11. Hujan Malam Hari

Hujan turun cukup deras malam harinya saat Dadang yang ketiduran sejak pulang dari kantor tiba-tiba terbangun, tampak laki-laki itu sejenak duduk di atas tempat tidurnya, mengusap kasar wajahnya lalu mengurut keningnya sebentar karena terasa pening,

Tak lama, diliriknya jam dinding kamarnya yang kini tengah merangkak mendekati pukul satu dini hari,

Terdengar hujan yang mengguyur di luar sana kini semakin deras, rasanya jika kembali tidur pasti ia akan langsung lelap,

Sayangnya, ia merasa perutnya lapar, Dadang ingat sejak siang di kantor ia memang belum sempat makan,

Selain tak sempat, ia juga memang terus memikirkan isterinya yang tengah dalam perjalanan ke kampung seorang diri,

Dadang lantas memutuskan untuk keluar kamar sebentar guna mencari cemilan atau semacamnya,

Hari masih cukup larut jika harus makan nasi, jadi Dadang ingin minum dan makan cemilan saja,

Mungkin roti, mungkin biskuit, atau apel. Ya, apa saja asal bisa mengganjal perut,

Namun, saat ia keluar kamar, betapa kagetnya Dadang karena mendapati Intan yang terlihat tidur di ruang makan dengan posisi kepala tertelungkup di atas meja dan kedua tangan yang terlipat sebagai bantalan kepalanya,

Dadang menatap Intan dari arah depan kamarnya, gadis itu tertidur lelap sekali, sementara di depannya tampak beberapa macam makanan yang sepertinya hasil masakannya untuk disajikan sebagai makan malam,

Ya, makan malam, yang pastinya itu adalah untuk makan malam Dadang sebagai Tuannya.

Dadang menghela nafas,

ia ingat lagi sore tadi ia merasa sedikit kesal pada gadis itu, karena mengganggu Dadang yang sedang sibuk menenangkan diri setelah mendapat kabar dari Maryati, isterinya, jika ia tak bisa pulang lagi ke Jakarta hingga jadwal ia melahirkan,

Sebagaimana permintaan Ibundanya, Maryati meminta kerelaan Dadang untuk mengijinkannya tinggal empat bulan ke depan di kampung halaman agar bisa melahirkan di sana,

Dadang, yang sejatinya tidak ingin Maryati terlalu lama jauh pada akhirnya memang tak kuasa mengatakan apapun untuk memberitahu isi hatinya,

Apalagi, setelah Maryati bercerita tentang kondisi Ibunya yang sudah kurus karena sakit, tentu saja Dadang seperti tak punya pilihan selain mengijinkan sana Maryati tinggal,

Dadang masih tampak menatap lekat wajah Intan yang ayu, yang kini tengah tertidur pulas,

Ada rasa kasihan di sisi hatinya melihat Intan yang masih seusia Dina, adik iparnya yang ia kuliahkan,

Ya, Intan, jika ia anak orang yang cukup mampu, pasti saat ini ia masih berada di dunia remajanya, ia masih sibuk belajar bersama teman-teman sebayanya,

Sementara, kini, Intan justeru berada di sana, di rumah Dadang, menjadi asisten rumah tangga yang sibuk mengurus rumah dan segala kebutuhan sang pemilik,

Jegeeeeerr!!

Tiba-tiba saja petir menyambar dengan sangat keras,

Hal itu membuat Intan terbangun, dan Dadang juga jadi tersadar dari lamunannya,

Intan yang terbangun melihat Dadang berdiri di depan pintu kamar nya sambil menatap ke arahnya, tentu saja membuat Intan jadi gugup dan salah tingkah,

Namun, hal itu bukannya membuat Intan merasa risih, tapi dadanya berdebar-debar tak karuan,

Apalagi saat Dadang kemudian berjalan mendekat ke arah meja makan, Intan pun dengan gugup langsung berdiri dari duduknya,

Saking gugupnya Intan, ia sampai tak sengaja menyenggol gelas air di dekatnya,

Gelas air yang bekas ia meminum air tomat itupun sukses meluncur jatuh ke lantai,

Prang!

Untuk kedua kalinya, Intan menjatuhkan barang di depan Dadang, yang seketika membuat Dadang menghela nafas sambil geleng-geleng kepala,

"Ma... maaf,"

Hanya itu yang bisa Intan katakan tanpa berani menatap mata Dadang,

Intan cepat berjongkok untuk membereskan pecahan gelas yang terjatuh, namun karena gugup jarinya malah tergores pecahan kaca,

"Aw,"

Pekik Intan kaget saat jarinya tergores cukup dalam,

Darah mengalir dari luka di jari Intan,

Dadang yang melihatnya langsung bergegas menolong, ditariknya Intan agar berdiri dan cepat menyambar tisu di meja makan untuk mengelap darah di jari tangan Intan,

"Kenapa kau begitu ceroboh?"

Tanya Dadang sambil membantu menghentikan darah dari jari Intan,

Tampak Intan yang kini justeru sibuk menikmati debaran jantungnya hanya bisa menunduk, seolah malu-malu menyembunyikan wajahnya yang ayu,

Dadang lantas menarik Intan ke ruang keluarga, disuruhnya Intan duduk di sofa sudut setengah lingkaran di ruangan tersebut,

"Tunggu sebentar, aku ambilkan obat,"

Kata Dadang,

Intan mengangguk saja, ia tak kuasa mengucapkan satu katapun karena debaran di dadanya kini membuatnya sangat gugup namun juga sangat bahagia,

Tak menunggu lama, Dadang terlihat kembali dengan satu kotak P3k,

Ia lantas duduk di sebelah Intan, di keluarkannya obat dari sana, dan kembali meraih tangan Intan yang jarinya terluka,

Dadang meniup sebentar jari Intan yang ada lukanya, setelah itu ia sibuk mengobati luka itu sampai selesai,

Intan yang kini jarinya tengah diobati sebentar-sebentar tampak mencuri pandang Dadang yang duduk tepat di dekatnya,

Dengan jarak sedekat itu, jambang di wajah Dadang yang mulai tumbuh sedikit membuat Intan ingin menyentuhnya,

Ah wajah itu, kenapa begitu tampan dan begitu menarik. Keluh Intan dalam hati,

Sungguh ia merasa sangat tergoda dengan sosok majikan laki-lakinya itu, bahkan seandainya malam ini terjadi sesuatu antara mereka pun, Intan rela sekali,

Apalagi...

"Aku akan ke Jakarta Mak, aku akan ke Jakarta bekerja dengan keras lalu pulang menjadi orang kaya,"

Kata Intan sebelum ia berangkat ke Jakarta,

"Iya Tan, sudah banyak orang merendahkan kita, tunjukkan jika kamu memang mampu mencukupi kebutuhan keluarga dan membuat orang-orang yang suka merendahkan kita itu malu Tan,"

Ujar Ibunya Intan pada sang anak, Intan pun mengangguk dengan semangat.

Dan, di sinilah kini Intan terdampar, menjadi asisten rumah tangga, yang di dalam perjanjiannya dengan yayasan, gajian Intan akan dipotong beberapa persen selama satu tahun,

Jadi, bisa dibilang, sudah bisa dipastikan Intan tak akan mendapatkan banyak uang untuk bisa ia kirimkan ke kampung,

Ah jangankan untuk merenovasi rumah, untuk melunasi hutang warung Ibunya serta membantu Ibunya memenuhi kebutuhan sehari-hari saja tidak cukup,

Jika sudah begitu, pasti Ibu akan sangat malu jika akhirnya Intan gagal memenuhi harapannya, apalagi jika ditambah Ibu tahu Intan jauh-jauh ke Jakarta hanya untuk bekerja sebagai asisten rumah tangga,

Intan sang bunga desa, bagaimana mungkin ia bekerja menjadi asisten rumah tangga saja. Batin Intan sambil memandangi wajah laki-laki di depannya,

"Yap, sudah,"

Tiba-tiba saja Dadang bersuara, sambil kemudian ia melepaskan tangan Intan yang tadi ia obati,

"Sekarang kamu tidurlah, biar aku yang akan bereskan pecahan gelasnya,"

Kata Dadang sambil berdiri,

Tapi, Intan tampak menggeleng, diraihnya tangan Dadang dan...

...****************...

Terpopuler

Comments

◉✿✪⃟𝔄ʀⓂ️𝐚𝐰𝐚𝐫✿◉

◉✿✪⃟𝔄ʀⓂ️𝐚𝐰𝐚𝐫✿◉

Ngelunjak ini lama" pembantu y

2023-02-03

2

🍵𝒚𝒂𝒚𝒖𝒌 𝒋ᷟ𝒖ⷽ𝒐ᷟ𝒔ⷽ𝒔๎🦈

🍵𝒚𝒂𝒚𝒖𝒌 𝒋ᷟ𝒖ⷽ𝒐ᷟ𝒔ⷽ𝒔๎🦈

lah jare si nenek mimpi
mimpi opo yoooooooo?
heheheheheeeee

2023-01-22

1

Putrii Marfuah

Putrii Marfuah

duuhh..intan...hati2 lho..hukum tabur tuai.

2023-01-22

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!