“Maaf, saya terlambat,” ucap Nayla sambil tersenyum paksa dan menundukkan kepalanya di hadapan seorang laki-laki yang bertugas memimpin perjalanan mereka saat ini.
Laki-laki tersebut memandang Nayla yang masih dalam keadaan ngos-ngosan seperti habis berlari. Kemudian dia melihat jam tangannya dan berkata,
“Kenapa kamu bisa terlambat Nayla? Biasanya kamu tidak pernah terlambat. Meskipun hanya sekitar lima menit, tetap saja kamu terlambat.”
“Sekali lagi saya minta maaf Pak,” ucap Nayla sambil menundukkan kepalanya sebagai tanda permintaan maafnya.
Dimas melihat kesungguhan pada diri Nayla. Selama ini dia tidak pernah melihat Nayla melakukan kesalahan dalam bekerja, sehingga dia tidak mau memperpanjang masalah yang hanya secuil saja.
“Baiklah, cepat persiapkan semuanya. Kita akan masuk sebentar lagi,” ucap Dimas sambil menepuk pelan pundak Nayla.
Nayla pun menghela nafasnya lega. Dengan segera dia melakukan tugasnya tanpa menunda-nunda lagi. Dalam hatinya dia mengomel pada suaminya yang tidak mungkin kena omelan orang lain.
Di lain sisi, anggota maskapai penerbangan yang akan terbang sebentar lagi ke luar negeri sedang berkumpul seperti biasa sebelum mereka memasuki pesawat.
“Selamat pagi, maaf saya terlambat,” ucap Bayu yang baru saja bergabung bersama dengan mereka.
Kemudian dia mengatakan apa yang akan disampaikannya sebelum mereka memasuki pesawat. Badannya lelah setelah bermain bersama dengan istrinya, tapi hatinya puas dengan apa yang sudah dilakukannya.
Bayu sebagai Captain Pilot dalam penerbangan tersebut. Dan penerbangan kali ini hanya memakan waktu dua hari untuk kembali pulang.
Sedangkan Nayla yang menjadi pemandu wisata, kali ini hanya akan ada tur di luar kota saja dan itupun tidak akan menginap, sehingga Nayla bisa segera pulang untuk menemani Calista yang berada di rumah sendirian.
Di rumah, Calista merasa merdeka dengan tidak adanya orang sama sekali yang mengganggunya ketika dia bermain game. Dia sangat mengharapkan hari-harinya yang terbebas dari jadwal belajarnya yang sangat padat di sekolah dan asrama.
Dia juga bisa terbebas dari teman-temannya yang suka membully nya karena satu-satunya anak Asia di kelas mereka. Itu ketika dia sekolah di luar negeri.
Berbeda dengan sekolah yang berada di luar kota yang juga bertaraf internasional. Dia dibully karena hobi bermain sepak bola. Tidak seperti teman-teman perempuannya yang lain lebih menyukai dance daripada olahraga.
Semua itu yang membuat Calista kesal dan melawan mereka ketika mereka semakin gencar membully nya. Dia ingin berteman dengan mereka semua, hanya saja mereka tidak ramah padanya, sehingga dia melawan apabila mereka bermain kasar ketika membully nya.
Saat itu pula selalu Calista yang disalahkan. Dia selalu menjadi kambing hitam dari perbuatan teman-temannya. Dan karena itu pula dia harus keluar masuk sekolah-sekolahan yang dipilihkan papanya untuknya.
“Halo, Om kita main sepak bola yuk,” ucap Calista pada orang yang berbicara melalui telepon dengannya saat ini.
Caca di mana sekarang? Bukannya kamu ada di asrama? tanya orang yang ada di seberang sana.
“Caca ada di rumah sekarang Om. Mama sama Papa sudah berangkat kerja sedari tadi,” jawab Calista sambil memainkan bolanya yang ada di kakinya sambil duduk di sofa ruang televisi.
Pasti kamu dikeluarkan lagi ya Ca? tanya orang yang dipanggil Calista dengan sebutan om tadi sambil terkekeh.
“Dih, kata siapa? Aku yang memilih keluar dari sana. Ngapain sekolah di sana jauh-jauh jika di sini ada sekolahan yang juga tidak kalah bagus dari semua sekolahan yang pernah aku masuki,” sahut Calista sambil berwajah kesal pada omnya.
Benarkah? Baiklah Om akan ke rumahmu sekarang juga,ucap orang tersebut sebelum mematikan sambungan teleponnya.
Alvian merupakan keluarga satu-satunya yang dimiliki oleh Nayla. Kedua orang tuanya sudah meninggal, sehingga hanya Alvian lah yang menjadi satu-satunya keluarga Nayla saat ini. Adik Nayla itu masih bersekolah di sekolah khusus untuk olahraga. Dari Alvian lah Calista mengenal sepak bola dan lihai dalam bermain sepak bola karena bimbingannya.
Sore itu Calista dan Alvian bermain sepak bola di lapangan sepak bola yang ada di sekitar rumah Calista. Semua yang bermain sepak bola di sana hanya laki-laki, sehingga hanya Calista lah yang menjadi primadona di sana.
Alvian mengajarkan beberapa teknik dalam bermain bola. Jujur saja, Alvian kagum pada kecepatan Calista dalam mempelajari suatu hal. Dengan cepatnya dia bisa mempelajari semua yang diajarkan oleh Alvian padanya.
“Hebat kamu Ca,” seru Alvian sambil melakukan tos bersama dengan Calista.
Calista sangat senang karena mendapatkan pujian dan pengakuan dari Omnya yang juga bertindak sebagai pelatihnya. Inilah yang dia harapkan. Dia menginginkan kehidupan yang normal seperti anak-anak seusianya.
Dia selalu mendambakan kehidupan seperti anak-anak pada umumnya. Dan dia juga sangat ingin berkumpul dengan kedua orang tuanya setiap hari seperti keluarga pada umumnya.
Nyatanya semua itu hanya harapannya saja. Bayu selalu mengirimnya ke sekolahan yang jauh dan memiliki fasilitas asrama dengan biaya mahal karena bertaraf internasional. Dia mulai lelah saat ini. Dia ingin menjadi prioritas utama bagi kedua orang tuanya di samping pekerjaan mereka berdua.
Malam harinya, Nayla pulang ke rumah sangat larut sehingga Calista sudah tertidur ketika menunggunya. Dilihatnya anaknya itu dan didekatinya. Tampak sangat nyaman dan damai wajah Calista saat ini.
Sebenarnya Nayla tidak tega dan sangat merasa bersalah melihat anaknya tertidur di sofa ketika menunggunya. Ingin dia menggendongnya untuk memindahkannya ke dalam kamarnya. Sayangnya tubuh Calista kini sudah bertambah besar, dia bukan bayi lagi yang bisa dipindahkan oleh Nayla ke mana saja dan kapan saja.
“Ca, bangun Sayang. Kita pindah yuk ke kamar,” ucap Nayla sambil mengusap lembut pipi anaknya.
“Emmm… Mama…,” ucap Calista sambil mengusap-usap kedua matanya menggunakan tangannya.
“Maafkan Mama Sayang. Mama baru pulang. Kamu pasti kesepian sendiri di rumah,” ucap Nayla sambil memeluk tubuh putri semata wayangnya.
“Calista sudah besar. Mama tidak perlu mengkhawatirkan Caca lagi. Tadi Caca bermain bola bersama dengan Om Alvian. Dan Om Alvian baru saja keluar untuk membeli makanan. Sebentar lagi pasti dia akan kembali ke sini. Jadi Mama tidak perlu khawatir tentang Caca. Mama dan Papa fokus saja bekerja,” tutur Calista layaknya seorang ibu yang sedang menuturi anaknya.
Air mata Nayla tiba-tiba menetes begitu saja. Dia tidak pernah mengira jika putrinya yang masih seusia itu bisa mengerti kedua orang tuanya.
Jujur saja Nayla ingin berhenti bekerja. Dia ingin sekali menjadi ibu rumah tangga yang bisa mengamati pertumbuhan anaknya. Dan juga dia bisa menjadi guru pribadi anaknya ketika berada di rumah.
Sayangnya keinginannya itu sama sekali tidak didukung oleh suaminya, sehingga dia tidak bisa melepaskan pekerjaannya. Dan solusi terbaiknya adalah dengan mengirim anak mereka bersekolah di sekolahan terbaik yang tentunya memiliki asrama di sana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Katherina Ajawaila
kasihan Calista, tumbuh sendiri menjadi anak yg mandiri🤗
2025-01-06
0