"Apa kau mau pulang setelah kejadian tadi?" tanya laki-laki itu tanpa memandang Rania tetapi malah asyik dengan makanan yang tersaji di depannya.
'Cih, sombong sekali' umpat Rania dalam hati.
"Ha...ha...kira-kira apa yang harus kulakukan?" sergah Rania. Jengah juga dengan laki-laki tak berperasaan ini.
Meski laki-laki itu telah memakai baju lengkap, dengan lengan baju terlipat. Menambah aura tampannya, Rania tidak menggubrisnya sama sekali.
"Realistis saja. Dengan kejadian tadi pasti suamimu akan mengusirmu" katanya sinis.
Rania diam tak menanggapi.
Dan diapun menyerahkan sebuah amplop tebal kepada Rania.
"Aku rasa dengan ini, bisa sedikit menghiburmu" lanjutnya.
"Hah? Apa kau kira aku wanita jal4ng?" teriak Rania.
"Terserah kau saja. Tapi tetap saja aku berikan ini sebagai rasa terima kasih, aku puas semalam" bisiknya dengan kata nyelekit di telinga Rania.
"Oh ya di paper bag itu ada baju ganti untukmu" imbuhnya seraya menunjuk ke ujung ranjang.
"Aku pergi dulu, sudah ditunggu asistenku di bawah" katanya sambil berdiri dan hendak keluar ruangan.
"Makasih tuan yang terhormat. Aku harap tak berjumpa lagi denganmu" ketus Rania.
Tak ada respon dari laki-laki dingin itu. Dia keluar begitu saja.
Tinggallah Rania merenungi nasib yang menimpanya pagi ini.
Tanpa makan, Rania segera memakai pakaian yang dia ambil dari paperbag tadi.
"Bagaimana dia tahu ukuranku. Baju ini pas sekali menempel di tubuhku" gumam Rania.
"Apapun yang terjadi aku harus segera pulang" kata Rania bermonolog.
Amarah Mahendra sang suami akan Rania hadapi.
Tanpa makan sarapan yang masih ada di meja, Rania meninggalkan kamar mewah itu. Sarapan yang sepertinya sengaja dipesan untuk Rania oleh laki-laki tadi.
.
Rania mengucapkan salam saat akan masuk rumah seperti biasanya.
Chiko putra semata wayangnya yang kini telah berusia tiga tahun menyambutnya dengan antusias.
"Unnndddaaaaa..." Chiko menghambur ke pelukan Rania.
"Pagi sayang. Uluh...uluh...gantengnya anak bunda, wangi sekali" Rania ciumi putranya.
"Untuk apa kau pulang? Hah?" hardik Mahendra yang barusan keluar kamar.
"Ini juga rumahku Mas" tukas Rania. Bagaimanapun rumah yang mereka tinggali adalah hasil kerja mereka berdua. Maka Rania merasa berhak atas rumah itu.
"Dasar wanita tak punya malu. Kau sudah menjatuhkan nama baik suamimu, nama baik keluarga besarmu" mertua Rania ternyata juga datang di rumah itu.
Rania mendekat dan hendak menyalami ibu mertua. Tapi tangan Rania ditepis begitu saja oleh mama mertuanya.
"Mama, kapan datang?" tanya Rania ramah. Seolah tak terjadi apa-apa.
"Mahendra, sebaiknya kau ceraikan saja wanita macam dia" suruh ibu mertua dengan kata-kata sarkas.
"Aku sudah menalaknya tadi Mah saat kupergoki dia dengan selingkuhannya" sahut Mahendra.
"Mas...." ucap Rania.
"Sebaiknya kau pergi. Sebelum aku seret paksa kamu keluar dari rumah ini" kata Mahendra dengan suara mulai meninggi.
"Mas, biar kujelaskan semua" timpal Rania.
"Tak ada yang perlu kau jelaskan lagi. Aku muak Rania. Muak dengan kelakuan kamu" Mahendra benar-benar emosi.
Chiko menangis melihat pertengkaran ayah dan bundanya.
Rania coba raih Chiko untuk menenangkan. Tapi ditepis oleh sang mama mertua.
"Kau tak layak untuk mengasuhnya" katanya ketus.
"Mah, aku yang melahirkannya, aku yang menyusuinya, aku pula yang merawatnya" kata Rania dengan air mata mulai berderai.
"Pergi Rania. Atau aku seret kau" kata Mahendra dengan mencengkeram lengan Rania.
"Mas sakit" keluh Rania.
"Asal kau tahu hatiku lebih sakit atas pengkhianatanmu" beritahu Mahendra.
"Maafkan aku mas" ucap lirih Rania.
"Aku dijebak" ulas Rania.
"Cih...pintar sekali kau beralasan. Apapun yang kau ucapkan aku tak percaya lagi" tukas Mahendra sambil menarik paksa Rania agar keluar dari rumah.
Mahendra membanting pintu dengan kasar setelah berhasil menyeret Rania keluar.
Tangisan Chiko begitu menyayat hati Rania.
Rania bangkit dan menggedor pintu. Memaksa untuk masuk. Tapi tetap saja pintu itu terkunci dengan kokoh.
Tubuh Rania meringsek terkulai lemas di depan pintu.
"Chiko, maafin bunda" kata Rania lirih di antara tangisnya.
Beberapa tetangga terlihat bergerombol.
"Tak kusangka, ternyata kelakuannya seperti itu. Wanita mun4fik" ucap beberapa orang di antaranya.
"Kasihan mas Mahendra, kerja banting tulang. Ternyata oh ternyata, istrinya bej4t sekali. Atau jangan-jangan kerjanya adalah menjadi wanita panggilan?" sambung yang lain.
Sindiran demi sindiran terus saja didengar oleh Rania.
"Kelihatannya aja mukanya baik, tapi kelakuannya bikin ngeri"
"Hati-hati bu ibu. Jaga suami masing-masing. Bisa-bisa digoda olehnya" tunjuk bu Broto yang terkenal sebagai biang gosip di RT setempat.
"Kita usir saja dia bu ibu. Takutnya kita ketularan sama penyakitnya" tuduh yang lain, bahkan lebih sadis dari sebelumnya.
'Ya Allah, apa salahku?' tangis Rania semakin menjadi.
'Aku sendiri tak menyadari apa yang terjadi semalam???' batin Rania.
"Hei Rania, pergi kau dari lingkungan ini!!!" usir wanita yang dipanggil bu Broto itu.
Nasib Rania berubah seratus delapan puluh derajat dalam tempo kurang dari dua puluh empat jam.
Masih teringat jelas sikap manis Mahendra kemarin saat akan berangkat kerja. Kemudian Rania menyusul berangkat setelah mengantar Chiko ke tempat penitipan anak.
Semua berubah tak sesuai rencana saat sahabatnya Riska sekaligus teman kerja mengajaknya ke pesta ulang tahun salah satu rekan kantor. Rania tak kuasa menolak karena paksaan Riska, apalagi dia juga yang memintakan ijin Rania ke Mahendra.
"Tuh, suamimu aja ngijinin" katanya sambil menunjukkan balasan pesan Mahendra.
"Chiko belum aku jemput Riska" Rania beralasan.
"Mahendra bilang, dia akan menjemput Chiko" terang Riska.
Pesta yang diadakan di sebuah club malam, sebenarnya membuat Rania tak tenang dan tak nyaman. Pikirannya teringat akan Chiko di rumah.
"Apa sih yang kau pikirkan Rania?" tanya Riska menyodorkan sebuah minuman untuk Rania.
"Hanya es jeruk. Aku tau kau tak suka minuman beralkohol" seloroh Riska dan Rania segera meneguknya.
'Apa sesungguhnya yang terjadi? Aku tak ingat apapun. Kenapa tiba-tiba aku berada di hotel mewah? Apa Riska setega itu padaku?' tanya Rania dalam benaknya. Rania terus saja terdiam dalam lamunan.
"Rania, cepat kau pergi dari sini!!!" terdengar lagi pengusiran para tetangga terhadapnya membuat Rania terjingkat.
Rania melangkah manjauh dari kerumunan tetangga yang semua menghujatnya. Suami yang biasanya selalu berada di sampingnya sekarang tak menggubris lagi akan keberadaan diri Rania.
Tak tahu akan ke mana, Rania hanya mengikuti kakinya melangkah.
Mau pulang ke rumah orang tuanya, apa yang akan dijadikan alasan. Rania tak tega dengan kedua orang tuanya yang sudah tua dan sakit-sakitan. Apalagi Chiko, cucu kesayangan mereka tak lagi bersama dengannya.
Rania duduk di sebuah halte, merenungi nasibnya.
"Jakarta...Jakarta....terakhir...terakhir..." terdengar suara kernet bus mencari penumpang.
Kaki Rania melangkah, mengikuti apa kata hatinya sekarang.
🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺
To be continued, happy reading
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 142 Episodes
Comments
Katherina Ajawaila
Riska pasti ada apa2 di balik semua nya.
2024-10-20
1
@yra
kalau udah tesmoni susah untuk mengendalikan
pasti akan ada penyesalan 😭😭
2023-09-03
1
Warijah Warijah
Susah klo emosi sdh menguasai diri kita,
2023-06-21
1