"Ma, kenapa tadi gak mau diantar sama Om Devan? Kan lumayan kita gak jalan kaki," ucap Calista sambil berjalan kaki dan bergandengan tangan bersama dengan mamanya.
"Dia sudah cukup baik pada kita Sayang. Sungkan kalau kita harus merepotkannya lagi," ucap Nayla sambil tersenyum mengingat kebaikan Devan pada mereka.
"Om Devan baik ya Ma. Kak Keyla selalu saja menceritakan tentang papanya. Anehnya dia gak pernah cerita tentang mamanya. Sama seperti aku yang selalu bercerita tentang Mama tapi tidak pernah bercerita tentang Papa," ucap Keyla sambil tersenyum lebar ketika menceritakan dirinya.
"Apa kamu benar-benar menceritakan Mama pada Keyla?" tanya Nayla berniat mengalihkan pembicaraan mereka.
"Iya Ma. Kak Key sering bertanya tentang Mama. Tapi anehnya wajahnya selalu tampak kecewa ketika aku bercerita tentang Mama," jawab Calista sambil membayangkan wajah Keyla saat itu.
Nayla teringat akan ibu asrama yang mengatakan jika mama Keyla tidak pernah berkunjung ataupun menghubunginya. Hanya papa Keyla saja yang selalu datang dan setiap hari bertanya tentang keadaan anaknya.
Bahkan dia tidak ingin tahu tentang nilai dan prestasi anaknya. Yang dia ingin tahu hanya keadaan anaknya.
Nayla menghentikan langkahnya. Dia berjongkok di depan anaknya untuk mensejajarkan tinggi badannya. Kemudian dia tersenyum dan memeluk tubuh anaknya sambil berkata,
"Sekarang dia sudah bahagia di sana. Jadi, Caca juga harus bahagia di sini, agar Keyla tidak merasa bersalah meninggalkan kamu."
Calista menganggukkan kepalanya dalam pelukan mamanya. Tanpa sadar air mata Nayla menetes di pipinya.
Entah mengapa dia merasakan kesedihan yang mendalam mendengar kisah Keyla. Dia merasa jika kesedihan yang dirasakan oleh Keyla bisa dirasakan olehnya juga.
Segera diusap air matanya itu dan menghapus jejak air matanya agar Calista tidak mengetahuinya.
"Ayo kita masuk," ucap Nayla sambil menggandeng tangan Calista.
Mereka pun masuk ke dalam rumah Bu Ratmi yang kini menjadi tempat tinggal untuk mereka sementara.
"Kapan kamu mulai kerja Nayla?" tanya Bu Ratmi yang melihat cucu dan menantunya berjalan hendak ke kamarnya.
Nayla menghentikan langkahnya dan menyuruh Calista untuk masuk ke dalam kamarnya.
Setelah itu dia mendekati ibu mertuanya dan berkata,
"Saya ingin melihat perkembangan Caca di sekolah barunya dulu Bu."
"Kamu sudah terlalu lama cuti. Lebih baik besok saja kamu bekerja. Biar Caca sama Ibu saja," tutur Bu Ratmi yang sedang fokus melihat acara televisi tanpa menoleh ke arah Nayla.
"Baiklah Bu, besok saya akan bekerja," ucap Nayla dengan terpaksa.
Kemudian dia membalikkan badannya untuk berjalan menuju kamar Calista.
Tiba-tiba Bu Ratmi teringat sesuatu dan dia segera menoleh ke belakang sambil berkata,
"Tunggu. Kamu tidak lupa dengan kesepakatan kita bukan?"
Nayla membalikkan badannya untuk menghadap ibu mertuanya. Kemudian dia berkata,
"Tidak Bu, berikan nomor rekening Ibu. Saya akan transfer uangnya ke rekening Ibu."
Bu Ratmi tersenyum senang karena dia kini mendapatkan transferan uang setiap bulannya. Lalu dia berkata,
"Bagus. Ini bukan pemaksaan, tapi kesepakatan. Dan kamu ikhlas kan memberi Ibu jatah tiap bulannya?"
Nayla tersenyum paksa sambil menganggukkan kepalanya. Kemudian dia berjalan masuk ke dalam kamarnya.
Hari ini dihabiskan Nayla untuk membersihkan rumah ibu mertuanya yang ukurannya lebih besar dari rumahnya. Dia tidak bisa diam begitu saja tinggal di rumah ibu mertuanya.
Malam harinya, dia berada di teras rumah. Pikirannya menerawang jauh memikirkan nasib keluarganya.
Sedang apa aku di sini? Apa yang sebenarnya aku lakukan sekarang? Kenapa keluargaku jadi terpisah begini? Nayla bertanya-tanya dalam hatinya.
Kemudian dia mengambil ponselnya dari saku dress nya dan mencari kontak suaminya untuk menghubunginya.
"Halo, Mas Bayu sedang di mana?" tanya Nayla pada suaminya melalui telepon.
Rumah, jawab Bayu singkat sambil meminum soft drink dari kalengnya.
"Bukannya Mas Bayu ada jadwal terbang hari ini?" tanya Nayla menyelidik.
Penerbangannya ditunda besok, jawab Bayu kembali.
"Mas Bayu gak ke sini?" tanya Nayla kembali pada suaminya.
Kita sudah sepakat untuk bertemu seminggu sekali. Ini demi kita bertiga. Bukan demi salah satu dari kita. Kamu yang memilih ini terjadi. Kamu tau kan? jawab Bayu dari seberang sana.
Nayla menghela nafasnya, amat sangat berat dirasanya. Dia sudah mengira jika Bayu tidak akan mau tinggal bersama dengan ibunya.
"Iya, aku tau. Ini semua salahku yang membawa Calista kembali ke rumah," ucap Nayla lesu.
Setelah itu Nayla menutup teleponnya tanpa menunggu perkataan selanjutnya dari suaminya.
Di rumahnya, Bayu menatap aneh pada ponselnya karena istrinya lebih dulu menutup teleponnya.
Tapi dia tidak mau ambil pusing. Dia melanjutkan kegiatannya, merasakan kebebasan di rumah sendirian layaknya seorang bujang.
...----------------...
Hari-hari berlalu. Kini Calista dan Nayla sudah tinggal bersama Bu Ratmi selama hampir tiga bulan. Mereka menjalani kesehariannya seperti biasanya. Tidak ada yang spesial dari hari-hari mereka.
Bayu benar-benar menepati janjinya. Dia hanya seminggu sekali berkunjung ke rumah ibunya untuk bertemu dengan anak dan istrinya.
Nayla tidak bisa mengubah keputusan suaminya. Dia hanya bisa menerima keputusan suaminya itu dengan lapang dada.
"Nayla, kenapa kamu biarkan Caca gabung dengan klub sepak bola di sekolahnya? Dia perempuan, seharusnya mengikuti klub tari, menyanyi atau melukis saja," ucap Bu Ratmi yang menegur Nayla ketika pulang dari bekerja.
"Maaf Bu, Calista hanya hobi saja. Dia tidak akan menjadikan sepak bola yang utama. Dan dia tetap mengutamakan sekolahnya," tukas Nayla sambil menatap ibu mertuanya dengan penuh permohonan.
"Nek, besok Caca akan latihan sepak bola sepulang sekolah. Besok Nenek coba lihat deh Caca main, pasti Nenek bangga sama Caca," ucap Calista dengan bangganya.
Bu Ratmi menghela nafasnya mendengar cucu perempuannya menyombongkan tentang permainan sepak bolanya. Dia menatap Nayla seolah meminta penjelasan dari Nayla.
Namun, secepat kilat Calista menarik tangan Nayla agar mamanya itu selamat dari omelan neneknya.
"Sudah aman Ma," ucap Calista sambil tersenyum lebar pada mamanya.
Nayla tersenyum sambil mengusap lembut rambut putrinya itu. Dia bangga pada putrinya yang lebih tangguh dari anak seusianya. Berkat didikan tegas dan disiplin Bayu, Calista bisa menjadi mandiri dan berani.
Hanya saja Nayla tidak tega ketika putrinya merengek dan menangis karena dibully oleh teman-temannya.
"Apa kamu betah sekolah di sekolah yang sekarang?" tanya Nayla ketika mereka akan tidur.
"Betah Ma. Caca punya teman banyak sekarang. Teman Caca laki-laki semua. Mereka teman klub sepak bola Caca," jawab Calista dengan bangganya.
Nayla kembali tersenyum, dia sungguh bangga pada putrinya yang sangat pemberani. Di usianya yang saat ini dia sudah merasakan sekolah di luar negeri dan luar kota sendirian tanpa keluarganya dengan tinggal di asrama sekolah.
"Jika ada apa-apa di sekolah, Caca harus bicara pada Mama ya. Mama gak mau jika nantinya kamu di bully lagi seperti dulu, sama seperti pada saat kamu berada di luar negeri," tutur Nayla pada putrinya.
"Siap Mom!" ucap Calista dengan tegas, setelah itu dia tersenyum lebar pada mamanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Katherina Ajawaila
kasihan anak perempuan, bayu bukan PP ideal. biasa nya anak perempuan mengidolakan PP nya🤫
2025-01-06
0