Ri mulai bosan, dia sudah mengerjakan pekerjaan rumah, mulai dari membersihkan ruangan dan mencuci piring kotor. Bolak balik dari atas ke bawah begitupun sebaliknya. Lalu, dia mencoba peruntungan dengan bermain game di ponsel, belum sampai sejam dia sudah kembali ke mode awal. Tidak lama ponselnya berbunyi, group chat angkatan yang di mulai dengan pesan Van menjadi heboh mendapat tanggapan dari banyak alumni. Pembahasan tidak jauh soal pekerjaan, ada yang merekomendasikan tempat magang, ada yang tidak perduli bisa bekerja atau tidak, ada juga yang membalas dengan undangan pernikahan dan banyak lagi. Ri bertambah bosan, dia meletakkan ponsel yang masih berbunyi itu di atas meja.
"Kalian telat, aku sudah wawancara kerja." Katanya pelan.
Setelah lama melamun, Ri mendapat ide untuk mengunjungi restoran. Perempuan itu memeriksa Jam dinding masih menunjukkan pukul 8 PM, dengan cepat dia bersiap-siap dan berangkat menggunakan sepeda motor. Di jalan, Ri bersyukur menggunakan jaket, jika tadi dia terburu-buru, mungkin ketika sampai di restoran dia akan menggigil, udara malam sangat dingin membuatnya merinding. Setalah 15 menit berlalu, Ri memarkirkan motornya di parkiran yang disediakan restoran. Dia berjalan masuk dari pintu samping, melewati gudang penyimpanan. Menengok kanan-kiri, melihat ruangan serta keadaan restoran yang sudah lama tidak dia kunjungi.
Sekitar 2 tahun belakangan, Ri selalu di rumah dan hanya keluar ketika ada keperluan penting seperti kuliah dan melakukan aktivitas social lainnya. Dia tidak pernah mengunjungi restoran, semua itu disebabkan oleh kejadian mengerikan di masa lalu. Kedua orang tuanya merasa khawatir setiap kali Ri berada di luar, bayangan-bayangan darah menyelimuti anak perempuannya masih jelas dalam ingatan Pham dan Lien. Ri bukan melupakan tragedi yang menimpanya, dia hanya berusaha tidak terintimidasi meski setiap malam masih bermimpi hal yang sama. Saat bangun, dia akan menangis dan berdoa untuk orang yang menolongnya. Di dunia yang luas ini, Ri berharap penyelamatnya akan hidup dengan baik dan bahagia, lebih bahagia darinya.
Kala itu, langit senja mulai menggelap ketika dia pulang dari kampus. Dalam perjalanan kembali kerumah, dia mendapat pesan bahwa ibu dan ayahnya sedang berada di restoran. Ri bermaksud menjemput orang tuanya agar mereka bisa pulang bersama. Dipertengahan jalan menuju restoran Ri melihat seorang Kakek yang mengalami kecelakaan. Tanpa sadar, dia berlari untuk membantu, karena terburu-buru, dia tidak melihat bus dari arah berlawanan sedang melaju kencang. Ri terhempas jauh menghantam aspal.
Jarak lokasi kecelakan dan restoran tidak begitu jauh, sekitar 30 meter. Saat kecelakaan terjadi pegawai yang datang untuk shift malam kebetulan melalui jalan tersebut dan melihat sebagian kecelakaan, sigap dia menelepon ambulan dan memberi kabar kecelakaan yang dialami Ri kepada bosnya. Tubuh Pham kaku dan Lien pingsan. Sanchez membantu pham datang kerumah sakit. Karena melihat kondisi mengkhawatirkan anaknya, setelah pertolongan pertama di rumah sakit, dia berniat membawa Ri ke Amerika tetapi Dokter belum mengizinkan. Keluarganya menunggu dengan cemas.
Barulah Setelah 3 minggu berada di rumah sakit, dia di pulangkan. Saat itu juga Ri langsung berangkat ke Amerika dengan orang tuanya. Dokter terbaik dari berbagai spesialis telah dia temui. Selama setahun penuh dia harus melakukan penyembuhan dan perawatan untuk kembali normal. Sementara orang yang telah menyelamatkan Ri tidak diketahui keberadaannya. Malam itu, orang tua Ri ingin menjenguk sang penolong tapi dokter mengatakan bahwa pasien itu telah dipindahkan oleh keluarganya. Mereka belum berterima kasih, jika waktu itu dia tidak ada, Ri mungkin dalam keadaan lebih parah dari ini. Pham hanya bisa berdoa semoga orang itu baik-baik saja. Ri pun tidak mengingat rupa sang penolong, sebab kejadian yang begitu cepat atau karena dia mengalami trauma Pasca kecelakaan
Perkara-perkara mengkhawatirkan itu makanya orang tua Ri tidak pernah mengizinkan anaknya keluar seorang diri ke restoran atau pergi terlalu jauh dari rumah. Mereka masih mengingat bagaimana tubuh Ri saat itu. Hati Pham dan Lien sakit.
🕗
Ri melihat kedua orang tuanya yang sibuk, ayahnya sedang melayani pembayaran di kasir lalu ibunya mengajari pelayan baru mengambil pesanan. Dia masuk ke ruang ganti wanita, secepat kilat mengganti bajunya dengan seragam yang di gunakan pelayan resto. Sesaat setelah Ri keluar dari ruangan, kedua orang tua Ri melihat wanita itu dan terkejut. Ayahnya terdiam sebentar dan melanjutkan pekerjaannya di kasir, dikarenakan ada pelanggan tepat di depan tetapi matanya menatap tajam sang anak yang terburu-buru mencari kesibukan.
Pelanggan restoran mulai berdatangan, Ri mengambil kesempatan untuk terlihat sibuk agar dia tidak diceramahi.
"Baik, ditunggu." Ramah Ri kepada pelanggan setelah dia mencatat banyak pesanan.
Di bawa catatan itu ke dapur dan digantung agar chef restoran dapat melihatnya dengan jelas.
"Meja nomor 3, pesanannya sudah masuk." Suaranya agak di tinggikan.
Ketika kakinya kembali melangkah, sang ibu sudah berada di depan bersedekap. Ri canggung menggaruk belakang lehernya. "Ibu, pelanggan kita menunggu daftar menunya." Ucap dia agar terhindar dari amukan wanita itu.
"Naik apa kesini? Jangan bilang kamu naik motor!" mata ibunya melotot.
Ri terdiam, mati dia.
HE HE HE
Tawa canggung itu dapat didengar oleh semua karyawan yang berada di dapur. Takut, Ri menunjuk motornya dari pintu kaca di sebelah. "Naik motor bu, kasihan motornya tidak di pakai."
Setelah jawaban itu meluncur dari mulut manisnya, Ri mendapatkan hadiah sebuah ketukan kecil dikepala. Walau tidak sakit, Ri menutup sedikit matanya sebelah. Dia ingin berkomentar tetapi perkataan Pham menghentikan gerakan bibirnya.
"Sudah, diluar banyak pelanggan," Tegur Pham pada istrinya. Lalu dia beralih melihat Ri. "Duduk, jangan berlarian." Katanya seolah-olah Ri adalah anak kecil.
Cemberut bibirnya dia tarik ke depan. "Ayah ini, Ri sudah besar." Sanggah dia.
Dari luar ada pelanggan yang memanggil meminta menu. Ri berlari kecil meninggalkan keduanya orang tuanya untuk mengambil pesanan. "Ya, saya datang."
Pham Minh Thien dan Mai Lien Nguyen saling pandang. Mereka sama-sama setuju, bahwa sudah saatnya Ri kembali memulai hidupnya. Setelah 2 tahun mereka mengurung anaknya karena khawatir.
"Dia sudah sebesar itu, aku belum rela jika dia harus menikah." Lien mendadak membahas masalah yang sama sekali tidak ada korelasinya, dia tiba-tiba saja merasa sedih memikirkan masa depan anaknya.
Random lagi kata Pham dalam hati. Dia berusaha menimpali perkataan istrinya. "Jadi anak kita tidak perlu menikah?" Tanya Pham.
Lien mengangguk, lalu dia menggeleng. Apa aku bilang, random sekali kata Pham dalam hati.
"Jadi Ri boleh menikah atau tidak?" Tanya pham kembali, menggoda istrinya.
Dari dalam Chef sanchez bergabung dengan percakapan. "Paman, Bibi En bisa tidak tidur semalaman suntuk."
Pham setuju, dia melihat Sanchez dan mengangguk. Istrinya selalu seperti itu, dia khawatir Ri tidak bisa menemukan pendamping tapi jika dia di tanya soal pernikahan Ri dia juga belum siap melepaskan anak gadisnya.
"Saya mau jodohin Ri sama Chef tapi Chef sudah punya istri, gimana dong?" Kata En yang menggoda balik Chef terbaik di restorannya.
Sanchez tertawa, dia dan Ri memang pernah di jodoh-jodohkan oleh orang tua Ri dan karyawan Resto. Jika saat itu Ri mengiyakan ajakan Sanchez untuk menjalin hubungan mereka sudah pasti menikah. Tetapi Ri belum berpikir untuk menjalin hubungan dengan siapapun. Dia masih muda dan masih ingin bersenang-senang bersama orang tuanya, itu alasan Ri ketika ditanya soal pernikahan.
Dari belakang, seorang wanita berpakaian pelayanan bicara dengan intonasi lucu, dia sedang bercanda bersama keluarga jauhnya. "Itu sih salah Ri, saya awalnya tidak punya kesempatan. Eh, memang jodohnya saya." Ucap dia membuat karyawan dapur geli sendiri.
"Iya iya, memang jodoh kamu." Ri datang dengan 3 lembar kertas pesanan. Dia menempelkan di dinding. "Pesanan masuk." Teriak dia, teriakan itu dia tujukan ke telinga Lan Anh.
Wanita bernama Lan Anh menutup telinganya. Dia mengaduh kepada suaminya, Chef Sanchez. "Sayang!"
Sanchez hanya tersenyum. Begitupun Pham dan Lien. Mereka sudah sering melihat tingkah bar-bar dua anak perempuan itu. Ri dan Lan Anh adalah sepupu jauh. Keduanya sudah bertemu sejak kecil dan menjadi teman main.
"Ih pengaduh, huh!"
Ri mengibaskan kain serbet bekas lap piring ke wajah Lan Ahn. Mencium bau-bau apek basah kain membuat wajah Lan Ah berkerut. Tidak terima dan bermaksud membalas, di kibaskan rambut yang masih pendek untuk mengenai sepupunya itu tapi sayang sekali Ri menghindar, melihat itu, Ri tertawa agak keras. Tidak kena!
Ketika sadar bahwa pelanggan Resto akan terganggu dia menutup cepat mulutnya dan pergi dari sana sembari cekikikan. Lan Ahn kalah lagi. Wanita berambut pendek itu menghentakkan kaki lalu masuk ke dapur. Dia mengambil makanan yang sudah jadi untuk di bawa ke depan. Walau sedang bermain dengan Ri, dia tidak melupakan tugasnya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments