Rania menerawang ke luar jendela saat kereta yang ditumpanginya berjalan.
"Semoga esok akan lebih baik" doanya dalam hati.
Sampai di stasiun kota 'S' Rania turun kereta dengan menenteng tas nya. Boro-boro pake koper, barang yang dibawa saja juga seadanya.
"Hai, Rania" panggil seseorang dari arah samping.
Rania menengok, "Hai Anik". Rania menghambur memeluk sang sahabat yang kini telah berputra tiga itu. Bahkan masih kecil-kecil.
Anik yang telah memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga saja dengan segala keriwehannya.
"Hebat kau Anik, bisa mengasuh anak-anak kamu sendiri" puji Rania.
"Biasa aja Rania. Sudah menjadi kewajiban kita untuk mengasuh mereka dengan ikhlas. Sebaik-baiknya asisten rumah tangga mengasuhnya, akan lebih baik jika kita mengasuhnya sendiri. Itu hanya pandangan pribadiku loh ya. Jangan diambil hati" kata Anik yang dirasa Rania lebih bijak daripada dulu sewaktu kuliah.
"He...he...." tukas Tania.
"Anak-anak salim dulu dengan tante Rania" suruh Anik ke ketiga putranya yang masih berusia lima, tiga dan satu tahun.
"Assalamualaikum tante Rania. Tante cantik sekali" puji Raihan, anak nomer satu dari Anik.
"Waalaikumsalam, makasih ya" tukas Rania menyentuh gemas pipi Raihan.
Mereka naik taksi dari stasiun menuju ke rumah Anik.
"Mama, aku lapar" kata Raihan yang sudah jelas kata-katanya daripada adik-adiknya.
"Pak, kalau ada resto ayam goreng bisa berhenti sebentar ya" kata Rania ke sang sopir taksi.
"Baik nyonya" dan sang sopir langsung menepikan laju mobil karena permintaan penumpang pas sekali waktunya.
"Silahkan nyonya!" ujar sang sopir.
"Heemmm baiklah" tukas Rania sudah mulai bisa tersenyum. Dengan kehadiran anak-anak Anik, sedikit banyak Rania bisa terhibur. Melihat Raihan, Rania seperti melihat bayangan Chiko sang putra.
"Ini sayang makanannya" serah Rania ke ketiga bocil itu.
"Makasih tante cantik" ucap mereka bersamaan, meski kedua adik Raihan masih cadel mengucapkannya.
"Suami kamu nggak keberatankan?" tanya Rania pada akhirnya. Dia nggak mau kehadirannya mengganggu ketentraman keluarga kecil itu.
Anik masih terdiam belum menanggapi. Tanpa Anik menjawab, Rania sudah bisa menebak.
"Aku akan cari kost saja. Niatku ke sini kan untuk mencari ketenangan" imbuh Rania.
"Maafkan aku Rania, bukannya kami keberatan. Tapi kamar kontrakan kami hanya ada satu kamar...he...he..." seloroh Anik bersuara.
"Ooooooo...begitu. Maafkan aku sudah salah mengira" tukas Rania.
"Gimana kalau kau tidur di rumah orang tua aku saja. Nggak jauh kok dari kontrakan aku" jelasnya.
"Kalau orang tua kamu nggak keberatan" ucap Rania.
"Nanti aku bilang. Lagian semenjak aku pindah, orang tuaku tinggal sendiri" cerita Anik.
Dan seperti yang dibilang oleh Anik saat dalam taksi, kini Rania tinggal di rumah orang tuanya. Malah keduanya menyambutnya dengan senang, rumah tak sepi lagi.
Sepertinya Anik telah menceritakan tentang Rania, sehingga kedua orang tua itu tidak bertanya kepadanya.
"Itu kamar kamu nak" tunjuknya ke arah kamar yang lumayan luas.
"Anggap saja rumah kamu sendiri, dan jika butuh sesuatu ibu ada di belakang" jelas ibunya Anik.
"Iya, makasih bu"
Sepeninggal ibu ke belakang, Rania membenahi ranjang yang nampak sederhana itu..
Dia rebahkan tubuhnya di sana. Semoga langkah yang aku ambil tak salah. Katanya dalam hati.
Selepas makan malam, Anik mendatangi kamar Rania.
"Maaf ya seadanya. Maklum kota kecil" kata Anik.
"Malah aku yang sudah merepotkan kalian Nik" tukas Rania.
"Nggak apa-apa" imbuh Anik.
"Apa tetangga nggak akan berpikir macam-macam dengan kehadiranku di sini. Aku sudah janda loh, meski belum resmi" kata Tania kecut.
"Aku harusnya belum boleh pergi kemana-mana ya? Tapi mau gimana lagi, aku sudah diusir dari rumah ku sendiri dan juga diusir oleh orang tuaku" kata Rania sendu.
Anik mengelus pundak Rania untuk menguatkan.
"Tabah dan sabar Rania. Hanya itu yang bisa aku sarankan. Mungkin jika aku jadi diri kamu, pasti aku tak akan kuat" kata Anik menimpali.
"Akan aku coba" tukas Rania.
.
Hampir sebulan Rania tinggal di kediaman orang tua Anik sahabat jauhnya.
Panggilan sidang yang diterima melalui ponsel tak pernah didatangi. Karena Rania yakin, bukti-bukti kuat yang dibawa Mahendra akan memberatkannya.
Hari ini panggilan sidang putusan pun kembali datang lewat pesan yang dikirimkan Mahendra.
"Datanglah!!" suruh Mahendra melalui aplikasi pesan.
Semenjak kejadian itu, Mahendra hanya berkirim pesan saat ada panggilan sidang saja.
"Kuusahakan" ketik Rania untuk membalas.
Dua hari berikutnya Rania pamit ke kedua orang tua yang sudah laiknya orang tuanya sendiri.
"Buk, Pak...Rania pergi dulu. Jaga diri kalian baik-baik. Aku juga akan mampir ke rumah Anik untuk pamitan" jelas Rania.
"Hati-hati Nak. Apapun keputusannya, terima dengan ikhlas. Allah itu maha baik" nasehat ibu mengiringi kepergian Rania.
"Iya bu, makasih" Rania bersalaman dengan mereka.
Rania pun mampir ke rumah Anik juga untuk berpamitan.
"Anik, makasih semuanya ya. Aku pergi dulu" pamit Rania.
"Hati-hati. Semoga diberikan yang terbaik oleh Yang Di atas" doa Anik sama seperti kedua orang tuanya.
"Aamiin" jawab Rania mengaminkan doa sang sahabat.
"Kalau mau, balik aja ke sini. Nyari kerjaan di sini juga" saran Anik.
"Akan kupikirkan...he...he... Nggak enak aku sama ibu bapak, numpang terus" kata Rania dengan berbisik.
"Isshhhhh...kau ini apaan. Biasa aja kali" seloroh Anik menimpali.
Dengan kereta juga Rania balik ke kota yang selama ini dia tumbuh, berkembang dan akhirnya berkeluarga.
Rania langsung meminta sopir taksi menuju pengadilan agama setelah turun dari kereta.
"Pak, Pengadilan Agama ya" suruh Rania.
"Baik. Apa nyonya mau mendatangi sidang perceraian?" keponya.
Rania tak mau menanggapi.
"Suami yang berselingkuh mendingan dicerai aja nyonya, terus carilah yang seperti aku. Type pekerja keras" imbuhnya penuh kesombongan.
Rania yang mendengarnya saja jengah.
"Lekaslah pak, lima menit lagi aku harus nyampe" celetuk Rania untuk menghentikan ocehan sang sopir taksi.
Sopir taksi menambah laju kecepatan mobil sedan yang dikemudikan.
Di depan ruang sidang, sudah ada Mahendra yang bersama dengan Riska di sana. Bahkan Riska mulai berani menggandeng mesra Mahendra.
"Ngapain wanita rese' itu ikutan ke sini?" umpat Rania dalam benak.
"Hai, calon jand4. Sudah datang aja" sapanya sinis.
"Kabar baik. Bukannya ini yang kau harapkan?" tukas Rania tak kalah sinis.
"Sudah...sudah...ayo masuk!!" ajak Mahendra. Dalam hatinya, Mahendra kangen juga dengan sosok Rania. Bahkan hari ini Rania semakin bening di mata Mahendra, membuat Riska yang berada di samping mencubitnya. Karena merasa Mahendra selalu curi pandang ke arah Rania.
Pelaksanaan sidang sesuai jadwal yang ditentukan. Dengan bukti-bukti yang ada, maka gugatan Mahendra terhadap Rania sebagai tergugat dikabulkan oleh hakim.
Mulai saat ini Rania dan Mahendra bukan lah sepasang suami istri lagi.
🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻
to be continued
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 142 Episodes
Comments
Katherina Ajawaila
bener kan yg jalan justru Riska, Mahen bego aja di tipu. liat aja buang berlian dapat samah busuk kamu mahen
2024-10-20
1
Sri Astuti
si pelakor cemburu... lucu banget
2023-08-29
1
Naraa 🌻
Heh Mahendra juga murahan ya selain bego percaya Riska di persidangan aja biarin ular keket nempel di lengannya
2023-06-15
1