Hari pertama sekolah Calista, Nayla meminta ijin untuk tidak bekerja. Dia sudah beberapa hari meminta ijin tidak bekerja semenjak Calista kecelakaan bersama dengan Keyla.
Dan hari ini dia benar-benar menunggu Calista dari awal masuk sekolah hingga pulang sekolah. Dia ingin memastikan jika putrinya itu baik-baik saja sekolah di tempat itu.
Tidak jauh dari sekolah Calista, ada sebuah cafe yang tempatnya sangat cozy. Nayla memutuskan untuk menunggu Calista di cafe tersebut.
Dia memesan minuman dan snack untuk menemaninya selama menunggu Calista di sana.
"Mamanya Caca?"
Tiba-tiba ada suara mengagetkan Nayla yang sedang memainkan ponselnya.
Nayla menoleh ke arah sumber suara. Dia terkejut saat melihat sosok laki-laki yang ada di hadapannya.
"Benar kan mamanya Caca?" tanya laki-laki itu kembali sambil berjalan maju mendekati Nayla.
"Iya Pak. Apa kabar?" ucap Nayla sambil tersenyum pada laki-laki itu.
"Sendirian? Atau sedang bersama dengan Caca?" tanya laki-laki tersebut yang kini sudah duduk di hadapan Nayla.
"Caca sekarang bersekolah di sekolah depan. Dan aku sedang mengantarnya tadi, sekalian menunggunya pulang di sini," jawab Nayla sambil menunjuk sekolahan Calista yang ada di depan cafe tersebut.
"Oh, jadi Calista bersekolah di sana? Nanti sepulang dia sekolah, ajak saja dia makan di sini. Biar saya yang bayar," ucap laki-laki tersebut sambil tersenyum pada Nayla.
"Tapi Pak-"
"Pak Devan, laporannya sudah saya siapkan di meja kerja Bapak. Apa perlu saya bawa ke sini Pak?" tanya seorang laki-laki yang berseragam cafe tersebut pada Devan.
Devan menoleh ke arah laki-laki yang memanggilnya. Kemudian dia berkata,
"Biarkan saja di sana. Sebentar lagi saya akan memeriksanya."
"Baik Pak," ucap orang tersebut sebelum dia meninggalkan Devan yang sedang duduk di hadapan Nayla.
Devan kembali menghadap ke arah Nayla dan berkata,
"Maaf, saya belum mengetahui namamu. Rasanya tidak enak jika memanggil dengan embel-embel mamanya Caca," ucap Devan sambil terkekeh.
Nayla ikut terkekeh mendengar candaan dari Devan. Kemudian dia berkata,
"Nama saya Nayla. Nama Bapak-"
"Panggil saja saya Devan. Saya akan ke ruangan saya sebentar untuk memeriksa beberapa laporan. Tolong hubungi saya jika Caca sudah pulang dari sekolah. Saya ingin menemuinya," tutur Devan sambil menatap Nayla.
Nayla tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Dia tidak bisa menolak keinginan baik dari orang tua teman putrinya.
Setelah itu Devan beranjak dari duduknya dan berjalan menuju ruangannya.
Sedangkan Nayla, dia hanya menduga jika Devan pemilik cafe tersebut. Segera dia mengirim pesan pada Calista untuk memberitahukan bahwa dia menunggunya di cafe yang berada di depan sekolahnya.
Nayla benar-benar menghabiskan waktunya untuk menunggu Calista di cafe tersebut. Selama berjam-jam digunakannya untuk membaca buku dan melihat banyak postingan ibu-ibu tentang anak-anak mereka dan pekerjaan mereka.
Dia masuk ke dalam forum ibu-ibu. Di sana banyak membahas tentang pengalaman mereka yang meninggalkan pekerjaan mereka demi merawat dan mendidik anak mereka.
Sama seperti keinginan Nayla saat ini. Dia hanya ingin mengabdikan hidupnya untuk keluarganya. Selama ini dia sangat bersedih melihat putrinya merengek karena jauh darinya.
Memang harus ada yang dikorbankan agar bisa bahagia. Dan itu sebuah pilihan hidup yang harus dijalani.
"Apa aku harus seperti mereka yang berani mengambil keputusan untuk meninggalkan pekerjaan demi anak mereka?" ucap Nayla setelah membaca beberapa cerita dari forum tersebut.
"Aku yakin jika kamu ingin berada di dekat Caca daripada pekerjaan yang menghasilkan banyak uang dengan mengorbankan waktumu bersama Caca."
Tiba-tiba terdengar suara yang tidak asing di telinga Nayla sedang menanggapi ucapan Nayla yang ditujukan untuk dirinya sendiri.
"Eh Pak Devan," ucap Nayla malu setelah menoleh ke belakang dan menemukan Devan sudah berdiri tepat di belakangnya.
Devan tersenyum padanya dan berjalan menuju kursi yang tadi didudukinya, tepatnya di depan Nayla.
"Jangan panggil aku Bapak. Panggil saja Devan," ucap Devan sambil terkekeh.
Nayla tersenyum dan menganggukkan kepalanya untuk menyetujui permintaan Devan.
"Mama…!"
Seruan seorang anak gadis membuat Nayla dan Devan menoleh ke arahnya.
"Sayang, sini," ucap Nayla sambil menggerakkan tangannya untuk memanggil Calista agar mendekat.
"Loh Om Devan ada di sini?" tanya Calista setelah dia sudah ada di dekat mereka.
Devan tersenyum pada Calista dan menganggukkan kepalanya. Kemudian dia berkata,
"Kita makan dulu ya. Om ingin mentraktir kalian karena sudah mengantarkan Keyla hingga ke tempat terakhirnya."
Calista tersenyum lebar dan menganggukkan kepalanya. Dia memang sudah akrab sekali dengan Devan, hingga pernah mengatakan pada Devan dan Keyla jika dia ingin mempunyai papa seperti Devan.
Pembawaan Bayu yang tidak pernah dekat dengan Calista, membuatnya iri pada Keyla dan menginginkan papanya agar bisa seperti Devan.
Sayangnya Calista sadar jika itu tidak akan terjadi. Dia tahu jika papanya tidak akan bisa jauh dari kata disiplin. Dan Bayu akan selalu menjaga wibawanya di hadapan siapa pun. Tak terkecuali anak dan istrinya.
"Om, apa Om ke sini bersama dengan Tante? Caca belum pernah bertemu dengannya," ucap Calista setelah duduk di sebelah Nayla.
"Tidak. Istri saya pergi ke luar kota sejak hari pemakaman Keyla," jawab Devan sambil tersenyum getir.
"Maaf," sahut Nayla penuh dengan penyesalan.
"Tidak apa-apa," jawab Devan sambil tersenyum.
Devan memanggil waiter yang ada di dekatnya untuk mencatat pesanan mereka.
"Kita pesan makanannya dulu ya. Caca makanlah apa saja yang ingin Caca makan. Tenang saja, Om yang traktir," ucap Devan sambil tersenyum dan mengusap rambut Calista dengan lembut.
Nayla tersenyum getir melihat kedekatan Calista dengan Devan. Dari dulu dia sangat menginginkan kedekatan antara Bayu dengan Calista seperti kedekatan Calista dengan Devan yang seperti sekarang ini dan seperti pada saat bermain bola di asramanya.
Tapi apa daya, sepertinya semua hanya keinginan Nayla semata. Nyatanya Bayu tega selalu mengirim Calista jauh dari rumah dengan alasan pendidikan dan masa depan Calista.
Sangat berbeda dengan Devan yang tidak pernah setuju mengirim Keyla ke kota itu.
Keyla sendiri yang memaksa ingin bersekolah di kota itu dan ingin belajar mandiri.
Sayangnya Keyla sudah ada di sekolah itu ketika Devan sedang perjalanan ke luar kota dengan ijin dari mamanya.
Liana lah yang mengantarkan Keyla dan mendaftarkannya di sekolah dan asrama tersebut dengan alasan Keyla yang memaksanya.
Memang sungguh aneh, Devan yang statusnya bukan ayah kandung dari Keyla, nyatanya lebih menyayangi dan lebih memperhatikan Keyla dibandingkan dengan Liana yang berstatus sebagai ibu kandungnya.
Namun Devan tidak pernah mengetahui yang sebenarnya. Dia seorang lelaki baik, penuh cinta kasih dan selalu berpikiran positif, sehingga apa yang dikatakan oleh Liana selalu dipercaya olehnya.
Hingga kini, Keyla sudah tiada, Devan belum bertemu dengan istrinya dan dia menolak untuk membicarakan tentang Keyla setiap Devan ingin membicarakan pemakaman anak mereka walaupun melalui telepon.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Katherina Ajawaila
dasar mm Kayla ngk ada otak
2025-01-06
0