Dengan segera Devan mengangkat Calista dan membawanya menuju ruang IGD.
Nayla mengikuti mereka dengan berderai air mata. Dia sangat sedih atas kematian Keyla dan dia juga sangat sedih atas keadaan anaknya saat ini yang kehilangan sahabat terdekatnya.
"Maaf, apa kamu Papanya Keyla?" tanya Nayla ragu ketika mereka berada di luar ruang IGD.
Devan yang sedang duduk dan menundukkan kepalanya, kini mendongak, melihat ke arah Nayla yang berdiri di hadapannya.
Devan menganggukkan kepalanya. Lidahnya kelu, sehingga dia tidak bisa mengeluarkan kata-kata.
Hatinya terasa teriris, mendengar berita kepergian anaknya untuk selamanya.
"Maaf Pak. Saya dan Caca turut berduka cita. Kami juga merasa sedih dan kehilangan. Terutama Caca yang sangat syok mendengar berita kepergian Keyla," ucap Nayla sambil duduk di sebelah Devan.
Devan menghela nafasnya. Mendengar nama Keyla, membuat hatinya hancur berkeping-keping. Bahkan istrinya pun hingga saat ini belum menghubunginya setelah Devan berkali-kali menghubungi dan mengiriminya beberapa pesan.
"Sebenarnya besok aku akan datang ke sini untuk menemuinya. Tapi sekarang… sekarang…," ucap Devan dengan suara yang bergetar menahan tangisnya.
Rasa sesak di dalam dadanya membuat air matanya memaksa keluar tanpa permisi. Tidak bisa lagi Devan menahannya. Luka hatinya begitu dalam, hingga sangat menyayat hatinya dan terasa sangat perih tak tertahankan.
Air mata Nayla pun turun dengan derasnya. Dia tidak bisa menahan kesedihannya mendengar apa yang diucapkan oleh Devan tentang Keyla.
Dia merasa iba pada Devan yang menangisi putrinya hingga tidak ada rasa malu lagi di hadapan orang asing yang baru saja ditemuinya.
Seorang laki-laki yang sangat dibanggakan oleh putrinya, kini mendadak jadi lemah karena kepergian putrinya.
"Kita harus bersabar Pak. Saya yakin, Keyla akan bersedih jika papanya menangis ataupun bersedih," ucap Nayla di sela isakan tangisnya.
Devan melihat ke arah Nayla yang ikut menangisi Keyla. Dia merasa terharu dan merasa bersyukur karena putrinya banyak yang menyayanginya.
Dia menganggukkan kepalanya dan mencoba tersenyum meskipun hatinya perih saat ini.
"Hufffttt… apa yang sebenarnya terjadi pada mereka berdua?" tanya Devan sambil menunduk, dia tidak ingin kesedihannya dilihat oleh Nayla.
"Aku tidak tau apa yang terjadi. Caca masih belum bisa ditanya. Aku harus menanyakannya secara perlahan. Aku takut akan berakibat buruk untuknya jika ditanya secara terperinci," ucap Nayla lirih dengan suara seraknya sehabis menangis.
"Sebaiknya tunggu sampai Caca siap dulu untuk bercerita. Jangan dipaksa. Aku yakin jika Keyla tidak mau jika Caca sakit karenanya," tutur Devan sambil memandang Nayla yang sedang mengusap air matanya.
Devan tersenyum tipis melihat jejak air mata di pipi Nayla. Bahkan matanya terlihat sedikit sembab karena menangisi Calista dan juga Keyla.
Dia melihat ketulusan dari wajah Nayla. Bahkan dia tahu jika Nayla seorang ibu yang selalu menomor satukan anaknya dan selalu mengkhawatirkannya.
"Maaf Pak, apa Bapak mau melihat jenazah ananda Keyla?"
Tiba-tiba terdengar suara petugas rumah sakit yang mengurusi jenazah Keyla. Mereka mencari Devan untuk melihat jenazah Keyla yang sudah dibersihkan.
Devan beranjak dari duduknya setelah berpamitan pada Nayla. Dia mengikuti petugas rumah sakit itu menuju kamar jenazah.
Nayla memandang iba punggung Devan yang bergerak menjauhinya. Dia bisa merasakan kesedihan yang mendalam hanya dengan melihat punggung Devan ketika berjalan.
"Maaf Bu, ananda Calista sudah sadar," ucap seorang perawat yang mengagetkan Nayla ketika dia masih melihat Devan.
"Terima kasih. Saya akan ke sana," ucap Nayla sambil beranjak dari duduknya dan berjalan masuk ke dalam ruang IGD.
Air mata Nayla kembali menetes melihat Calista yang hanya diam dengan air mata yang menetes di pipinya. Dokter menyarankan agar Nayla bisa menenangkan Calista dan selalu ada di dekatnya agar tidak terjadi trauma dalam hidupnya.
Nayla mendekati putrinya yang sedang menatapnya dengan uraian air mata di pipinya. Dia memeluk putrinya itu dengan pelukan hangat dan penuh dengan kasih sayang sambil berkata,
"Mama selalu ada untuk Caca. Mama tidak akan membiarkan Caca sendirian."
"Kak Key," ucap Calista sambil meneteskan air matanya dalam pelukan mamanya.
"Keyla sudah tenang di sana. Caca harus mengikhlaskan Keyla agar dia tenang di surga. Dan Caca harus bisa menjadi Caca yang biasanya agar Keyla tidak bersedih," tutur Nayla sambil mengusap rambut putrinya dengan lembut dan penuh kasih sayang.
Air mata Calista semakin deras hingga membasahi punggung mamanya. Tangisan Calista itu membuat hati Nayla menjadi perih.
"Menangislah, jika itu membuatmu tenang. Menangislah, hingga hilang rasa sedihmu," tutur Nayla dengan suara yang bergetar, tak kuasa mendengar tangisan anaknya yang sangat menyayat hatinya.
Seketika tangis Calista semakin menjadi. Tangisannya memenuhi ruang IGD saat itu. Mereka tidak melarang karena tahu tentang apa yang terjadi. Mereka iba mendengar suara tangisan Calista yang penuh dengan kesedihan.
Setelah tangis Calista reda, dokter menyarankan agar Calista pindah di kamar inap untuk pemeriksaan selanjutnya.
Pemeriksaan itu tergantung dengan kondisi Calista saat ini. Mereka tidak bisa memaksa Calista jika dia tidak menyetujuinya.
Di sinilah peran Nayla sangat dibutuhkan. Sebagai seorang Ibu dia harus bisa menenangkan anaknya serta membujuknya agar mau melakukan pemeriksaan secara keseluruhan.
Kecelakaan pada saat itu menewaskan Keyla, sehingga dokter takut jika ada bagian tubuh Calista yang butuh ditangani sekarang juga sebelum terlambat.
Akhirnya malam itu Calista dan Keyla menginap di rumah sakit untuk pemeriksaan Calista yang terakhir kalinya.
Sedangkan Devan, dia masih menunggu proses jenazah Keyla yang masih diselidiki oleh pihak kepolisian.
Malam ini Devan, Nayla dan Calista menginap di rumah sakit bersama dengan jasad Keyla.
Mereka bertiga sama-sama dirundung dengan kesedihan yang mendalam. Kehilangan sosok Keyla membuat hari-hari mereka menjadi sangat berat.
Keyla, gadis yang sangat baik, mandiri dan pintar itu selalu membuat orang disekitarnya sayang padanya. Dia tidak pernah menyusahkan orang lain. Bahkan dia suka membantu orang-orang di sekitarnya.
"Ini barang-barang milik ananda Keyla. Kami akan membawanya untuk memeriksanya," ucap salah satu Polisi setelah melakukan pemeriksaan pada jenazah Keyla.
"Baik Pak," tukas Devan yang tidak bersemangat.
Mata Devan sembab karena sedari tadi dia menangisi kepergian putrinya.
Hari ini. Hanya hari ini saja. Tolong ijinkan Papa menangis untuk hari ini saja. Papa janji tidak lagi bersedih dan menangisi kepergianmu. Papa harap kamu tenang di sana dan bahagia di sana, Devan berkata dalam hatinya sambil memperhatikan secara seksama wajah putrinya yang sebentar lagi tidak akan ditemuinya.
Setelah merasa cukup menemui putrinya. Devan keluar dari ruangan tersebut dan duduk di taman rumah sakit untuk mencoba menenangkan hatinya.
Dia teringat tentang istrinya yang belum juga menghubunginya. Dia mengambil ponsel dari saku celananya.
Devan menghela nafasnya ketika melihat layar ponselnya. Helaan nafasnya itu membuat orang yang mendengarnya tahu betapa besarnya masalah yang sedang dihadapinya.
Dia menatap sedih pesan yang dikirimkan oleh istrinya.
Jangan bawa dia kembali ke rumah. Biarkan saja dia di sana. Aku mohon.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Katherina Ajawaila
dasar mm nya punya otak, mmg nya ngk sakit melahirkan, apa harta lebih penting dr anak. bawa mati. aja itu harta di jenasah mmnya Kayla kalau dia mati😡
2025-01-06
0