Mulai saat ini Rania dan Mahendra bukan lah sepasang suami istri lagi.
"Beri kabar kalau ada kesulitan" ucap Mahendta berusaha menggenggam tangan Rania, tapi segera ditepis oleh Rania.
"Ingat Mas, kita bukan muhrim lagi" tegas Rania.
"Kau bisa datang kapan saja untuk menemui Chiko jika kau ingin. Meski hak asuh ada padaku" ujar Mahendra.
"Baiklah, aku pergi dulu" kata Rania dan melenggang meninggalkan Mahendra dan juga Riska.
"Sudah nggak usah dipikirkan, ingat pengkhianatan yang dia lakukan mas" kata Riska yang masih didengar oleh Rania.
"Dasar badak bermuka dua" gerutu Rania. Eh, kok badak sih. Apa ya peribahasa yang pas? Batin Rania tertawa, lupa akan pelajaran bahasa Indonesia.
Dan saat ini Rania dalam perjalanan menuju sekolah Chiko. Rasa kangen yang mendera, sudah tak terbendung lagi.
Karena sudah hafal letak kelas dan kebetulan sekarang jam istirahat, Rania langsung melangkah menuju ke sana selepas turun dari taksi yang ditumpanginya.
"Chiko" panggil Rania dengan mata berbinar saat melihat sang putra hendak keluar kelas.
Chiko memandang Rania dengan muka murung.
"Ini bunda sayang, kamu nggak kangen sama bunda?" tanya Rania sambil membentangkan tangan siap menerima pelukan sang putra semata wayang.
Hal tak diduga terjadi. Chiko menggeleng lemah dan mengabaikan Rania.
Deg, apa yang terjadi dengan putranya. Sebulan lamanya tak bertemu, perubahan luar biasa terjadi pada putranya.
Guru kelas menghampiri Rania.
"Sebulan ini Chiko selalu murung nyonya. Apa ada masalah di rumah?" tanya sang guru.
Rania tergagap, tentu saja banyak masalah di rumah. Tapi apa perlu dia menguraikan ke sang guru.
"Akan kucoba dekati dia miss" ucap Rania menyusul kepergian Chiko ke arena bermain.
"Silahkan" tukas miss Widya, wali kelas Chiko di sekolah.
Rania kaget, saat hendak menyusul sang putra. Ternyata di sana sudah ada Riska dan juga Mahendra. Riska sedang menyuapi Chiko, dan nampak Chiko tertawa ceria.
"Hei, apa yang kau lakukan?" ketus Rania kepada Riska.
"Kau tau sendiri, jika aku menyuapi putramu. Putramu yang sebentar lagi akan menjadi putraku juga" jawab Riska tergelak.
"Apa maksud kamu?" telisik Rania.
"Mas, ceritalah padanya!" suruh Riska, bagai melempar bola panas ke Mahendra.
"Iya Rania, dua bulan lagi kami akan menikah. Apa salahnya Chiko mulai kudekatkan pada Riska" ungkap Mahendra.
Jederrrrrrr, itulah yang dirasakan oleh Rania. Sungguh dia tak mengerti apa yang ada di otak mantan suaminya itu. Aku yang melahirkan, aku yang menyusui bahkan aku yang merawatnya. Kenapa begitu mudahnya dia serahkan Chiko ke Riska yang nyata-nyata bukan ibu kandungnya.
Bahkan saat Rania melahirkan, Mahendra kebingungan biaya karena uangnya habis untuk biaya pengobatan sang ayah. Rania dengan ikhlas hati melunasi biayanya.
'Apa dia otaknya sudah geser?' Pikir Rania.
"Mas, Chiko itu putraku" ucap Rania.
"Iya aku tahu, tak ada yang memungkiri itu. Tapi kalau Chiko saja sudah tak mengharap kehadiranmu, apa dayaku Rania?" tanggap Mahendra seolah lepas tangan.
"Kau racuni apa otak putraku? Hah?" bentak Rania ke Riska.
"Mas, Rania menuduhku yang enggak-enggak. Kamu kok diam aja sih" ucap Riska menggandeng mesra Mahendra. Rasa marah Rania sudah sampai ubun-ubun. Entah apa yang dikatakan Riska kepada Chiko saat dirinya tak pulang.
Melihat reaksi Chiko tadi saja, Rania sudah meradang. Anak yang begitu manis itu telah menjadi pemurung. Sebagai ibu yang merawatnya selama ini, tak mungkin putranya berubah secepat itu.
Saat Chiko sudah kembali masuk kelas, Rania berjalan ke toilet.
Ternyata Riska juga ngikutin Rania ke sana.
"Jangan coba-coba kau merebut Mahendra dari tanganku Rania" ancamnya.
Rania mulai muak dengan segala tingkah Riska, ular berbulu domba.
"Cih, ambil saja. Bukannya kau suka barang bekas?" kata Rania ketus.
"Apa kau bilang?" kata Riska tak terima.
"Apa namanya kalau bukan barang bekas? Kau suka bekasku kan?" sahut Rania mencelos. Tajam sekali kata-katanya.
"Dan, ingat. Jangan kau coba racuni otak putraku dengan kata-kata tak berfaedah dari mulutmu. Atau aku akan bertindak" ancam Rania yang tak bisa berkata halus lagi kepada mantan sahabat yang tega menikungnya.
"Jangan sok suci kamu, bukannya kamu sendiri yang mengkhianati suami kamu?" elak Riska.
"Ha...ha...bukannya itu juga karena ulah kamu!!! Tunggu saja pembalasanku" kata Rania dan keluar toilet sambil menutup pintu keras membuat Riska terjingkat.
Sosok Rania yang biasanya lemah lembut telah berubah menjadi beringas saat berhadapan dengan Riska.
Rania merasa tersisih sekarang. Tersisih dari putra semata wayang dan juga orang tua kandungnya.
"Aku harus segera mencari kontrakan, dan mulai mencari pekerjaan baru" gumam Rania saat sudah berada dalam taksi.
Tak mungkin dia kembali bekerja di bank tempatnya bekerja, karena semenjak kasus penggerebekan itu Rania dipecat secara tidak hormat.
Rania mendapatkan sebuah kontrakan kecil di pinggiran kota. "Lumayanlah buat aku yang sendirian" gumam Rania sambil mengamati isi ruangan kontrakan.
"Aku harus berhemat, selama aku belum bekerja" terusnya. Meski dalam benaknya teringat uang yang diberikan oleh lelaki satu malam yang bahkan tak diketahui namanya oleh Rania.
Beberapa hari terakhir Rania disibukkan dengan pencarian lowongan kerjaan. Rekomnya yang dipecat tidak hormat membuatnya kesulitan untuk diterima kerja. Puluhan perusahaan dia coba, tapi belum ada satupun yang menerima Rania.
Sementara tabungannya sudah menipis.
Panas terik tak menghalanginya untuk terus masuk dari pintu ke pintu perusahaan. Sampai dirinya lupa makan.
Saat akan menyeberang, tiba-tiba saja tubuhnya limbung. Dan tepat di sampingnya sebuah mobil mengerem mendadak.
Sopir mobil itu turun dengan segala umpatan keluar dari mulutnya.
"Apes banget gue hari ini" gerutunya.
Dia coba membangunkan Rania dengan menepuk-nepuk pundaknya.
"Hei....hei....bangunlah!" katanya.
"Gimana Supri?" tanya seorang laki-laki dari dalam mobil.
"Dia pingsan tuan, padahal mobil juga tak sampai mengenai tubuhnya" jelas Supri.
"Tinggalin aja, dan kasih amplop di dasboard itu. Masukin aja ke tas nya. Aku buru-buru nih" perintah laki-laki yang di dalam.
"Baik tuan" sopir yang bernama Supri itu pun mengikuti perintah sang tuan.
Supri memanggil seorang tukang becak, "Pak tolongin anter wanita itu ke rumah sakit. Bos saya buru-buru" kata Supri.
"Enak saja, sudah nabrak nggak mau tanggung jawab. Orang kaya macam apaan kalian?" tandas tukang becak.
"Kita nggak nabrak pak, tapi wanita itu pingsan duluan. Untung rem mobilku bagus, jadi nggak sampai mengenai tubuh wanita itu. Kalau nggak percaya cek aja. Ini kutinggalin kartu nama, kalau ada masalah hubungi nomer ini" tukas Supri.
"Supriiii" panggil sang bos dari dalam mobil.
Tukang becak itu pun menghampiri Rania dengan sebotol air minum.
"Apa kuanterin ke klinik terdekat saja ya?" pikir si tukang becak karena merasa kasihan kepada Rania. Sementara mobil yang berhenti tadi telah melaju kembali.
🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻
To be continued
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 142 Episodes
Comments
Katherina Ajawaila
nasip. Rania, sabar aja lah, suami picik dan picek /Awkward/
2024-10-20
1
Sri Astuti
jgn" hamil pula Rania
2023-08-29
1
Sri Widjiastuti
pregnant ni...
2023-04-06
1