Sampai di hotel, Raditya mendapatkan kamar yang sama dengan kejadian di masa itu.
Sungguh Raditya sendiri heran kenapa dia bisa mengingat secara detail semuanya.
Ponsel berdering, panggilan dari Beno.
"Bos, cari makan nggak? Laper nih" bilang Beno.
"Laper aja suara kamu bagai speaker bocor gitu, apalagi kalau kenyang" tukas Raditya.
"Ha...ha... Mau nggak?" tawar Beno.
"Bawain aja, males gue" imbuh Radit.
"Nggak seru bos kalau sendiri. Kutungguin di bawah" seru Beno tanpa mau ditolak.
Meski menggerutu Raditya beranjak juga dari ranjang untuk turun ke lobi.
"Ayo" ajak Raditya menghampiri Beno yang sudah nyandar di kursi lobi hotel.
"Makan apa nih?" celetuk Beno.
"Makan yang bisa dimakan dong" kata Raditya sekenanya.
"Hampir tengah malam, emang loe mau makan apa? Paling banyak jam segini ya nasgor sama mie goreng" kata Beno.
"Karbo semua" tukas Raditya.
"Kalau laper nggak usah repot mikir karbo-karbo lagi dech. Yang penting perut kenyang" timpal Beno.
"Serah kamu sajalah. Kamu yang setir" Raditya melempar kunci mobil ke arah Beno. Dan dengan sigap Beno menangkap, "Untung nggak kena jidat gue" omong Beno.
"Jadi nggak nih? Buruan" ujar Radit yang melihat Beno belum ada pergerakan.
Mereka jalan bareng keluar dari hotel.
"Kita sudah seperti sejoli aja dech bos" canda Beno yang berada di samping Raditya.
"Bisa diam nggak sih loe" umpat Raditya.
"Marah mulu sedari tadi, nggak capek apa?" ucap Beno penuh kesewotan hakiki.
Di jalan Raditya lebih banyak terdiam, sementara Beno sedang asyik nyanyiin lagunya Deni Caknan 'Kalih Welasku' yang sedang trending itu.
"Berhenti Beno" pinta Raditya tiba-tiba.
"Apaan bos? Kaget gue" Beno menginjak rem mendadak.
Beno menepikan mobil, dan langsung saja Raditya turun.
"Mau ke mana bos?" tanya Beno.
"Berisik, bisa diam nggak sih" tukas Raditya. Sementara Beno menggaruk kepala yang tak gatal dan tetap saja mengikuti langkah Raditya.
Ternyata apa yang dituju oleh Raditya. Penjual nasi pecel pinggir jalan. Beno hanya bisa menepuk jidat, melihat tingkah sang bos.
"Sulit dimengerti" gumam Beno bermonolog.
"Hooiiiii...makan nggak?" panggil Raditya yang malah duduk jongkok sambil menenteng sepincuk nasi yang sudah dilahap olehnya.
"Sudah lama pak jualannya?" tanya Raditya ke sang penjual.
"He...he...baru lima belas tahunan lah" bilang nya.
"Lama juga tuh" tukas Raditya tak memperdulikan Beno yang masih saja di tempat semula.
Beno pun menghampiri, "Pak, nasi pecelnya satu porsi" pesan Beno.
"Baik tuan" pak penjual melayani pesanan Beno.
Melihat Raditya yang makan dengan lahap membuat Beno sampai menelan ludah.
"Duduk" suruh Raditya.
"Ini tuan" penjual menyerahkan sepincuk nasi pecel pesanan Beno.
Beno pun ikutan makan, baru juga sesendok Beno sudah tersedak duluan.
"Pedes banget bos" ungkap Beno.
"Udah kaya' Balita aja loe. Segini aja pedes" ledek Raditya.
"Iya sih, Balita yang suka nyusu" ucap Beno menanggapi.
"Dasar, gila loe" umpat Raditya.
"Heleh, kayak situ nggak aja" ledek Beno tertawa.
"Pak, makasih ya. Pecelnya josssss" puji Raditya sambil menyerahkan uang seratus ribuan buat bapak penjual itu.
"Kembaliannya tuan" katanya sambil menyerahkan uang puluhan ribu buat Raditya.
"Ambil aja pak. Makasih ya" tolak Radit mengambil uang kembalian.
"Makasih tuan, semoga tuan bahagia dunia akhirat" doanya.
"Aamiin" tandas Radit.
.
Mobil menyusuri jalanan kota yang nampak sepi.
"Lengang banget kota ini bos" kata Beno memecah keheningan.
"Bener juga, sudah seperti kota mati aja" imbuh Raditya.
Beno tiba-tiba saja mengerem mobil mendadak.
"Mau mati kamu Beno" Raditya marah karena terkejut.
"Jangan marah dong bos, sepertinya aku menabrak sesuatu dech" terang Beno membuat Raditya semakin terkejut.
"Tadi tiba-tiba ada yang menyeberang" kata Beno.
Sejenak mereka berdua saling pandang dan sedetik kemudian mereka melesat keluar mobil bersamaan. Masing-masing berjalan ke arah depan mobil dari sisi yang berbeda.
"Matih gue" Beno menepuk jidat karena melihat tubuh tergeletak di bawah bodi mobil.
"Panjang nih urusan" ungkap Beno.
Sementara Raditya jongkok untuk melihat wajah orang yang mukanya separuh berada di bawah kolong depan mobil.
"Sepertinya dia wanita, hamil lagi" ucap Raditya yang menyadarkan Beno dari lamunan.
"Gimana keadaannya bos?" Beno ikutan jongkok.
"Kalau dilihat sih nggak ada luka. Sepertinya dia pingsan duluan sebelum mobil kamu mengenainya" terang Raditya.
"Kamu undurkan sedikit nih mobil, biar kita mudah mengevakuasinya" perintah Raditya.
"Aneh...aneh aja sih. Dini hari gini wanita hamil sendirian di jalan" gumam Beno.
"Beno, cepatlah!!!" suruh Raditya.
"Siap bos, sabar dikit napa" balas Beno.
Beno kembali berada di balik kemudi, dan melakukan apa yang diperintah oleh Raditya.
Raditya terkesiap melihat wajah wanita yang tergeletak itu.
"Rania" panggilnya lirih.
Wanita dengan wajah kusut dan juga mata sayu yang terpejam. Raditya masih saja mengenalinya.
"Bos, gimana? Apa kita tinggalin aja? Dia nggak apa-apa kan?" teriak Beno dari belakang kemudi.
Raditya masih terdiam. Syok melihat wanita hamil dengan kondisi sedikit memprihatinkan.
"Bos" panggil kembali Beno.
Seorang wanita setengah baya datang, "Rania....Rania...apa yang terjadi?" Wanita itu menepuk-nepuk pipi Rania.
"Apa yang terjadi tuan?" tanya wanita itu.
Raditya kaget karena senggolan wanita yang barusan datang itu.
"Eh, iya bu. Sepertinya dia pingsan saat mobilku melintas. Untung saja nggak sampai melukainya" bilang Raditya.
"Kenapa selalu seperti ini Rania?" tukas wanita itu bingung.
"Bagaimana ini caraku membawanya ke rumah sakit di depan" imbuhnya yang nampak kebingungan.
Sementara Raditya masih terbengong di tempat, nggak tahu musti melakukan apa.
"Tuan, bisa minta tolong. Anterin kami ke IGD rumah sakit di depan itu" tunjuknya mengarah ke tempat yang dimaksud.
"Ba..baik...bu" tukas Raditya melihat ke arah yang sama.
"Beno, dekatkan pintu mobil di sini" perintah Raditya.
Dan dengan sigap Raditya mengangkat tubuh yang nampak ringkih itu, memindahkan ke dalam mobilnya. Gantian bu Marmi yang tertegun melihat kesigapan laki-laki muda itu.
"Anterin ke IGD depan itu" suruh Raditya.
"Siap bos" tukas Beno.
"Bu, duduk depan aja" kata Beno yang melihat wanita setengah baya itu bingung.
"Ngomong-ngomong kenapa dia bisa pingsan bu? Terus di mana lakinya? Malam-malam gini tega ngebiarin istrinya di jalan" ucap Beno yang memang bagai burung beo itu.
"Dia tadi pamitan untuk nyari makan. Mungkin karena kurang istirahat nungguin putranya yang sakit, jadi dia nggak mikirin kondisinya yang juga tengah hamil kembar" kata ibu tadi.
Sementara Raditya tak henti-hentinya memandang wajah sayu yang masih terpejam itu.
🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻
To be continued, happy reading
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 142 Episodes
Comments
Sri Astuti
apa Radit ngenalin Rania
2023-08-29
1
Tania
yeeeeiiiii mereka ketemu. ikut senang dech. meski kondisi belum mendukung
2023-01-26
3