"Bos, ke apertemen apa langsung ke mansion tuan Marino?" tanya Beno saat mereka berada dalam lift.
"Balik apartemen lah" singkat Raditya.
"Gua balik sendiri aja" sambung Raditya yang kali ini memang ingin sendiri.
"Beneran nih bos? Alhamdulillah nggak lembur gue" tukas Beno.
"Kan aku biasanya disopirin pak Supri, bukan loe" kata sengit Raditya.
"Kan bos sukanya ngadain acara lembur mendadak?" tutur Beno menimpali dan tak mau kalah.
"Akhirnya bisa ngapelin pacar gue" gumam Beno.
"Pacar? Loe punya pacar?" kata Raditya nggak percaya.
"Punya dong bos. Bahkan nggak kalah cantik loh sama non Vero" ucap Beno sengaja manasin sang bos.
"Vero? Cantik? Biasa aja" celetuk sang bos.
Dasar bos nggak ada akhlak, tunangan sendiri dibilang nggak cantik. Emang bener-bener butuh diperiksakan ini bos Radit. Gumam Beno dalam hati.
Pak Supri sudah bersiap di lobi dan membukakan pintu belakang mobil untuk Raditya, bos nya.
"Pak Supri, hari ini ku kasih dispen untuk pulang lebih awal. Aku ingin setir sendiri nih" bilang Raditya masuk ke pintu kemudi.
Pak Supri pun kembali menutup pintu mobil yang telah dibukanya tadi.
"Siap tuan" belum selesai berkata. Pak Supri telah ditinggalin sang bos.
"Pak, bareng gue aja" panggil Beno dari arah lain.
"Siap delapan enam asisten Beno" pak Supri berlari ke arah mobil Beno berada.
.
Raditya menggeber mobil mewah ke suatu tempat. Bukan ke apartemen seperti yang dibilang ke Beno tadi.
Sebuah tempat yang menjadi tempat favoritnya semenjak tujuh bulan yang lalu.
Sebuah warung nasi pecel pinggiran kota, dan hanya buka di sore hari saat malam menjelang.
Sebuah tikar sudah ditempati oleh Raditya. Bahkan pemilik warung sangat hafal dengannya.
Tidak hanya papa Andrian yang memandangnya aneh dengan perubahan selera makan. Raditya sendiri pun merasakan begitu.
"Mas Radit, nggak sibuk mas?" tanya Mas Darto sang pemilik warung ramah.
"Mayan sih mas...he...he..." tukas Raditya membalas senyum sang pemilik warung.
Hampir seminggu sekali Raditya mampir ke tempat yang ditemukannya tak sengaja ini.
Hiruk pikuk dunia malam sudah tak menarik hatinya sama sekali.
Sebenarnya dalam lubuk hati yang terdalam, ada rasa bersalah yang tidak tahu karena apa.
Kejadian one night stand dengan seorang wanita adalah titik balik kehidupan Raditya, yang bisa saja hancur rumah tangganya karena ulah dirinya.
Untung saat itu Beno dengan sigap mereda berita yang mulai merebak. Sehingga reputasi perusahaan aman.
"Apa dia benar-benar cerai dengan suaminya?" gumam Raditya bermonolog.
"Kalau iya, bejat sekali kamu Radit" selalu itu pertanyaan yang menghantuinya selama beberapa bulan terakhir.
Untuk mencari keberadaannya, Raditya terlalu takut.
Semoga saja wanita itu masih baik-baik saja dengan suaminya. Harap Raditya dalam hati.
Masih ada satu lagi yang mengganjal di benaknya, malam itu Raditya tak pakai pengaman seperti yang dilakukannya setiap berbuat nakal.
Karena itu pula Raditya belum siap menikahi Vero.
"Mas, kok melamun sih? Nih nasi pecelnya" mas Darto dengan bahasa medoknya.
"Makasih Mas" balas Radit yang menerima sepincuk nasi pecel hangat dan teh hangat sebagai pelengkap.
"Mas Darto selalu sendiri begini kalau jualan?" tanya Raditya sambil menikmati suapan nasi yang dipegang.
"Iya mas, abis anak istri tinggal di kota sebelah" tukas mas Darto yang menyebutkan sebuah nama kota. Nama kota yang tak asing bagi Raditya. Kota di mana dirinya digrebek oleh suami orang.
Hampir sebulan dia dapat cemoohan Beno, karena istri orang pun diembat juga.
"Mas Radit, kok melamun lagi sih?" sela Darto.
"He...he....banyak kerjaan mas di kantor" tukas Raditya beralasan.
"Mas Radit sudah menikah?" akhirnya Darto memberanikan diri bertanya, karena warung masih sepi belum banyak yang datang.
"Belum sih mas, baru tunangan" jelas Raditya.
"Mas Radit nunggu apa? Pekerjaan? Aku yakin jabatan mas pasti sudah tinggi. Kalau untuk ngidupin anak orang aja, aku yakin mas Radit sanggup" canda mas Darto.
"Tahu dari mana jabatanku tinggi?"
"Mobil mas Raditya itu pasti mobil mewah. Nyatanya suaranya halus banget. Terus pakaian yang dipake mas Raditya sekarang, pasti jas mahal. Lalat aja kalau nemplok di situ pasti langsung terpeleset saking halusnya" mas Darto menjawab pertanyaan Raditya.
"Mas Darto jangan hanya lihat tampilan luar aja. Mas apa tahu, kalau semuanya hasil hutang...ha...ha..." balas Raditya terbahak.
Mas Darto pun ikutan ketawa dibuatnya.
"Mas Radit ada-ada saja"
Ponsel Raditya berdering. Sambil makan, diraihnya ponsel yang ada di saku. Nyonya besar calling.
Nama kontak yang sengaja disimpan oleh Raditya untuk mewakili nama mamahnya.
"Halo Mah" sapa Radit membuka pembicaraan.
"Kemana saja kamu. Jangan bilang kalau kamu lupa ada acara makan malam di rumah" cerca mama.
"Acara? Papa bilang nggak ada acara tuh, hanya makan malam aja" tukas Raditya.
"Iya Radit. Makan malam" kata mama menegaskan.
"Aku jadi curiga dech, jangan-jangan mama ngerencanain sesuatu dech" balas Raditya.
"Raditya" malah teriakan mama lah yang didapat oleh Radit.
"Iya...iya...aku pulang. Nggak usah sewot" balas Raditya sambil menjauhkan telinga dari ponsel daripada mendapat hadiah dari mama berupa umpatan.
Mama sudah menutup panggilannya.
"Mas Darto, bungkusin dua puluh bungkus ya" pesan Raditya.
"Banyak amat?" tanggap mas Darto.
"Buat yang di rumah. Takutnya mereka kurang kalau dijatah satu-satu" canda Raditya. Padahal dia pesan semua itu untuk para penghuni mansion. Mulai dari penjaga depan sampai asisten rumah tangga di sana.
"Siap dech mas. Tunggu bentar ya" mas Darto dengan sigap melayani pesanan Raditya.
Ditaruhnya bungkusan nasi pecel hangat yang terbungkus daun jati itu di kursi belakang.
Tanpa ganti baju Raditya langsung melajukan mobil ke arah mansion tuan Andrian Marino, papa nya.
"Bang Mamat, sini!" panggilnya ke arah penjaga sesaat setelah mobilnya terparkir di garasi.
"Iya tuan muda" orang yang dipanggil pun tergopoh memghampiri keberadaan Raditya.
"Ini tolong dibagiin" suruh Radit.
Bang Mamat tak berani komen. Tumben-tumbenan tuan muda baik begini. Batin bang Mamat.
"Bang, kok diam aja sih. Lekas bagiin. Masih hangat tuh" seloroh Raditya meninggalkan begitu saja bang Mamat yang masih termangu.
Di ruang tamu, ternyata telah berkumpul Vero dan juga keluarganya. Keluarga yang juga kolega dalam usaha sang papa.
Ingin rasanya Raditya balik kanan, tapi keburu ketangkep oleh polisi mansion. Siapa lagi kalau bukan nyonya besar.
"Raditya, kau sudah datang. Cepat sini! Ditungguin Vero sedari tadi. Kamu dari mana saja sih?" gandeng mama ke lengan Radit dengan tujuan supaya tak kabur lagi.
"Kan kau suruh aku kerja Mah" tanggap Raditya, membuat mama mencubit kecil pinggangnya.
Jawaban ngasal sang putra membuat gemas juga.
"Radit, mandi sana dulu. Vero kau anterin, dan siapin baju ganti Raditya" suruh mama.
"No! Kita belum muhrim" tolak Raditya langsung.
Vero beranjak, mendekat ke Raditya untuk melaksanakan perintah mama. Tapi sebelum itu dia membisikkan sesuatu ke telinga Raditya, "Jangan sok suci loe"
🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻
To be continued
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 142 Episodes
Comments
Katherina Ajawaila
vero juga jablai dasar, kalau ori ngk mungkin mau msk kamar laku yg blm sah 🤭
2024-10-20
0
Sri Astuti
Radit sama Rania aja lah kasihan
2023-08-29
1
Imas Herawati
syukaaaaa
2023-07-24
1