Lift

Selesai makan siang Mereka berdua melangkahkan kaki menuju ruangan kerja kembali. Sepanjang perjalanan Nina dan Mira mendengar bisik-bisik para karyawati membicarakan tentang putra Direktur.

" Kudengar-dengar masih single."

" Mungkinkah Dia bisa melirikku."

" Tapi tatapannya itu loh. Sedingin es batu."

" Justru itu tantangannya, kira-kira siapa yang bisa menaklukkan hatinya."

" Tapi mana mungkin orang setampan Dia mau sama Kita, yang berwajah pas-pasan." Sahut yang lainnya.

" Iya juga yah, "

Suara-suara itu silih berganti ditelinga Nina. Membuat Nina berpikir, benar juga yang dikatakan Mereka. Siapa tahu circle persahabatan Agung juga sudah berubah seiring termakanny waktu. Sehingga masa lalu itu pun juga hanya masa lalu. Sifat manusia, wajar saja Dia berubah.

Nina kembali masuk ke ruangannya. Dia fokus kembali dengan pekerjaannya. Selang tiga puluh menit. Telepon ruangannya berdering. Nina pun mengangkatnya. Ternyata dari Pak Dion yang menyuruh Nina membawakan beberapa dokumen untuk Beliau tunjukkan kepada putranya tersebut.

Nina pun langsung membuka lemari arsip-arsipnya. Dia mencari dokumen yang dimaskud oleh Pak Dion. Setelah menemukannya, Dia langsung melangkahkan kakinya menuju ruangan kantor Pak Dion.

Nina mengetuk pintu sebelum masuk keruangan.

" Masuk." Pak Dion pun mempersilahkan Nina masuk.

" Maaf Pak. Ini dokumen yang Bapak minta." Nina terlihat menyerahkan dokumen yang diperlukan dan lalu permisi keluar.

Nina sekilas hanya melihat Agung yang sedang fokus dengan laptopnya, tanpa mendongakkan kepalanya, tidak menoleh padanya, serta tidak melirik sedikitpun ke arah Nina, saat Nina masuk ke ruangan tersebut.

Nina kembali keluar dari ruangan Pak Dion.Nina juga jadi berpikir. Agung memang sudah tidak mengingatnya lagi. Kenangan yang sudah tak berarti baginya. Namun Nina sendiri yang terlalu percaya diri, sehingga sampai saat ini masih mengingatnya.

Nina menghela nafas panjang. Dia kembali duduk diruang kerjanya. Dan fokus dengan laptopnya. Meneruskan kembali kerjaannya. Tepat pukul 17.00 Nina merapikan dokumen-dokumen dimejanya dan lalu mematikannya laptopnya.

Setelah selesai, Dia keluar dari ruangan dan mengunci ruangannya. Lalu tidak lupa Nina mematikan lampunya. Dia lalu melangkahkan kakinya menuju lift. Dan lalu turun untuk finger pulang.

Sore itu suasana jalanan terlihat padat. Jam orang pulang kerja. Nina berhenti di lampu merah. Matanya fokus melihat depan. Tanpa Nina sadari seseorang memerhatikan dirinya.

Begitu lampu merah menyala, Nina langsung mengemudikan kembali mobilnya. Suara hanphonenya berdering. Riri meneleponnya dan mengajaknya bertemu. Nina yang kebetulan baru saja pulang dari kantor pun menyetujuinya.

Dia langsung membelokkan mobilnya menuju tempat dimana Riri menunggunya. Salah satu cafe yang tidak jauh dari tempatnya bekerja. Riri sudah terlihat menunggunya. Dia terlihat bahagia.

" Dalam rangka acara apa ini?" Nina penasaran.

Riri terlihat tersenyum.

" Anton melamarku." Riri menunjukkan sebuah cincin melingkar dijemari tangannya.

" Selamat Ri. Akhirnya Kalian bersatu." Nina memberikan selamat pada Riri. Mengingat Riri dan Anton sempat LDR sewaktu masa kuliah.

" Terima kasih. Semoga Kau dan Dimas juga cepat menyusul Kami." Riri mendoakan Nina. Secara setahu Riri Nina dan Dimas dekat. Padahal Nina sama sekali tidak berfikir untuk kesana. Secara hatinya seperti terkunci. Dan dengan Dimas pun Nina belum bisa membuka hatinya.

Nina pun hanya membalasnya dengan senyuman.

" Sebenarnya Ri, " Nina ragu untuk bercerita tentang masa lalu itu.

" Iya Nin, Kenapa? Apa Dimas juga sudah ada niatan kesitu?" Riri masih mengarah topik pembicaraannya ke Dimas.

" Bukan itu. Tapi Agung."

"Agung?"

Nina mengganggukkan kepala.

" Hari ini Aku bertemu dengannya. Ternyata Dia anak dari Pak Dion. Bossku." Jelas Nina membuat Riri terlihat sangat terkejut.

" Agung sahabatmu itu?"

Nina menganggukan kepala lagi.

" Tapi Dia sama sekali tidak mengenaliku. Mungkin sudah melupakan juga." Nina mengangkat kedua alisnya. Dia mencoba untuk menerima kenyataan hari ini.

Sedangkan Riri sahabatnya ikut sedih mendengarnya. Bagaimanapun juga Dia mengetahui betapa kentalnya dulu persahabatan antara Nina dan Agung. Sebelum akhirnya Agung berpacaran dengan Adelia. Dan lalu Dimas hadir kembali di kehidupan Nina.

" Sudahlah Nin. Berarti Kau juga tidak perlu mengingat masa lalu itu.Faktanya Dia juga sudah melupakannya. Terimalah Dimas, yang jelas-jelas setia disampingmu." Saran Riri sebagai sahabat.

Nina pun jadi merasa bersalah dengan Dimas. Karena selama ini, Nina sudah menggantungkan perasaannya. Namun Dimas terlihat tetap menunggunya hingga detik ini.

Setelah makan sore selesai. Nina dan Riri saling berpelukan dan berpisah tujuan. Nina pulang kerumahnya. Sampai rumah Nina membersihkan diri. Tepat pukul delapan malam, Dimas meneleponnya. Dan meminta datang bersama di acara Riri. Yang dilaksanakan tiga hari lagi. Nina pun menyetujuinya.

Setelah mematikan telepon dari Dimas. Nina merebahkan diri ke tempat tidur. Rasa lelah membuat Nina terlelap dari tidurnya.

Paginya, suara alarm membuat Nina langsung beranjak dari tempat tidurnya. Dia melihat jam sudah menunjukkan pukul tujuh.

" Oh my God! " Nina membelalakkan matanya.

Lalu Dia langsung berlari menyambar handuk dan melangkahkan kakinya menuju kamar mandi. Mandi bebek istilah tepatnya. Yang penting kena air, sabun, sikat gigi dan langsung keluar dari kamar mandi. Nina langsung bersiap-siap. Dia hanya mengambil sebuah roti dan susu cair dikulkas untuk sarapannya.

" Kunci! " Dia langsung ke kamar lagi, mengambil kuncinya, yang terletak diatas meja riasnya. Dengan cepat Dia keluar, mengunci pintu, lalu menyalakan mesin mobilnya. Tanpa pikir panjang, Nina meluncurkan mobilnya ke arah kantor.

Parkiran kantor terlihat sudah penuh. Dia memutar, mencari parkiran yang masih kosong. Mau tidak mau, itu memakan waktu yang lumayan. Tepat jam delapan lebih lima menit. Nina finger. Jelas Dia terlambat.

Nina melangkahkan kakinya ke dalam kantor dengan terburu-buru. Begitu melihat lift sudah terbuka, Nina pun berlari kencang, bahkan hampir terpeleset dan terhenti didepan lift. Dia menganga. Agung dengan tatapan dingin berdiri didalam lift tersebut.

Nina terlihat ragu, Namun Dia sendiri sudah terlambat. Mau tidak mau Dia masuk lift tersebut.

" Pagi Pak." Sapa Nina setengah menelan ludah. Rasanya canggung dan kikuk.

" Pagi." Sahut Agung singkat seraya melirik jam ditangannya.

Entah mengapa jantung hati Nina tiba-tiba berdebar kencang. Namun Nina berpikir mungkin itu karena habis berlari kencang tadi. Dalam lift hanya Mereka berdua. Suasana pun hening dan sunyi. Ditengah kekikukan Nina. Handphone Nina malah berdering. Nina pun mojok, mengeluarkan hanphone dan mengangkatnya.

" Iya Ri, Ada apa?"

" Kau dan Dimas datang kan?"

" Iya Ri, Aku akan Dimas akan datang."

" Baiklah." Sambungan telepon dimatikan. Nina menghela nafas kesal. Bisa-bisanya Riri telepon cuma tanya seperti itu. Diwaktu yang tidak mendukung pula. Pikir Nina, Dia menaruh hanphonenya kembali didalam tasnya.

Tanpa Nina sadari, Diam-diam ekspresi Agung berubah. Dia sepertinya mendengarkan percakapan Nina ketika mengangkat telepon tadi.

To be Continued

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!