Setelah beberapa saat, Devan dan Nayla sudah sampai di asrama yang dulu pernah ditempati oleh Keyla dan Calista. Mereka berdua bertemu dengan ibu asrama untuk mengambil barang-barang milik Keyla yang dijadikan oleh polisi sebagai barang bukti saat Keyla tertabrak.
“Polisi memberitahukan jika Keyla berbicara melalui telepon sebelum dia kecelakaan. Dan panggilan tersebut terekam dalam ponsel itu,” tukas Bu Anita, ibu asrama tersebut pada Devan.
Tangan Devan perlahan mengambil box yang berisi barang-barang milik Keyla. Tangan itu gemetar dan tidak mampu untuk menyentuh barang-barang yang ada dalam box tersebut.
Hati Devan kembali diselimuti duka. Dia kembali teringat hari-harinya selama bersama dengan Keyla. Bahkan dia tidak pernah mengira jika putrinya itu sudah tidak ada lagi di dunia ini.
“Terima kasih Bu, saya akan membawa pulang semua barang ini,” ucap Devan dengan suara yang bergetar dan mata yang berkaca-kaca.
Bu Anisa mengangguk dengan wajah sedihnya. Dia bisa merasakan betapa sedihnya Devan kehilangan putri yang sangat disayanginya.
Tidak hanya Bu Anisa, Nayla pun merasakan apa yang sedang dirasakan oleh Devan. Senyuman Keyla masih jelas terlihat di mata Nayla. Mereka tidak pernah bertemu, tapi kesan yang mereka berikan pada saat saling menyapa melalui video call sangat membekas walaupun hanya sekali.
Di dalam mobil, Devan diam sejenak sebelum dia menyalakan mesin mobilnya. Dia berpikir tentang apa yang akan dilakukan dengan barang-barang tersebut.
Devan menoleh ke arah Nayla yang sedang duduk di dalam mobilnya. Dia ragu akan mengatakan apa yang ada dalam pikirannya. Tapi dia tidak memiliki pilihan lainnya. Dengan ragu dia berkata,
“Nayla, aku akan mampir sebentar ke sebuah tempat yang tenang di dekat sini. Apa kamu tidak keberatan? Aku hanya ingin melihat barang-barang ini di sana. Aku tidak bisa melihatnya di rumah. Bahkan aku ragu untuk membawanya ke rumah.”
Ingin sekali Nayla menanyakan alasannya, sayangnya dia tidak bisa melakukannya. Dia sadar akan posisinya yang tidak berhak untuk menanyakan apa pun tentang keluarganya.
Nayla menganggukkan kepalanya. Dia menyetujui keinginan Devan tanpa mengatakan apa pun. Dia tahu jika Devan pasti mengingat jam kepulangan Calista dari sekolahnya.
Mobil Devan mengarah pada sebuah jalanan kecil yang sekitarnya ditumbuhi banyak pepohonan di sepanjang jalan yang mereka lalui.
Ternyata mobil Devan berhenti di depan sebuah danau yang dapat terlihat jelas dari dalam mobi mereka saat ini.
“Aku akan ke danau itu sebentar,” ucap Devan sambil melepas sabuk pengamannya.
Setelah dia turun dari mobilnya, Devan mengambil box yang berisi barang-barang milik Keyla dari dalam bagasi mobilnya.
Nayla hanya melihat dari dalam mobil apa yang dilakukan oleh Devan. Dalam hatinya dia berkata,
Sebenarnya apa yang akan dilakukan oleh Devan? Apa dia akan membuang semua barang-barang itu?
Rasa penasaran Nayla membuatnya turun dari mobil. Dari jarak yang tidak begitu jauh dan tidak terlalu dekat dari tempat Devan duduk saat ini, Nayla melihatnya dan berusaha mendengarkan apa yang sedang dilakukan oleh Devan saat ini.
Devan menghela nafasnya berat melihat box yang ada di tangannya. Diletakkannya box tersebut di rerumputan yang ada di tepi danau dan duduklah dia di sana. Sejenak matanya memandang danau yang sangat menenangkan itu.
Dilihatnya satu persatu barang yang ada di dalam box tersebut. Sekilas dia teringat akan perkataan Bu Anita yang mengatakan jika polisi memberitahukan bahwa ada panggilan terakhir yang terekam dalam ponsel Keyla.
Saat itu juga tangannya mengambil ponsel milik Keyla. Dinyalakannya ponsel tersebut. Setelah beberapa detik ponsel itu sudah siap digunakan, Devan segera memeriksa rekaman terakhir yang terekam pada hari itu.
Seketika matanya terbelalak mendengar seluruh rekaman tersebut. Hatinya bergejolak menahan amarahnya mendengar apa yang sebenarnya terjadi.
Sangat jelas sekali jika panggilan itu sebelum kecelakaan itu terjadi. Bahkan suara tabrakan dan suara ponsel itu jatuh pun bisa dirasakannya.
Hatinya sangat sakit mendengar semua yang ada dalam rekaman tersebut. Bahkan dia berteriak keras untuk melepaskan semua rasa sakit dan sesaknya yang ada dalam dadanya. Air matanya pun lolos begitu saja mengiringi tangisan Devan yang terdengar sangat menyayat hati.
Devan mengambil pakaian Keyla yang masih berbekas dengan banyaknya cairan berwarna merah pada saat kecelakaan itu terjadi. Dia meraung menangisi putrinya dengan menyebut namanya dan mencium pakaian yang ada di tangannya.
Tanpa berpikir panjang, Nayla berlari kecil mendekati Devan. Suara raungan dari tangisan Devan itu sangat menggugah hati Nayla.
Nayla memegang pundak Devan dan mengusapnya perlahan ketika Devan menoleh padanya. Lewat tatapan matanya itu, Nayla memberitahukan kesedihannya.
Dengan cepatnya Devan meraih tubuh Nayla dan memeluknya. Dia terlalu rapuh saat ini hingga butuh tempat bersandar untuk melepaskan kesedihannya.
Tanpa sadar air mata Nayla membasahi pipinya. Dia tidak bertanya apa pun pada Devan, yang bisa dia lakukan saat ini hanya menenangkannya dan memberikannya kekuatan agar tidak rapuh.
Selama beberapa saat Nayla membiarkan Devan memeluknya. Mereka saling menguatkan dan menenangkan serta memberi saran.
Tanpa sadar mereka melakukan semua itu tanpa status hubungan teman ataupun sahabat. Hubungan mereka mengalir begitu saja seiring waktu yang mempertemukan mereka.
“Maaf,” ucap Devan sambil mengurai pelukannya.
“Tidak apa. Luapkan saja kesedihanmu jika itu bisa membuatmu lebih baik.,” tukas Nayla sambil memberikan senyum pada wajah sedihnya.
Devan menarik tangan Nayla dan mengajaknya duduk di tepi danau tersebut. Dia memberikan ponsel Keyla dan memutarkan rekaman tersebut untuk di dengar oleh Nayla.
Bibir Nayla bergetar dan matanya yang berkaca-kaca itu mengeluarkan air mata. Dadanya sesak mendengar rekaman tersebut.
Dia tidak bisa membayangkan perasaan Keyla pada saat itu. Yang dia tahu, Keyla pasti merasakan kesedihan yang teramat dalam melebihi apa yang dirasakan olehnya dan Devan.
Perlahan Devan menceritakan tentang pertemuannya dengan Keyla yang membuatnya ingin selalu bermain bersamanya. Setelah beberapa bulan kedekatan Devan dengan Keyla, Devan memutuskan untuk menikahi Liana.
Sedari dulu dia tahu jika Liana memang pekerja keras dan tangguh. Itu pula yang membuat Devan kagum akan sosoknya yang menjadi single parent tangguh.
Namun dia tidak tahu hubungan dan sikap Liana yang sebenarnya pada Keyla. Kini dia sedikit tahu, tapi dia harus mencari tahu lebih banyak lagi untuk bisa memastikannya.
Tangan Devan mengusap lembut air mata Nayla. Dia tersenyum getir dan berkata,
“Terima kasih telah menenangkanku dan mau mendengarkan ceritaku. Aku sangat membutuhkannya.”
Nayla tersenyum dalam wajahnya yang berderai air mata. Hatinya yang telah menjadi seorang ibu bisa merasakan kesedihan yang mendalam dari Keyla.
Tangan Devan memegang tangan Nayla dan dia kembali mengucapkan terima kasih disertai senyumnya yang diiringi air mata.
Setelah itu mereka bergegas pulang, mengingat saat ini sudah mendekati jam kepulangan Calista dari sekolah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Desy Andayanti
oh begitu awalnya
2023-01-18
0