Chapter 3 [Bunga]

Namaku bunga, aku gadis biasa yang terlahir cukup istimewa.

kelebihan ku bisa melihat aura dari setiap manusia. Meski banyak yang tak mempercayai kemampuanku dan kebanyakan dari teman ku menganggap ku aneh dan tidak normal tapi aku tak terlalu mempermasalahkan itu semua.

Itu sebabnya aku hanya memilik beberapa teman yang tetap ingin bermain bersama ku, Dini dia adalah sahabat karibku yang sedari dulu menerima sisi diriku yang orang lain sulit untuk menerimanya.

Gift ini kudapatkan ketika aku usia lima tahun, aku masih sangat ingat untuk pertama kalinya saat aku baru saja lancar berbicara.

Saat itu adalah hari di mana kakek ku meninggal karena usianya yang sudah cukup renta. Aku yang masih kecil dan tak mengerti arti dari kata meninggal yang sebenarnya hanya menatap wajah kakek yang tengah tersenyum dalam tidurnya.

Saat semua keluargaku menangis aku lagi-lagi hanya melihat kakek dan secara tiba-tiba aku melihat laki-laki tua yang memilik wajah yang sama. Di sisi lain aku melihat kakek yang sedang terbaring di dalam peti dengan seluruh keluarga yang masih berkerumun dan hanyut dalam kesedihan.

Nenek yang sudah lama tak pernah ku lihat, tiba-tiba secara mendadak hari itu aku melihatnya untuk pertama kalinya setelah sekian lama.

"Nenek", kataku pada seorang nenek yang selalu ku lihat fotonya yang di pajang di ruang keluarga.

Beliau menatapku dengan tatapan yang hangat dan menenangkan sembari mengusap kepalaku dengan lembut.

"Hari ini nenek menjemput kakekmu", katanya padaku dengan ekspresi wajahku yang masih bingung dengan situasi tersebut.

Saat itu aku juga melihat sosok besar berbaju putih yang menggandeng tangan kakek dan nenek.

Senyuman mengembang di wajah kakek saat melihat nenek datang dan memeluknya dengan erat.

"Bunga kakek pergi, katakan pada ayahmu bahwa kakek dan nenek sudah bahagia", kata kakek yang tiba-tiba berpesan padaku.

Aku yang saat itu masih begitu muda dan tak mengerti apa itu kematian hanya menganggukkan kepala padanya.

Nenek, Kakek dan sosok putih itu terus berjalan saat tiba-tiba cahaya dari langit membawa mereka pergi entah kemana.

saat itu aku hanya diam dan tak mengatakan kepada siapapun tentang apa yang ku lihat barusan.

***

"Bunga ayo cepat bangun, hari ini bukanya kamu ada ospek?", tanya seseorang dari balik pintu kamar Bunga yang berhasil membuatnya sedikit membuka matanya.

Sayup-sayup ia melihat sekeliling kamarnya. Ornamen tanaman dan bunga yang memenuhi kamar bunga menggambarkan betapa cintanya ia terhadap tanaman terutama bunga.

Seperti nama yang di berikan kakek padanya. Perjalanannya menjadi manusia yang berbeda dari yang lainya membuat bunga tak mempunyai teman dan lebih banyak menghabiskan waktu sendiri.

Ia yang jarang bermain keluar hanya menghabiskan waktunya sepulang sekolah untuk mengurus toko bunga milik keluarganya.

Bunga adalah sumber kehidupan bagi keluarga besar Nina.

Kebun bunga adalah peninggalan dari kakek yang selalu ia rawat seperti keluarga.

Maka dari itu aku sangat bangga karena memiliki nama indah yang di sebut "BUNGA".

Tak ada hari yang ku habiskan tanpa berhenti belajar segala sesuatu yang berhubungan dengan bunga.

Dari membuat produk kecantikan, dan ramuan jamu herbal yang keluarganya tanam di kebun milik keluarga.

Kehidupan yang sederhana namun penuh dengan kebahagiaan dan kasih sayang.

Tak ada yang lebih bunga syukuri dari itu semua. Hidupnya sudah cukup sempurna baginya meski hidup dalam kesederhanaan.

Bahkan ia masih memakai motor bekas sepeninggal kakek untuk berjualan mengantar bunga ataupun berangkat kuliah.

***

"Iya buk, bunga udah bangun", kataku menjawab panggilan ibu dari luar kamar.

Aku yang kemudian bangkit dari tempat tidur dan bergegas membersihkan diri dan bersiap - siap untuk babak baru dalam hidupku.

Kecintaan ku pada tanaman tak membuat pengetahuan umum ku terganggu. Meski nilaiku yang tak terlalu bagus tapi nilaiku juga tak terlalu buruk.

"ini bekalmu untuk hari ini", kata ibu yang kemudian menyodorkan kotak makan pada anaknya untuk bunga bawa ke kampus.

"Terima kasih ibu, pagi ini auramu seperti buah peach yang segar", kataku menggoda ibu dan berpamitan sembari mencium tangan dan pipinya.

Ayah yang sudah sedari pagi bekerja di kebun membuatku tak sempat berpamitan dengannya.

ku nyalakan motor lamaku dengan sekuat tenaga dan menghampiri rumah Dini yang tak terlalu jauh jaraknya dari rumahku.

Kebetulan kita masuk di kampus yang sama, di sana kami mengambil jurusan sastra Inggris karena kami sama-sama suka menonton film barat bersama.

"Permisi Tante selamat pagi", kataku pada ibu Dini yang tengah menyapu halaman.

"Bunga, seperti biasanya kamu selalu terlihat cantik seperti bunga-bunga di tamanku", kata ibu Dini yang mampu membuat bunga tersipu malu.

"ahh..Tante bisa aja, pagi ini aura Tante sangat cerah semoga Tuhan memberkati Tante", kataku membalas pujian dari ibu dini.

Pertemanan kami yang erat membuatku dan Dini seperti kakak dan adik, bahkan karena seringnya kita bermain bersama para tetangga menjuluki kami anak kembar.

Aku yang tadinya tidak sekutu jika aku kembar dengan Dini namun setelah ku pikir - pikir memang benar wajah kami semakin mirip karena sering bermain bersama.

Itu semua karena barang yang kita beli kebanyakan mirip karena kita membelinya bersama.

Dari gantungan tas, baju dan pernak pernik lainnya, kami hampir memiliki selera yang sama. Maka dari itu kami sering menonton film bersama karena kami sama-sama menyukai genre film fiksi dari berbagai bahasa.

"Ya ampun Din, lama banget makeup nya", kataku protes sambil masuk ke kamar dini dan melihatnya mengaplikasikan lipstik berwarna peach di bibir mungilnya.

Hanya saja kami cukup berbeda dalam hal berdandan, Dini sangat suka sekali memakai alat makeup yang kadang tak ku tau fungsinya untuk apa.

Aku adalah gadis polos yang sangat cuek terhadap penampilan, namun Dini selalu memaksaku untuk ia jadikan bahan percobaan jika ia baru saja belajar hal baru dalam pelajaran makeup yang ia pelajari di internet.

"Sini biar bibirmu ga kering", kata Dini yang mulai mendekat dan mengaplikasikan lipstik yang baru saja ia pakai ke bibirku.

"Ya ampun rasanya aneh seperti habis makan gorengan", kataku protes lagi.

"sudah jangan protes dan jangan di hapus, kau terlihat cantik coba sini..", kata Dini menyuruhku untuk berhenti protes dan menarik ku di depan kaca.

Jas moca yang ku pakai semakin terlihat senada dan lembut ketika aku melihat diriku di dalam kaca.

"Cantik..", kataku ketika melihat pantulan diriku saat mengenakan lipstik yang Dini berikan.

"Sudah ku bilang, kau akan menyukainya. Ini simpan satu untukmu dan pakai oke", kata Dini yang kemudian menyodorkan lipstik peach yang baru ia ambil di dalam laci makeup-nya.

"sudah ambil", kata Dini lagi setelah melihat ekspresi wajahku yang ingin menolak.

"kemarin kakakku yang membelikan ini, dia bilang ingin memberikan mu satu tapi dia malu jika harus memberikannya langsung padamu, jadi dia menggunakan ku sebagai alat pengiriman hahahah", kata Dini di selingi tawanya.

Lucky adalah kakak laki-laki Dini yang sekarang bekerja sebagai Dokter di salah satu rumah sakit di kota mereka.

"Baiklah sampaikan rasa terima kasihku pada kak Lucky, aku akan memakainya dengan senang hati", kataku berterima kasih dengan hadiah kecil pemberian kak Lucky.

Terpopuler

Comments

Cellestria

Cellestria

jangan lupa huruf kapital thor 🤭🤗

2023-02-07

1

sights sky

sights sky

sweet

2023-01-06

0

Pause

Pause

gemess ya pertemanan Bunga sama Dini😍

2023-01-05

6

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!