dia akan cari penghasilan tambahan lain, kadang dia juga jualan donat dan makanan ringan buatannya sendiri dengan memakai kontainer berukuran sedang berkeliling pasar. Itu kalau tidak ada yang memakai jasanya sebagai tukang masak.
Vita terus bekerja keras, mengumpulkan uang untuk biaya hidupnya di negeri ini. Beruntung dia berada di tengah orang-orang baik yang tak pernah mencacinya meski dia dalam keadaan hamil.
Setiap pertanyaan mengenai dimana ayah sang bayi dan kenapa Vita bisa bekerja sendirian seperti ini. Vita selalu menjawab kalau ayah sang bayi sudah tidak ada. Dia tidak pernah mengatakan ayah sang bayi meninggal, tapi hanya mengatakan ayahnya sudah tidak ada. Dan semua orang malah mengira kalau Vita memang sudah tidak punya suami lagi. Juga alasan kenapa dia sampai di tempat ini karena keluarganya butuh uang dan di sini upahnya lebih besar dari di tempat asalnya.
Waktu berlalu, dan jam pun berganti. Jam istirahat, dimana orang-orang sudah mulai menyantap makan siang mereka. Vita masih di sibukkan dengan pekerjaannya. Dia sengaja menyelesaikan semuanya agar saat para koki dan pelayan akan menyajikan masakan, semua sudah bersih dan rapi.
"Vita makan dulu, nanti di lanjutkan lagi!" kata Rosa yang adalah koki di restoran itu.
Usianya bahkan sangat jauh di atas Vita. Namun orangnya sangat ramah. Karena dia juga perantauan sama seperti Vita.
"Iya kak Ros, sedikit lagi!" sahut Vita sambil tersenyum.
Seperti itulah keseharian Vita di negeri asing ini. Meski banyak yang perduli padanya karena dia juga sangat perduli pada orang lain. Namun Vita tak jarang menangis di malam hari karena merindukan keluarganya di Jakarta. Sebab dia hanya menghubungi keluarganya itu satu minggu sekali, selain untuk menghemat biaya juga karena dia sangat sibuk mencari pekerjaan sana sini untuk mengumpulkan banyak uang supaya bisa dia kirimkan juga ke orang tuanya di Jakarta.
Namun di suatu lagi, ada keributan kecil antara Nunik dan tetangganya di Jakarta.
"Kalau ngomong jangan sembarangan dong Bu, anak saya itu kerja di luar negeri. Tiap bulan kirim uang dan menghubungi kami kok!" seru Nunik membalas cibiran dari salah seorang tetangga julid-nya yang mengatakan kalau Vita itu pasti ada apa-apa sampai kabur ke luar negeri.
"Kalau emang kerja, kenapa Bu Nunik gak tahu anaknya kerja dimana? jadi apa? hayo!" cerca ibu-ibu berdaster dengan rol rambut masih menempel di poninya.
Nunik terdiam, karena selama ini Vita hanya mengatakan dia bekerja dengan baik di sebuah restoran. Orang-orang di sana juga baik, dan selalu mengirimkan uang setiap bulan.
"Ya ampun ibu-ibu sudah dong, kalau mau berantem jangan di warung saya!" seru ibu pemilik warung sayur.
"Lagian Bu Ida ini kenapa sih? kita itu kan kenal Vita dari bayi Bu, selama ini di sini dia juga gak ada aneh-aneh. Tiap bulan juga kasih kabar dan kirim uang ke Bu Nunik dan pak Adam. Apa yang salah sih Bu Ida?" tanya pemilik warung sayur itu lagi.
"Ya pasti dia kerja gak bener tuh di sana!" Bu Ida masih tak mau terima dan mengatakan hal itu sambil berlalu.
Pemilik warung itu lalu menepuk bahu Nunik pelan.
"Sabar ya Bu Nunik, mulutnya Bu Ida emang suka gitu. Pedesnya ngalahin cabe jengki!" kata pemilik warung.
***
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
Rani Saraswaty
Knp hrs luar negri? Luar kota aja biar bs mkn nasi
2023-02-01
1
Dilara
perjuangan Vita buat anak dan keluarganya bikin mewek
2023-01-09
1
Dilara
harus bertahan karena keadaan.
2023-01-09
1